Pagi hari saat terbangun, Luna mendapati bunda sedang memasak. Baunya harum masuk ke indera penciuman, perut Luna jadi lapar. Ia segera keluar dari kamar, menghampiri bunda yang tengah asik menggoreng nasi.
"Pagi Bun." Luna mencium pipi wanita paruh baya itu. Ia tidak canggung sama sekali, memperlakukan bunda, seperti mama sendiri.
"Selamat pagi juga anak cantik." Bunda membalas mencium pipi Luna.
"Masak nasi goreng ya bun?" tanya Luna sambil memperhatikan bunda yang masih asik mengaduk nasi.
"Iya, Luna sarapan di sini ya."
"Boleh bun, tapi Luna mandi dulu ya."
Bunda mengangguk membiarkan Luna meraih handuk lalu menghilang ke balik pintu kamar mandi.
Saat telah selesai mandi, Luna segera berganti baju, mengeringkan rambut panjangnya yang bergelombang indah dengan kipas angin.
Samar-samar terdengar suara Gio di meja makan. Luna menatap cermin, berusaha menguatkan diri sendiri untuk bersikap biasa saat nanti harus berhadapan dengan orang yang telah ia lepas cintanya.
"Pagi Mas Gio." Luna menyapa Gio hangat seolah tak ada yang terjadi diantara mereka. Sementara Gio hanya membalas sapaannya dengan tersenyum kecil. Setiap senyum yang Luna berikan pagi itu seperti sedang berusaha melupakan dirinya.
"Makan yang banyak ya Lun, Gio bilang, Luna sering sakit perut karena sering telat makan." ujar Bunda sambil menuangkan nasi goreng ke piring gadis itu.
Lina melihat Mas Gio, itu tersenyum sesaat.
"Nanti, Luna gak akan sakit perut lagi Bun." ujar Luna dengan senyum yang masih sama.
Gak akan ada Mas Gio lagi yang mengusap perutku nanti. Itu lebih tepatnya, batin Luna pilu.
"Bunda senang lihat Luna, benar kata Gio, setiap Gio pulang kampung dia selalu cerita banyak tentang kamu. Tentang Luna yang cantik, manja tapi dewasa." Puji Bunda tulus. Gio hanya menunduk. Luna? sudah ada airmata mengambang di pelupuk matanya.
Benarkah ia selalu menjadi topik cerita Gio setiap kali ia pulang ke Bandung? Luna memalingkan wajah, sebanyak apapun Gio menceritakan tentang dirinya, tentu saja Luna tetap harus hengkang dari hidup lelaki itu.
"Bun, Luna pulang hari ini ya, Luna mesti balik syuting. Makasih, Bunda udah baik sama Luna. Oh iya, Ayah mana, Bun?" tanya Luna saat tak dilihatnya ayah Gio di antara mereka.
"Ayah sedang ada urusan di perkebunan. Pagi sekali, pemilik perkebunan minta ayah periksa tanaman yang pada mati." sahut bunda sambil tersenyum. Luna mengangguk saja.
"Kalo gitu, Luna beresin alat Luna dulu ya. Abis itu, Luna mau langsung berangkat pulang. Hmmm, Mas Gio bisa anterin Luna ke penginapan semalam kan?"
Gio mengangguk. Berat rasanya ia melepas kepergian Luna hari ini. Sementara Gio baru bisa kembali keesokan harinya lagi.
Saat sedang berpamitan dengan Bunda, seseorang menghampiri mereka. Menghentikan niat Luna untuk masuk ke dalam mobil. Gio juga sama, ia menarik nafas panjang kala Dewi semakin mendekat ke arah mereka. Ia memang sudah memperkirakan semua ini akan terjadi. Kedua perempuan itu akan saling berhadapan.
"Aku bisa bicara sama kamu?" tanya Dewi saat ia tepat berada di depan Luna.
Bunda sudah cemas, Gio mengisyaratkan Luna untuk masuk ke dalam mobil. Di luar dugaan, Luna malah melepaskan tasnya. Ia mengangguk ke arah Dewi.
"Kita bisa bicara di sana." tunjuk Luna pada sebuah bangku di bawah pohon akasia.
Keduanya berjalan beriringan menuju kursi panjang itu. Luna duduk, Dewi juga.
"Kamu Laluna?" tanya Dewi pelan. Ia melirik sekilas gadis yang jauh lebih cantik darinya itu. Ia melihat Luna sangat cantik dengan minidress bermotif bunga berwarna biru cerah kontras dengan kulit putihnya. Rambut Luna panjang bergelombang di bagian bawah, berwarna merah burgundry. Bulu matanya lentik, ada tato di atas dadanya juga ada tindik di hidung mancungnya.
Dewi jadi merasa kalah jauh dari gadis bernama Luna ini. Pantas saja Gio bisa jatuh hati padanya. Dan kalau ia tidak salah tebak, Luna ini adalah artis pendatang baru yang kerap menghiasi layar televisi hampir satu tahun belakangan ini.
"Kamu mau ngomongin apa?" tanya Luna sambil tersenyum kecil, meski ia sudah tau kemana kiranya arah pembicaraan nanti, namun ia ingin Dewi yang memulainya dulu.
"Kamu tentu udah tau apa yang mau aku bicarakan sama kamu. Ini tentang kamu, Mas Gio, juga aku." sahut Dewi terdengar mantap. Luna mengangguk membiarkan Dewi mengatakan apa yang ingin dikatakannya.
"Aku dan Mas Gio udah bertunangan, Lun. Kami juga akan melangsungkan pernikahan tahun depan. Jadi aku harap, kamu jangan lagi teruskan hubungan kalian. Aku anggap kamu gak tahu apapun dan aku udah ikhlas sama apa yang terjadi kemarin sama kalian." ujar Dewi tanpa dengan tatapan lurus ke depan. Kalau boleh bilang, ini semacam peringatan dari Dewi untuknya.
"Iya, aku ngerti. Maaf ya udah lancang mencintai Mas Gio. Aku dan Mas Gio juga gak akan pernah ada hubungan apapun lagi, gak lebih dari sekedar pengawal dan anak Tuan Rafli. Dan aku mungkin gak akan pakai jasa Mas Gio lagi setelah ini, aku akan minta papa untuk menukar pengawal. Mas Gio akan kembali menjadi ajudan papa." sahut Luna setenang mungkin. Dewi menoleh, menatap Luna yang mempesona itu. Bukan hanya lelaki, ia saja mengakui pesona gadis bernama Laluna ini.
"Aku gak mau ada yang kamu tutupin lagi dari aku. Hmmmmm, apa yang kalian udah lakuin di belakang aku kemarin?" tanya Dewi dengan suara bergetar.
Luna menoleh, tidak menyangka akan mendapat pertanyaan ini. Haruskah ia jujur? Bukannya nanti malah akan melukai hati Dewi sendiri? meski Luna dan Gio tidak sampai berhubungan badan, tapi bibir dan dada dan hal lain yang lebih intim hampir setiap hari mereka lakukan. Haruskah ia jujur?
"Jujurlah Lun, aku lebih senang mendengarnya sekarang, dari pada tahu nanti." desak Dewi lagi.
Luna menarik nafas panjang, menghembuskannya kasar kemudian. Berat dan keluh rasanya lidah saat ini.
"Seperti yang aku lihat kemarin, waktu kamu dan Mas Gio di bawah air terjun." sahut Luna akhirnya, ia enggan menjelaskannya secara terperinci. Dewi tentu bisa menjabarkan itu sendiri.
"No make love. Tidak sampai ke sana. meski aku pernah menawari Mas Gio untuk menembus kesucianku." tambah Luna getir. Dewi menatapnya sendu. Luna merasa tidak perlu ada yang ditutup-tutupi lagi. Dewi berhak tau, lagipula ia yang memulai pertanyaan sensitif tadi.
"Lun, tolong lepaskan Mas Gio ya. Walau aku tahu, Mas Gio kini telah mencintaimu, tapi aku tetap tidak rela memberinya untuk perempuan lain, termasuk kamu." ujar Dewi akhirnya.
Luna mengangguk lalu tersenyum kecut.
"Aku mundur Wi, Mas Gio milikmu. Ampuni aku atas kelancanganku kemarin, telah hadir di antara kalian." Luna memeluk Dewi sesaat lalu beranjak meninggalkan gadis itu.
" Bunda, Mas Gio, Luna pamit ya. Mas Gio gak perlu antar, aku akan naik ojek untuk ke penginapan."
Gio menatap nanar Luna yang telah berjalan jauh menuruni jalan. Tidak ada daya upaya ingin mengejar Luna lagi. Luna sendiri telah berurai airmata di belakang tukang ojek yang akan mengantarnya kembali ke penginapan untuk mengambil mobil.
"Sabar atuh neng, lelaki memang begitu suka mainin perasaan perempuan. Makanya saya teh gak suka lelaki." ujar kang ojek berusaha menghibur penumpang cantiknya itu. Luna jadi tertawa kecil mendengar kelakar lelaki yang sudah berumur itu.
Saat sampai di penginapan, Luna segera memberi lima lembar uang seratus ribuan, membuat kang ojek jadi tak enak hati.
"Ambil aja pak, rejeki Ibu di rumah, beli makanan yang enak buat anak-anak ya. Makasih udah hibur saya tadi." ujar Luna sebelum berbalik. Kang ojek tak hentinya mengucapkan syukur seraya mendoakan semua kebaikan bagi Luna yang segera diaminkan gadis itu.
Hari ini Luna mantap akan pulang ke Jakarta, dan ia akan meminta papa untuk tidak lagi menjadikan Gio sebagai ajudannya setelah sampai di rumah nanti.
Menjauh dari mu rasanya sulit.
Jujur, hidupku sedang tak baik-baik saja tanpamu saat ini.
Namun berdekatan denganmu setiap waktu malah akan membuat kita sama tersiksa.
Lebih baik saling menjauh ya, agar kau dan aku juga dia segera pulih dari rasa sakit yang telah tanpa sengaja kita ciptakan.
-Elegi Laluna
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Riska Wulandari
Gio banci
2022-06-02
0
Irmayanti Dara
Salahkan gio yg gk bisa setia sama tunangannya, Luna mana tau gio udh punya tunangan🥺🥺
2022-05-21
0
Purnama Dewi
Jangan lari, Terlukalah biar waktu yang menyembuhkan.
2022-01-13
0