Dengan langkah gontai dan tidak bersemangat, Dimas memasuki sebuah rumah minimalis. Karena sudah menjelang larut malam, sebagian lampu di rumah itu telah padam, membuat pencahayaan remang-remang. Dimas melangkahkan kakinya pelan-pelan. Namun, saat akan melewati ruang tamu, dia mendapat sambutan yang luar biasa.
PLAK PLAK PLAK
"Aduh, Ibu ampuni aku! Jangan pukul lagi, Bu! Ini aku, anakmu!" teriak Dimas sambil menahan sakit di punggungnya akibat dipukul sang ibu dengan gagang sapu.
"Dari mana saja kau? Ini hampir larut malam dan kau baru pulang. Beberapa hari ini kau sangat sering pulang larut malam. Apa yang kau lakukan di luar sana?" bentak wanita itu.
"Aku bekerja, Ibu. Tenanglah, aku tidak akan mabuk-mabukan lagi seperti dulu." Dimas masih belum bangkit dari posisi berlutut di hadapan ibunya.
"Benarkah?" Wanita paruh baya itu meneliti setiap bagian tubuh anaknya, sesekali mengendus bau tubuh Dimas. Ibu baru merasa lega saat tidak mendapati bau minuman di tubuh anaknya itu. "Benar juga," ucapnya sambil meletakkan kembali gagang sapu itu ke tempatnya.
Ya ampun, sepertinya aku akan menghadapi dua wanita dengan karakter yang sama. Ya, ibu sama menakutkannya seperti Anita. Mereka akan bekerja sama membantaiku. batin Dimas.
Dimas kemudian berdiri dari posisi berlututnya.
"Kenapa Ibu belum tidur? Ibu sudah makan dan minum obat, kan?" tanya Dimas hendak memastikan.
"Sudah. Rina membuat makanan yang sangat enak. Ayo, ibu temani kau makan. Kau pasti belum makan." Wanita itu menggandeng anaknya masuk ke ruang makan.
Jika biasanya Dimas sangat banyak bicara, maka malam itu sangat berbeda. Dia lebih banyak diam.
Ibu memperhatikan anak semata wayangnya yang lain dari biasanya. Dimas yang kesehariannya sangat pecicilan dan ceria terlihat sedang memendam beban. Bahkan laki-laki itu menyantap makanannya dengan tak bersemangat.
"Ada apa? Kau ada masalah? Wajahmu sangat murung."
"Tidak apa-apa, Ibu. Ada sesuatu yang ingin aku beritahu pada Ibu," ucap Dimas sesaat setelah menghabiskan makananya.
Dimas merangkul ibunya menuju ruang keluarga. Wanita itu sudah menduga-duga sesuatu sedang terjadi pada anaknya. Dimas mendudukkan ibunya di sofa, lalu ikut duduk di sebelahnya.
"Ibu, aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Dimas dengan wajah serius membuat sang ibu merasa curiga.
"ada apa?"
Sejenak, Dimas terdiam hendak mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan sesuatu yang akan membuat ibunya terkejut.
"Aku akan menikah, Bu," ucap Dimas. Wajah wanita itu pun mendadak bahagia mendengar ucapan anaknya. Sudah sejak lama wanita itu ingin mendengar kalimat itu keluar dari mulut anaknya. Namun, di usianya yang sudah menginjak 31tahun. Dimas tak kunjung bertemu jodohnya.
"Menikah?" tanya ibu dengan wajah berbinar.
"Iya, Bu. Aku akan menikah,"
"Kau sudah melamar Mia?"
Seketika wajah Dimas berubah mendengar nama Mia disebut. Ibunya memang sangat menyukai sosok Mia. Sudah sejak lama wanita itu menginginkan Mia menjadi menantunya. Namun, hingga beberapa tahun mengenal Mia, Dimas sama sekali tidak punya keberanian menyatakan perasaannya pada gadis pujaannya itu.
Bagaimana aku katakan pada ibu bahwa gadis yang akan menikah denganku bukan Mia, tapi Anita. Ibu kan tidak begitu menyukai Anita. batin Dimas.
"Dimas? Kenapa kau tidak memberitahu ibu kalau kau mau melamar Mia?"
Dimas menatap dalam-dalam wajah ibunya yang terlihat begitu bahagia. Laki-laki itu begitu tidak tega mematahkan harapan sang ibu.
"Bukan dengan Mia, Bu. Tapi dengan orang lain," ucap Dimas.
Ibu sangat terkejut mendengar ucapan anak lelakinya itu. Setahunya, Dimas sangat mencintai Mia sejak lama. Dan, Dimas bukanlah tipe laki-laki yang mudah jatuh cinta. Wanita itu pun meneliti wajah anaknya yang terlihat gundah. Dan, akhirnya kesalahpahaman terjadi. Sontak, ibu melayangkan pukulan ke tubuh anaknya itu.
Plak plak!
"Awh... Sakit, Bu!" Dimas meringis memegangi lengannya.
"Apa kau menghamili anak orang sehingga kau terpaksa menikah?" tuduh ibu. Dimas menganga tak percaya dengan tuduhan yang dilayangkan sang ibu padanya.
"Tidak, Bu! Bukan begitu. Aku..."
"Cepat katakan siapa gadis itu?" bentak ibu sambil menaikkan tangannya, seolah akan melayangkan pukulan lagi.
"Ampuni aku, Bu... Jangan salah paham dulu!Aku tidak menghamili anak orang."
"Lalu kenapa kau tiba-tiba akan menikah tanpa berencana terlebih dahulu, kalau bukan karena ada apa-apa?" Ibu kembali memicingkan matanya menatap Dimas.
Laki-laki itu pun mengusap dadanya. Berharap Tuhan memberinya kesabaran lebih.
"Aku punya alasan, Bu! Tapi aku bersumpah bukan karena aku merusak masa depan anak orang. Percayalah pada anakmu ini," ucap Dimas berusaha meyakinkan.
"Baiklah, siapa gadis itu? Apa ibu mengenalnya?"
Dimas pun mengangguk pelan, "Iya, Ibu mengenalnya. Ibu sudah pernah bertemu dengannya beberapa kali. Gadis itu adalah... Anita."
DUARRRRR
Bagai petir menyambar di siang bolong. Wanita itu sama sekali tidak menyangka Dimas akan menikah dengan sosok Anita. Seorang gadis yang tidak begitu disukai oleh wanita paruh baya itu.
"A-apa kau bilang... Anita?" tanya ibu terbata-bata.
"Iya, Bu. Aku akan menikahi Anita," jawab Dimas takut-takut.
Ibu masih belum percaya dengan apa yang didengarnya. Anita sangat berbeda dengan sosok Mia. Jika Mia adalah seorang gadis sederhana dan polos, berbeda dengan Anita yang merupakan seorang gadis yang selalu berpenampilan elegan dan kadang terlihat begitu sombong.
"Tapi... Kau kan tidak mencintai gadis itu. Bagaimana kau bisa menikah dengannya?"
Dimas kemudian berusaha menjelaskan pada ibunya, bahwa Anita tidak seburuk apa yang dipikirkannya. Namun, penilaian ibu terhadap Anita bagai sudah mendarah daging. Terlebih, Dimas pernah mengatakan pada sang ibu bahwa Anita adalah seorang janda.
"Bukankah dia itu janda? Di luar sana banyak gadis yang lebih baik. Kenapa harus Anita?"
"Bu... Aku tidak begitu mementingkan statusnya. Janda atau pun bukan, sama saja bagiku. Aku sudah memutuskan akan menikah dengannya. Tolong terima Anita."
Ibu menatap Dimas dengan perasaan sedih dan kecewa. Namun, untuk pertama kalinya, wanita itu melihat Dimas serius saat berbicara.
"Baiklah." ucapnya kemudian.
"Terima kasih, Bu..."
Setelah meminta izin ibunya untuk menikahi Anita, Dimas kembali ke kamarnya dengan perasaan berkecamuk. Laki-laki itu memasuki sebuah ruangan kecil yang menyatu dengan kamarnya. Menatap setiap sudut dinding ruangan itu yang oenuh dengan foto Mia. Foto yang diambil secara sembunyi-sembunyi, entah dari jarak dekat atau pun jarak jauh. Selama beberapa jam, Dimas terus memandangi foto-foto itu, sampai akhirnya tersadar dari lamunannya.
"Maafkan aku, Mia. Aku harus melupakanmu. Selama ini aku bekerja keras hanya untuk bisa layak berada di sisimu. Aku meninggalkan dunia hitamku, hanya karenamu. Baru saja aku ingin mengutarakan perasaanku, tapi aku sudah harus melupakannya." gumamnya.
Dimas menurunkan semua foto yang menggantung di dinding ruangan itu, lalu memasukkannya ke dalam karung, kemudian membawanya ke taman belakang rumah.
Dengan perasaan sedih, Dimas membakar semua foto Mia yang selama ini disimpannya. Tanpa disadari oleh Dimas, ibu yang terbangun malam itu, mengintip dari balik jendela. Wanita itu melihat Dimas sedang memasukkan beberapa benda ke dalam kobaran api.
****
Keesokan harinya di gedung kantor pusat Kia Group.
Dimas melangkahkan kakinya menuju ruangan sang bos yang berada tidak jauh dari ruangannya. Zian baru saja tiba di kantor. Sang bos besar itu datang terlambat dengan seenak jidatnya karena bermain dulu dengan anaknya.
"Bos, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Dimas sesaat setelah memasuki ruangan sang bos.
"Ah, Dimas... Duduklah! Aku juga ingin bicara denganmu." Zian kemudian menginstruksikan pada sekretarisnya agar tidak ada yang masuk ke ruangannya sebelum pembicaraannya dengan Dimas selesai, kemudian ikut duduk di sofa berhadaoan dengan Dimas.
"Bos, aku... Aku sudah memikirkannya. Aku akan menikahi Anita," ucap Dimas.
Zian tersenyum mendengar ucapan orang kepercayaannya itu, namun sesaat kemudian wajahnya terlihat sedih.
"Maafkan aku, Dimas. Aku sudah memaksamu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya. Untuk melindungi Anita, aku sudah egois dengan mengorbankanmu. Tapi kau tahu, kan... Betapa berartinya Anita bagiku. Kau satu-satunya orang yang aku percaya untuk bisa menjaganya."
"Aku mengerti, Bos! Kau sudah memberiku banyak hal dalam hidupku. Walaupun kau meminta nyawaku sekalipun, akan aku berikan," ucap Dimas.
"Terima kasih, Dimas. Kalau begitu, aku akan meminta Rama untuk mempersiapkan pernikahan kalian. Aku juga sudah bicara dengan Anita. Dan dia setuju."
Glek!
Dimas susah payah menelan salivanya. Memikirkan sang monster betina yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Bayangan-bayangan Anita yang mengancamnya dengan senjata api menari-nari di benak laki-laki itu.
"Bos, bisakah kau menjamin Anita tidak akan menembakku dengan senjatanya. Aku tidak mau mati di tangan seorang wanita, Bos." suara Dimas kembali terdengar getir membuat Zian tertawa.
"Ternyata kau belum mengenal Anita dengan baik. Tenang saja. Dia tidak semenyeramkan yang ada di pikiranmu," ucap Zian dengan santainya. "Kau tahu, dia sangat ketakutan sekarang. Sejak pertemuannya dengan Kenzo hari itu, dia tidak pernah keluar rumah. Bahkan ke kantor saja dia tidak mau. Aku harus secepatnya memastikan Kenzo tertangkap. Hidup atau mati."
"Baiklah, Bos! Aku hanya akan butuh stetoskop untuk selalu memeriksa detak jantungku. Jangan sampai detak jantungku berhenti tanpa aku sadari."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
🦋🦋 Lore Cia 🦋🦋
🤣🤣🤣😭
2024-08-01
2
🦋🦋 Lore Cia 🦋🦋
😆🤣
2024-08-01
0
Sweet Girl
Nasibmu ada di tangan Anita, Dim...🤣🤣🤣🤣
2024-06-27
0