“Mike...Mike... buka pintunya.” Alvin berteriak dari luar kamar sembari mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. Tangan kirinya menjinjing satu keresek besar penuh dengan makanan dan buah-buahan, juga minuman isotonik.
Mike membuka pintu kamarnya dan menatap dingin ke arah Alvin. “Kamu kenapa disini pagi-pagi? Apa istri kamu gak akan nyariin?” tanya Mike sembari membuka pintu rumahnya lebar-lebar.
“Gak akan marah. Dia tahu kamu sakit, malah aku disuruh bawa ini semua buat kamu. Coba lihat.” Alvin menunjukkan semua bawaannya dan reaksi Mike hanya menggelengkan kepala.
“Kamu benar-benar harus menghabiskan ini semua dalam waktu dua hari. Kalau gak, aku mungkin akan mati ditangan istriku sendiri,” seru Alvin dengan memasang wajah memelas.
“Aku tahu.. tapi sejak kapan Priska berubah menjadi istri yang baik hati?” tanya Mike menyindir.
“Dia itu lebih perhatian sama kamu ketimbang sama aku. Padahal aku ini suaminya. Semua memang gara-gara anak itu,” gerutu Alvin.
“Anak itu?” Mike bingung. Dahinya berkerut.
“Mily.. dia selalu bilang khawatir sama kamu. Makanya aku sama Priska mau ngebantu ngerawat kamu,” celoteh Alvin. Tangan pria itu kini sudah sibuk menaruh barang bawannya kedalam kulkas. “Dua hari yang lalu Mily menelepon Priska. Dia bilang kamu sakit. Niatnya mau kemarin aku datang kesini tapi mau gimana lagi, anak ku rewel seharian.”
“Ternyata dengan menikah bisa bikin kamu lebih dewasa,” puji Mike. “Oia gimana rasanya sekarang jadi seorang ayah?” Mike bertanya mengalihkan topik pembicaran. Sudah dua hari ini pria itu terus teringat dengan wajah Mily.
“Kalau ditanya gimana rasanya jadi seorang ayah. Aku pikir jadi seorang ayah itu benar-benar hebat. Aku baru merasa kalau ada hal yang benar-benar rapuh yang harus aku lindungi. Benar-benar takjub bisa ada kehidupan lain diantara aku dan Priska,” cerita Alvin panjang lebar. “Eits tunggu. Aku kesini bukan untuk menceritakan tentang aku sendiri. Aku kesini justru mau nanya masalah kamu ketemu Mily kemarin gimana?” Alvin menghentikan semua kegiatannya menaruh barang dalam kulkas dan langsung menghampiri Mike yang sedang duduk manis di sofa.
“Gimana-gimana coba ceritain,” desak Alvin. Mike menghela nafas. Rasanya sangat berat setiap harus berkata tentang Mily.
“Gak ada yang perlu diceritain,” seru Mike tak bersemangat.
“Pasti ada yang harus kamu ceritain. Cepetan ceritain.” Alvin semakin bersemangat. Dia tahu betul sikap Mike seperti menutupi sesuatu.
“Aku kemarin cuma ketemu dia di perusahaan. Gak lebih gak kurang”
“Itu sih aku tahu. Maksud aku setelah kalian ketemu apa yang kalian obrolkan? Terus kalian ngapain aja?”
“Aku ngebatalin penerimaan karyawan dia.”
“Haaah?!” Alvin setengah berteriak tak percaya. Sedang Mike menatap wajah Alvin dengan mengerutkan kening.
“Kamu ini benar-benar berdarah dingin memang. Aduh aku kok bisa punya teman kayak kamu,” gumam Alvin. “Mily demi bisa masuk ke perusahaan kamu, dia belajar mati-matian. Dia berusaha supaya bisa ketemu kamu.”
“Ketemu aku?”
“Kamu beneran lupa atau pura-pura lupa? Kamu kan selalu menghindar dari acara makan malam keluarga kamu dan keluarga Mily. Setiap tahun kamu gak pernah datang sama sekali. Kamu selalu kasih alasan kalau kamu sibuk. Sewaktu pernikahan aku sama Priska kamu juga gak mau datang. Terus terang aku benar-benar gak paham kenapa kamu terus menerus menghindar dari Mily. Bukannya kamu pernah cerita sepuluh tahun yang lalu dia pernah mengungkapkan perasaannya ke kamu. Harusnya kamu senang dong tapi kenapa kamu malah nyakitin dia gini?” penjelasan Alvin membuat Mike tak bisa berkata apa-apa.
“Aku masih ingat. Sepuluh tahun lalu selepas kamu pergi, kondisi Mily benar-benar bikin bulu kuduk ku berdiri. Dia seperti mayat hidup. Apa tuh namanya?”
“Zombie.”
“Iya iya zombie. Setiap hari aku, Ana dan Priska selalu main kerumahnya. Baru pulang kalau sudah malam. Kadang kita bertiga menginap dirumahnya juga.”
“Kamu menginap juga???” Mike tak percaya.
Alvin mengangguk. “Jangan berpikir yang macem-macem. Aku tidur di sofa ruang keluarga. Ana sama Priska yang tidur dikamarnya Mily. Kamu harusnya berterima kasih sama aku, Priska dan Ana. Kita bertiga kerepotan gara-gara ulah kamu. Sekarang aku mau nanya sama kamu, coba jujur. Sebenarnya sekarang itu perasaan kamu ke dia itu gimana?”
Mike tampak menggigit bibir bawahnya. Pria itu terlihat bingung. Dia sama sekali tak mengerti dengan perasaannya sendiri jadi kalau dirinya sendiri tak mengerti bagaimana mau menjelaskan ke orang lain?
“Jangan bahas itu lagi aku pusing.”
“Lihat-lihat.. kamu selalu menghindar. Kalau aku gak salah ingat kamu marah sama dia karena kamu gak sengaja dengar obrolan dia sama Mamanya kan? Waktu itu Mily bilang dia gak akan mungkin suka sama kamu dan kamu bukan tipe cowoknya dia. Itu aja kan? Tapi kenapa kamu masih marah sampe sekarang? Aku bingung.”
“Memang sesederhana itu. Tapi coba kamu pikir, saat kamu suka sama satu orang tapi orang itu sudah jelas-jelas bilang kalau dia gak suka sama kamu apa kamu masih harus bertahan terus disampingnya? Yang ada hati kamu makin sakit kalau harus ngeliat dia terus.”
“Jadi cuma karena itu? Tapi kan Mily udah bilang dia suka sama kamu”
“Aku tahu. Tapi aku pikir dia belum benar-benar mengerti dan waktu itu aku sudah punya keputusan sendiri.”
“Mike, kamu mungkin pernah mendengar kalimat ini ‘ketika kehilangan maka kamu akan mengerti arti memiliki’. Kalimat itu mungkin bisa untuk menggambarkan kondisi Mily sepuluh tahun lalu.”
Mike terdiam.
**
“Kriiiing..kriiiing..kringgg.” Bel pintu berbunyi nyaring. “Sebentar,” sahut seorang perempuan dari dalam rumah. Pintu terbuka dan tampaklah Mily berdiri disana sembari memegang ponselnya.
“Kamu kesini kok gak bilang-bilang?” tanya Priska.
“Apa Ana udah nyampe?” tanya Mily.
“Sudah dari tadi, dia dibelakang tuh lagi bantu mandiin Javier. Sini kamu duduk dulu,” seru Priska. Mily pun mengikuti intruksi temannya itu.
“Ngomong-ngomong gimana setelah kamu ketemu langsung sama Mike kemarin ini?”
“Gak gimana-gimana. Oh iya apa yang aku minta tolong kemarin sudah kamu lakuin?”
“Sudah. Sudah beres. Aku sudah mengirim suamiku kerumahnya. Aku juga sudah masakin buat dia sepuluh kotak ditambah buah-buahan segar. Kamu puas?” tanya Priska sembari tersenyum.
“Ehmm kamu memang teman paling baik” Mily langsung memeluk Priska dan mencium pipi temannya itu.
“Eits putri cantik kita sudah ada disini,” seru Ana saat melihat Mily. Ana baru saja selesai memandikan Javier. Gadis itu masih menggendong anak Priska dan Alvin sambil menepuk-nepuk punggungnya pelan.
“Aku juga mau gendong donggggg...”Mily tampak iri. Dengan sangat hati-hati Ana memberikan Javier pada Mily. Mily menimang bayi yang baru berusia lima bulan itu dalam pangkuannya. “Aduh kamu ganteng banget,” ucapnya lirih sambil mengerjip-ngerjipkan matanya pada Javier.
“Anak siapa dulu..”Priska merasa begitu bangga. “Kalau menurut kamu anak ku ganteng, lebih baik kamu lepasin Mike. Aku mau kok menerima kamu jadi menantuku,” canda Priska.
“Eih iya kamu sama Mike katanya sudah ketemu tatap muka? Apa yang terjadi selanjutnya?” Ana merasa penasaran.
“Ya seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya. Aku mendadak di eliminasi, padahal jelas-jelas aku sudah diterima. Dia ini kenapa sifatnya berubah drastis gitu. Dia bilang kalau perusahaannya Cuma menerima karyawan dengan high quality.”
“Dia ngomong gitu? Itu sama saja dia mengatakan kamu berkualitas rendah,” seru Ana kaget.
“Wah keterlaluan.. harusnya aku kasih obat pencahar ke masakanku sebelum dikirim tadi..Aishhh.” Priska tampak kesal.
“Kalian berdua jangan ngomong gitu. Awalnya aku juga marah, tapi sewaktu aku liat dia sakit aku juga merasa sakit. Dari kecil Mike yang selalu merawat aku, kalian juga tahu kan. Sekarang, sewaktu dia sakit aku malah gak bisa ngerawat dia. Tapi aku heran kayaknya dia sekarang sering sakit.”
“Kamu tahu dari mana kalau dia sering sakit?” tanya Ana.
“Sewaktu aku marah datang ke kantornya, aku dengar dokter pribadinya bilang ‘jangan sampai aku lihat nama sekertarismu dipanggilan masuk kurang dari dua minggu’ berarti sebelumnya dia sering sakit kan?”
“Sebenarnya satu bulan yang lalu dia pernah masuk rumah sakit. Kalau gak salah ingat dia rawat inap empat hari,” celetuk Priska.
“Kamu kenapa gak cerita?” tanya Mily.
“Waktu itu Alvin bilang supaya aku jangan kasih tahu kamu. Supaya kamu tahu aja, Alvin bilang Mike lagi benar-benar sibuk. Dia nyaris gak punya waktu buat istirahat. Proyek yang direncanain dari dua tahun lalu mau direaliasikan dalam waktu dekat. Jadi dia pasti lagi punya banyak tekanan."
“Proyek apa?” tanya Mily semakin penasaran.
“Proyek pembangunan rumah sewa untuk pasangan muda yang baru menikah dan masih belum punya uang buat beli rumah. Kamu gak tahu?”
Mily menggeleng.
“Mike udah punya ide ini dari lama. Kalau gak salah dulu Alvin cerita pas zaman kita masih kuliah semester-semester awal. Dan gak lama setelah dia resmi menjabat sebagai presiden direktur menggantikan kakeknya, barulah dia mulai merancang proposalnya.”
“Dia benar-benar berusaha keras mewujudkan mimpinya. Hebat.” Ana berdecak kagum.
“Apa kalau aku sekarang berusaha untuk menemui dia itu akan mengganggu?"
“Jelas gak.” jawab Priska cepat.
“Bukannya kamu bilang dia lagi sibuk banget.”
“Memang dia sibuk. Tapi sesibuk-sibuknya, serumet-rumetnya saat kita lihat orang yang kita suka pasti bakal tetap senang." Priska menyemangati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
BELVA
absen mlm datang nih
2021-01-31
1
zsarul_
hai thorr aku mampir lagi nihh 🤗
semangatt yaa
yuk baca lagi cerita aku yang judulnya CONVERGE!!
ada part baru lohh 😍
mari saling support thorr ❤️
thanks
2021-01-23
1
Mei Shin Manalu
Mampir lagi akuuhh
2021-01-22
1