Little Rainbow
“Sayang, mulai saat ini Mike akan jadi saudara kamu ya. Kalian berdua harus akur pokoknya. Kamu jangan sekali-sekali menindas Mike. Mengerti?” seru seorang pria sedikit membungkuk, berbicara dengan seorang anak perempuan kecil berusia delapan tahun. Pria itu terus menggenggam lengan anak laki-laki yang bernama Mike. Wajah Mike terlihat sedih dan murung berbanding terbalik dengan wajah gadis kecil dihadapannya. Gadis kecil itu berkali-kali mengedipkan matanya.
“Papa. Kenapa dia tiba-tiba jadi saudaraku? Apa dia tidak punya keluarga?” tanya gadis kecil itu sembari menunjuk anak laki-laki yang menatapnya. Sang papa menatap istrinya, memintanya membantu menjelaskan.
“Mily sayang. Untuk sementara waktu orang tua Mike menitipkan dia di keluarga kita. Orang tuanya sekarang sedang benar-benar sibuk karena pekerjaan. Dan Mama ingat kamu selalu bilang kalau kamu kesepian karena tidak ada teman di rumah. Sekarang Mike bisa jadi teman main kamu. Kamu tidak akan bosan lagi.” Sang istri menjelaskan dengan menutupi beberapa hal yang mungkin akan membuat Mike semakin sedih. Sedang Mike, bocah laki-laki itu tahu kalau orang tuanya sudah pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.
“Oke.. Mulai sekarang kamu jadi saudaraku ya. Kamu harus selalu menemani aku. Kapanpun dimanapun.” Gadis kecil bernama Mily itu mengangkat tangannya lalu menyodorkan jempolnya. “Cap dulu,” serunya lagi.
Mike tampak kebingungan tak mengerti maksud ucapan Mily. “Begini..” Mily meraih tangan Mike dan menempelkan ibu jari anak laki-laki itu ke ibu jari miliknya. “Okay, karena sudah di cap kamu tidak boleh ingkar janji,” seru Mily kecil riang.
Mamanya mengelus pelan rambut putri tunggalnya. Kekhawatiran mereka sirna seketika melihat Mily bisa menerima kehadiran Mike yang tiba-tiba dalam keluarga mereka.
**
Sudah bertahun-tahun setiap pagi selalu dilalui dengan kegaduhan. Hampir setiap hari suara teriakan Mily menggema dirumah sederhana miliknya. “Mike buka pintunya,” teriak Mily dari luar pintu kamar. “Mike,” jeritnya lagi. Tangannya tak henti-henti menggedor pintu kamar Mike.
Tak lama pintu itu terbuka. Seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahun terlihat rapih dengan setelan putih abu yang dikenakannya. Kaca mata berbingkai hitam terpasang di wajah putihnya. Rambutnya sudah disisir rapi. “Ada apa? Jangan bilang kamu belum mengerjakan tugas untuk hari ini?” tanya Mike datar. Mily menganggukkan kepala tanda membenarkan ucapan Mike.
“Tolong bantu kerjakan tugas ku. Please...” Mily memasang wajah memelas. Gadis itu tahu jika Mike akan selalu membantunya seperti hari-hari sebelumnya.
“Kamu mau sampai kapan malas kayak gini?” tanya Mike. Tangannya sibuk membalik setiap lembar kertas dari buku yang disodorkan Mily barusan. “Yang ini,” seru gadis itu sembari menunjuk tanda berbentuk hati di buku pelajarannya. Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Mike, karena hampir setiap hari juga Mike akan bertanya seperti itu.
“Duduk disini.” Mike menarik pelan kursi belajar yang biasa dipakainya. Mily langsung duduk dan menyiapkan buku serta bolpoin untuk mencatat setiap ucapan yang akan keluar dari mulut Mike.
“Mily, Mike kalian berdua belum berangkat? Nanti telat loh,” seru mamanya mengingatkan.
“Ini udah lagi beresin buku Ma,” jawab Mily menimpali.
Mike yang sudah rapi sedari tadi langsung bergegas keluar kamar. “Om, Tante aku pergi dulu,” serunya melangkah pergi. “Hati-hati,” timpal mama Mily.
“Ehhhh tunggu aku. Ma, Pa aku berangkat,” teriak Mily sambil berlari mengejar Mike yang sudah pergi terlebih dahulu.
Mike berjalan pelan karena tahu Mily pasti akan berlari mengejarnya. Gadis itu paling benci berangkat sekolah sendirian. “Lima... empat.. tiga.. dua... satu...” gumam Mike pelan. “Kenapa kamu jalan cepat sekali.” Mily mengomel sambil memegangi tangan kanan Mike. Gadis itu masih berusaha mengatur nafasnya sementara Mike terdiam dan menatap gadis di hadapannya. Wajah gadis itu tampak sedikit memerah karena berlari. Tapi, dimata Mike wajah Mily yang seperti itu mampu membuat jantungnya berdegup lebih kencang.
“Kenapa setiap hari kamu selalu bikin aku lari pagi?” protes Mily sembari melepas pegangan tangannya pada tangan Mike.
Mike masih tetap diam dan hanya memandanginya. “Apa ada sesuatu di mukaku? Atau ada kotoran dimataku?" tanya Mily polos sambil meraba-raba wajahnya. Mike tidak menanggapi pertanyaan Mily. “Kamu udah kelas tiga SMA masih belum bisa mengikat tali sepatu dengan benar,” seru Mike tiba-tiba. Nada bicaranya terdengar lembut dan penuh perhatian tanpa nada menghakimi.
“Ohh..”Mily membenarkan. “Selama ada kamu aku gak perlu khawatir,” ucap gadis itu lagi sambil tersenyum. “Mike, setiap kamu mengikat tali sepatuku, teman-teman dikelas selalu iri,” celoteh Mily riang. “Dan itu satu-satunya hal yang membuat aku senang karena teman-teman kelasku bilang mereka iri aku punya saudara seperti kamu. Tapi seharusnya aku yang iri sama mereka karena nilaiku selalu paling jelek di kelas,” seru gadis itu lagi dengan wajah muram.
“Kalau ingin dapat nilai bagus, kamu harus belajar. Jangan terus menerus mengobrol selama jam pelajaran. Simak apa yang di bicarakan guru di kelas,” Mike menasihati pelan. Dia sudah tidak ingat seberapa banyak dirinya menasihati Mily, tapi tetap gadis itu selalu mengandalkannya.
“Aku tahu. Tapi Mike, kamu harus terus bantu aku kerjakan tugas. Kamu kan udah janji,” jawab gadis itu santai sembari merangkul lengan kanan Mike dan berjalan pelan menuju sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
coni
Semangat upnya Thor🥰
Like ku udah melayang tuh
Ditunggu feedback nya ya 😁
salam "ANGKASA: Salam penghuni bumi"
2021-03-26
1
Leni Cantik
tak boleh
2021-03-14
1
ᶠᴮʳ͢°nɥɔ͠ɐɔᴉʌ٭🌀⃟
boomlike mendarat thor
2021-03-12
1