CINTA DAN OBSESI
Laluna melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa. Melewati lorong demi lorong, melewati pintu demi pintu. Ia tidak sabar ingin segera sampai di apartemen kekasihnya, Daniel.
Hari ini Luna telah kembali dari London, setelah melakukan pemotretan untuk sebuah brand baju ternama. Ia tidak sabar ingin bertemu Daniel, lelaki yang telah menjadi kekasihnya lebih dari tiga tahun.
Luna menekan passcode. Ia tahu kode akses apartement Daniel begitu pun sebaliknya. Senyum Luna tercetak saat pintu apartemen terbuka.
Ia melangkah pelan, sengaja ingin memberi kejutan pada kekasih tampannya itu. Namun, suara di kamar yang tertutup membuat Luna menghentikan langkah.
Suara desahan perempuan dan lelaki! Hati Luna terbakar. Namun ia tetap berusaha menenangkan diri. Ia berharap bukan Daniel!
"Oh Jane."
Luna menutup mulutnya. Itu suara Daniel. Dan Jane? itu nama sahabat baiknya. Air mata Luna menetes, rahangnya mengeras. Luna segera menghapusnya kasar.
Luna meraih gagang pintu, dengan sekali sentak, benda itu terbuka. Air mata Luna merebak seirama hatinya yang terbakar amarah membabi buta. Luna meraih vas bunga, dilemparnya benda itu asal saat melihat Daniel bersama sahabat baiknya dalam keadaan polos dan sedang menyatu di atas ranjang.
Daniel segera beranjak, berusaha menenangkan Luna. Sementara Jane hanya tertunduk.
"You *****!!!" erang Luna menunjuk Jane dan Daniel bergantian.
"Luna, im so sorry!" Daniel berusaha menarik gadis itu ke dalam pelukan namun Luna berontak.
"Kita putus!"
Luna berlari, meninggalkan apartement kekasihnya dengan airmata berderai. Tak peduli pada Daniel yang sedang memakai kembali pakaiannya untuk mengejar Luna.
Luna meraih ponsel, ia hanya butuh seseorang untuk diajak bicara saat ini.
"Papa ..." raung Luna setelah ayahnya mengangkat sambungan telepon. "Aku mau pulang."
...****************...
Giovanni menyandarkan tubuhnya di samping mobil mewah yang tadi ia kendarai. Lelaki itu hari ini ditugaskan oleh Tuan Rafli untuk menjemput putri kesayangannya di Bandara.
Gio sudah bekerja sebagai ajudan sekaligus supir pribadi Tuan Rafli sejak dua tahun yang lalu. Lelaki berperawakan tegap dan tinggi itu membuat Rafli tertarik menjadikannya ajudan pribadi.
Gio tidak mengenal Laluna, namun ia pernah mendengar, anak gadis kesayangan Tuan Rafli itu sudah tinggal di Amerika sejak ia lulus dari SMA. Dan saat ini ia hanya punya satu foto yang diberikan Tuan Rafli untuk memudahkannya mengenal gadis itu.
Gio beranjak menuju lobby bersiap menyambut kedatangan Nona muda saat didengarnya suara bahwa pesawat akan segera tiba. Seorang gadis melangkah anggun dengan kacamata hitam bertengger di antara mata dan hidungnya yang mancung.
Gio segera menghampiri gadis itu setelah ia rasa cocok dengan foto yang tadi diberikan oleh Tuan Rafli.
"Nona Luna." Gio mendekati gadis itu.
Luna membuka kacamatanya, sesaat Gio terpanah. Ia melihat gadis cantik dengan mata coklat kelam. Penampilan Luna modis, baju kausnya ketat menonjolkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Rok yang ia kenakan super pendek, membuat siapa saja menelan ludah saat melihat kaki jenjangnya.
Rambutnya berwarna merah burgundry, panjang dan bergelombang dibagian bawah. Ada tato di atas dadanya yang sedikit terbuka. Hidungnya yang mancung berhias tindik. Gadis itu sempurna di mata siapa saja.
"Kamu Mas Gio?" tanya Luna tanpa menoleh, ia membiarkan Gio membawa koper sementara ia mulai berjalan di depan.
"Iya, Nona." sahut Gio singkat. Ia mengikuti langkah Luna yang teratur.
"Papa tadi udah kasih tau aku, kamu yang jemput aku." ujarnya lagi. Gio mengangguk.
Hening.
"Kok gak jawab?" tanya Luna, ia menghentikan langkah lalu berbalik.
"Iya, Nona."
"Kamu gak punya kata-kata lain apa?" ujar Luna kesal.
"Tidak, Nona." sahut Gio. Singkat.
Luna mendengus kesal. Saat ini ia sedang ingin berbicara sekedar mengusir rasa sedihnya karena patah hati. Tapi, supirnya ini bahkan tidak terlalu merespon dirinya.
Bahkan saat berada di mobil, Gio juga nampak fokus menyetir. Luna menatap Gio cukup lama dari belakang. Ia melihat Gio cukup tampan, apalagi tubuhnya juga tinggi dan atletis, kulitnya sawo matang. Namun setelah itu, ia membuang muka. Tidak mau terpesona dengan supirnya itu terlalu lama.
"Aw...." Luna berteriak sembari memegang perutnya. Gio segera menepikan mobil, lalu keluar dan membuka pintu belakang. Ia melihat Luna sudah setengah meringkuk di kursi mobil.
"Ada apa Nona?" tanya Gio khawatir.
"Perutku sakit. Kamu gak lihat?!" pekik Luna sambil terus memegangi perutnya.
"Saya antar ke rumah sakit, Nona."
Baru saja Gio hendak menutup pintu, Luna menarik lengannya.
"Gak usah. Tolong, kamu duduk disini. Aku cuma butuh dipeluk dan dielus perutnya." Luna menatap Gio dengan pandangan berkaca-kaca.
Gio menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus bagaimana. Ia tidak ingin nanti dianggap lancang oleh Tuan besar. Tapi, Luna bahkan tidak melepaskan tangannya sampai sekarang.
Akhirnya dengan berat hati, Gio duduk di belakang bersama Luna. Ia membiarkan saja ketika Luna memeluknya dan meraih telapak tangan Gio, masuk ke dalam kausnya. Gio tersentak, ada rasa bergejolak saat Luna meletakkan satu tangan Gio pada perutnya yang sakit.
"Tolong usap."
Gio menarik nafas panjang lalu mulai mengusap perut rata dan halus itu perlahan. Luna memang sering mengalami sakit perut seperti ini. Kesibukannya sebagai model membuat ia sering lupa makan.
Selama ini, Daniel selalu memeluk dan mengelus perutnya saat sakit itu datang. Memang tidak lantas membuat sakit itu hilang, tapi ia merasa nyaman diperlakukan seperti itu. Dan berangsur-angsur sakitnya akan mereda.
Luna memejamkan mata, mencoba merasakan usapan Gio yang menenangkan. Setelah sakitnya mereda, ia mengangkat wajahnya. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa detik. Gio segera melepaskan pelukan dan juga menarik tangannya dari perut Luna.
"Sudah, Nona?" tanya Gio sambil mengalihkan matanya ke depan. Tidak mau menatap Luna terlalu lama.
"Ya...." jawab Luna pelan. Ia merasa ada yang aneh saat Gio menyentuhnya, lalu ketika mereka saling bersitatap.
Gio segera kembali ke kursi supir. Ia menyetir perlahan. Dilihatnya Luna sudah lebih baik. Namun, Gio merasa ada yang aneh dengan dirinya. Jantungnya masih saja berdegup kencang.
Gio menggeleng, berusaha mengusir semua perasaan abstrak yang datang tiba-tiba saat ini.
"Mas Gio sudah menikah?" tanya Luna memecah keheningan.
"Belum, Nona." sahut Gio tenang.
"Berapa usia Mas Gio?" tanya Luna lagi.
"29 tahun, Nona."
Hening.
Luna menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi mobil. Tatapannya tampak menerawang jauh. Ia terkenang saat Daniel sedang bercinta dengan sahabat baiknya. Airmatanya mengalir. Namun Luna beruntung, setidaknya selama berpacaran dengan Daniel ia tidak kehilangan keperawanan. Meski Daniel berulang kali merayu, Luna tetap bertahan dengan pendiriannya.
Daniel hanya bisa menikmati bibir dan dadanya. Mungkin itulah alasan Daniel selingkuh. Luna menghapus airmatanya.
"Lelaki brengsek!" maki Luna tanpa sadar.
"Maaf, Nona?" tanya Gio ketika mendapati Luna mengumpat.
Luna menatap Gio galak.
"Nyetir aja, Mas. Aku lagi kesal!" tukas Luna sambil membuang muka.
Gio kembali fokus menyetir. Nona muda mungkin sedang dapat tamu bulanan. Jadi lebih banyak galak daripada manisnya. Begitu pikir Gio di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Riska Wulandari
ehhh baru bab 2 udah elus2 aja nih bambang..🤭
2022-06-02
1
re
Mulai
2021-10-29
0
Efrida
br mampir
2021-09-18
0