"Seorang anak iblis?" Homura terkejut bahwa ia bisa melihat seorang anak iblis yang berkeliaran di daerah Legenia, biasanya tidak ada satupun iblis yang berani mendatangi Legenia.
Selvia mulai mundur ketakutan melihat Homura. "Jangan takut, Selvia! Mamaku baik hati juga kok!" Methode tersenyum. Homura melirik kepada Shira. "Kamu menemukannya?"
"Dia tadi disiksa oleh kedua legenda bajingan yang tidak memiliki hati sama sekali." Ucap Shira dengan sangat kesal. Selvia mulai ketakutan dan juga kelaparan. "Hmmm... Hmmm..."
Homura memberi Methode kepada Shira, lalu Shira menggendong Methode. "Tidak apa-apa, nak... Aku tidak akan melukaimu..." Homura berlutut, lalu ia memegang tubuhnya yang terasa lemah. "Keluargamu kemana?" Homura bisa merasakan betapa lemahnya tubuh Selvia.
"Mereka... Mati... Dibunuh oleh pangeran legenda..." Selvia mulai bersedih. "Aku turut berduka cita---"
KRUUTT!!!
Perut Selvia mulai berbunyi dengan sangat keras. "Ahhh..." Selvia memegang perutnya. "Kamu lapar ya?" Homura tersenyum, lalu ia bangkit dari tanah.
Methode tiba-tiba turun dari pangkuan Shira, ia langsung menghampiri Selvia dan memberinya sate naga. "Makanlah! Enakloh!" Methode tersenyum. Selvia tanpa berpikir dua kali langsung mengambil itu dan memakan sate tersebut dengan sangat lahap. "Terima kasih..." Selvia tersenyum.
Shira dan Homura mulai berdekatan dan berdiskusi. "Gimana nih...? Aku gak tega meninggalkan seorang anak setengah iblis sendirian..." Ucap Homura dengan sangat khawatir.
"Aku juga. Dan juga... Methode dan Selvia terlihat sudah seperti teman saja, bahkan adik-kakak... Mereka mulai merasa aman kepada satu sama lain."
"Gimana kalau kita adopsi Selvia?" Shira melirik kepada Homura.
"Aku setuju kalau begitu." Homura mengangguk. Ia melirik kepada Selvia. "Selvia, jika kamu tidak mempunyai keluarga lagi... Gimana kalau kamu tinggal bersama kita? Menjadi keluarga Shiratori. "
"B-Boleh kah...? Tapi bisakah kakak menghilangkan pikiranku tentang Mama dan Papaku yang terbunuh itu...?" Ucap Selvia dengan wajah sedihnya.
"Ahhh... Tentu." Homura mengangguk dan mengenal seseorang yaitu Korrina yang dapat menghapus pikirannya. Bahkan ia bisa jadi anak dari Homura dan Shira oleh sihir Korrina.
"Kita bisa sepertinya menjadikan Selvia anak kedua kita." Homura tersenyum. "Hm..." Shira melirik ke arah lain.
Shira tiba-tiba terkejut, lalu ia menatapnya"Apa maksudmu, Homura!?"
"Kamu lupa tentang nenekku?" Tanya Shira.
"Ahh...? Korrina... dewi dari segalanya ya...?"
"Hmm." Homura mengangguk.
Beberapa menit kemudian, di dalam ruangan VIP. Shira dan Homura membawa Selvia bertemu dengan yang lain. Rina langsung terkejut melihat seorang ras setengah iblis. "Seorang iblis...? Dan dia juga memiliki darah legenda...!?"
Selvia mulai sembunyi di belakang Shira dengan ketakutan, tetapi Methode menggenggam tangannya.
"Homura, Shiratori... Apa maksudnya dari semua ini?" Tanya Korrina.
"Tunggu..." Homura menghampiri Selvia. "Selvia~"
"Hmmm...?" Selvia menatap kedua mata Homura. "Gimana kalau Selvia menjadi anak kedua kita? Kamu bisa jadi adik Methode loh--"
"Selvia inginnya begitu... Papa bilang bahwa Selvia harus mencari sebuah keluarga baru... Dimana mereka mencintaimu lebih dari apanya... Dan juga..." Selvia melirik kepada Methode. "Methode ini sangat baik hati sekali."
"Papa dan Mama, sebelum mereka dibunuh... Mereka mengatakan... Carilah sebuah keluarga..." Selvia menangis.
"Hmmm~" Methode memeluk Selvia dengan senyuman. "Bukan hanya itu loh, Selvia... Sebenarnya nenek ini adalah dewi dari segalanya." Homura menunjuk Korrina.
Selvia melirik kepada Korrina, Korrina tersenyum lalu ia menghampiri Selvia. "Selvia, kamu benar ingin menjadi keluarga kakak ini?" Korrina menunjuk Homura.
"Hmm..." Selvia mengangguk.
"Caranya beresiko besar loh... Aku harus menghapus kenangan dan pikiranmu tentang Papa dan Mamamu sebelumnya, lalu mengubahnya menjadi pikiran di mana Shiratori dan Homura itu Papa dan Mamamu."
Shira terkejut mendengarnya. "Dia bisa melakukannya!?" Shira melirik kepada Rina. "Apa yang kamu harapkan dari Mamaku?"
"Boleh... Selvia tidak mau selalu bersedih..." Selvia mengangguk.
"Dan juga, bukan hanya itu... Kamu juga akan memiliki darah dari Homura dan Shiratori agar kamu benar-benar putri kedua mereka, mau?"
"Lakukan. Selvia tidak mau memikirkan Papa dan Mama dulu..." Selvia merasa sangat bersedih.
Korrina melirik kepada Shira dan Homura dengan wajah yang sangat serius. "Homura, Shiratori... Berikan sedikit darah kalian."
"Ehh? Serius---"
Rina tiba-tiba menusuk lengan kanan Shira dengan tusukan crimson yang tajam. "Awww! Sakit, Rina!"
"Hehehe... Maaf." Rina memasukan darah itu ke dalam bola aura. "Ini, Mama." Homura melempar bola aura apinya kepada Rina. Rina menangkapnya.
"Ayo mulai..."
Homura menggendong Methode, lalu ia menjauh dari Selvia. "Kenapa, Mama?"
"Ini hanya sebentar." Homura menghampiri Rina dan Shira dimana tempat itu cukup jauh dari Selvia.
Sebuah simbol dewi mulai muncul di bawah Selvia. Rina melempar kedua bola aura itu kedalam simbolnya. "Ini hebat sekali..." Shira terkesan.
"Homura, Shiratori... Kalian pikirkan dengan baik-baik ya bahwa merawat anak setengah iblis itu susah... Beberapa dari Legenda yang tinggal di kota ini membenci sebuah iblis, cobalah untuk menghalangkan tanduknya itu."
"Baiklah." Jawab mereka.
Rina mulai berpikir. "Aku masih bingung kenapa tanduknya hanya satu yaitu di kanan dan juga mata kanannya dihalang oleh penghala mata." Homura melirik kepada Rina. "Yahhh... Kita akan menjaga Selvia dengan semua kekuatan kita, bahkan... Aku dan Shira sudah memiliki keluarga dengan 3 Legenda..." Homura tersenyum.
"Aku juga akan bantu!" Methode mengacungkan tangannya. "Hmm!" Homura tersenyum, lalu mencium pipinya.
Rina tersenyum, lalu ia melihat wajah Methode. "Jaga ya adik barumu itu~"
"Hmm! Serahkan padaku!" Methode tersenyum. Rina terkekeh, lalu ia mengusap rambutnya.
Shira tersenyum, ia melihat kedua lengannya. "(Aku mempunyai putri keduaku... Tujuanku hanyalah menjadi yang terkekuat dan melindungi Yuusuatouri.)" Ucap Shira dengan sangat serius.
Korrina berhenti menunjuknya, simbol yang diinjak oleh Selvia mulai menghilang. "Berhasil. Homura, Shiratori, silahkan menyapa putri kedua kalian."
Homura dan Shira menghampiri Selvia dengan wajah yang serius.
"Selvia..." Homura tersenyum. Selvia membuka kedua matanya, lalu ia menoleh kepada Shira dan Homura dengan wajah yang terkejut. "Mama...? Papa...?"
Shira menghampiri Selvia lebih dekat. "Iya, Selvia... Ini Papa..." Shira tersenyum.
"PAPA!!!" Selvia tersenyum, lalu ia memeluk Shira dengan sangat erat. Shira menyukai setiap momen-momen ini tapi dia juga masih memiliki firasat buruk tentang Iblis kuat yang bernama Rxeonal akan datang dan menghancurkan kota Legenia.
Setiap detik... Itu adalah setiap dimana Shira harus fokus berlatih dan berbicara untuk mengikat talinya bersama keluarga yaitu Homura, Methode, dan Selvia. Tahap pertamanya untuk menjadi kuat ialah memenangi pertandingan liga Legenia ini dengan semua kekuatannya.
Setelah beberapa hari kemudian, setiap tengah malam Shira selalu berlatih dengan Rina, ia ingin sekali menjadi Legenda yang sangat layak bagi Rina, tetapi dia masih tidak berpikir bahwa Shira ini belum cukup layak.
CLAAANG!!!
Rina berputar, lalu ia menendang perut Shira. Shira terdorong mundur. "Tendangan yang cukup kasar juga..." Shira mengusap darahnya.
"Hmph... Dimana legenda layak yang kamu bicarakan, Shiratori?" Rina tersenyum.
"Kau melihatinya sekarang juga, Rina."
"Aku belum cukup percaya." Rina bergerak dengan sangat cepat menghampiri Shira, lalu ia mulai memukulinya dengan sangat cepat.
BAKKK!!! BAKKK!!! BRAKKK!!!
Shira menahannya dengan pedangnya. Ia tiba-tiba langsung menendang perutnya dengan sangat cepat hingga Rina terdorong. Shira bergerak menghampiri Rina
Rina menembak beberapa elemen api dan cahaya kepadanya, tetapi Shira menebasnya dengan sangat cepat. "HEXA POWER DISC!!" Pedang Shira bersinar, lalu ia mundur dan menyerangnya dengan cara charge.
"Ahh---"
BAAAAAAAAMMMMMMMMMMMMMMMMMM!!!
Mortem menahan besi pedang itu dengan mulutnya. Shira langsung terkejut melihat Rina berubah. "Ahh!" Shira mundur.
"Sialan kamu, Shiratori... Kamu berpikir untuk membunuhku ya?" Mortem mengambil pedangnya, lalu ia memberikannya kembali.
"Maaf..." Shira menunduk kepada Mortem.
"Pokoknya... Kamu bilang kamu ini mau menjadi muridku ya? Kamu ingin sekali menjadi legenda yang layak." Mortem melayang dengan wajah yang tenang.
"Iya... Aku ingin menjadi legenda yang layak agar aku bisa melindungi keluargaku... Karena aku telah mengalahkan wujud legenda biasamu... Tujuan selanjutnya adalah mengalahkanmu--"
BRUUGGG!!!
Perut Shira tertusuk oleh jari Mortem. "UUUUUGGGHHHH!!!" Shira merasa kesakitan di perutnya, ia langsung berlutut dan memegang perutnya.
"Kekuatan dan levelmu sekarang belum siap untuk melawanku, Shiratori... Berapa kali aku harus memberi tahumu bahwa kamu ini terlalu percaya diri... Kepercayaan dirimu bisa membawamu kepada kematian." Mortem menyilangkan kedua lengannya.
"Maaf..."
"Aku masih harus memberitahumu tentang hal-hal yang lain..."
"Tentang sihir, dan berkelahi... Aku sudah mengetahui semua itu." Shira tersenyum, lalu ia bangkit dari tanah.
"Iya, aku tau. Kamu memang murid yang cepat menurut dan mengerti." Mortem tersenyum, ia mengapung menghampiri Shira. "Tapi, aku ingin mengajarimu tentang pertahananmu yang penuh dengan kelengahan."
"Hah?" Shira terkejut.
"Kau sadar tidak?"
"Sadar apa?"
"Bajumu itu loh... Aku sudah menandatangani namaku di bajumu" Mortem terkekeh.
"Hah...!?" Shira melihat bajunya dan ternyata ia melihat tanda tangan Mortem. Ia langsung tidak mempercayainya. "Ahh!? Sejak kapan!?"
"Pengalihan dan juga kelengahan..." Mortem tersenyum. "Aku ingin sekali kamu untuk tidak gampang lengah dan bahkan gampang teralihkan oleh satu hal."
"Walaupun musuhmu menggunakan sihir yang begitu sulit untukmu... Kamu bisa mengalahkan mereka dengan cara... Tenang dan fokus... Dan jika kamu dapat berkonsentrasi dengan sangat mudah, itu adalah nilai plus untukmu."
Shira mengangguk. "Legenda layak itu tidak akan pernah lengah dan terluka oleh sebuah sihir yang sulit... Jika kau dapat melakukan itu di turnamen nanti, aku akan menganggapmu sebagai Legenda layak untukku." Mortem tersenyum, lalu ia berubah kembali menjadi Rina.
"Aku mengerti, Rina..." Shira mengangguk.
"Bukan Rina, tapi... Sensei." Rina terkekeh.
"Terima kasih atas semuanya... Sensei!" Shira menunduk kepadanya.
"Hmm! Kalau begitu sampai jumpa lagi, Shiratori!" Rina tersenyum, lalu ia menghilang dengan sangat cepat.
Shira menghela nafasnya. "Ternyata dunia ini cukup susah juga ya... Semua orang itu kuat, aku ngarep apaan sih tentang isekai ini!? Yang ngecheat atau OP itu sama saja dengan lemah. Aku ingin menjadi seseorang yang berusaha tidak seperti mereka yang tolol dan lemah!" Shira mulai berbicara sendiri dan merasa sangat arogan. Ia tidak suka cheater dan MC OP yang ada di anime isekai.
"Sikapmu itu kenapa kamu bersikap seperti legenda yang akan mati duluan." Ucap seorang gadis yang berada di belakang Shira.
Shira tiba-tiba terkejut mendengar suara tersebut, ia langsung melirik kebelakang dan ternyata itu Korrina dengan wajah kesalnya. "Shiratori, sikap dalam seorang legenda itu penting... Jika kamu bersikap arogan sekecil apapun... Kau bisa saja gagal dalam hal semua itu."
"Maaf, Dewi Korrina."
"Tidak ada maaf... Push ups 100.000.000.000 kali!" Korrina menunjuk tanah dengan wajah yang sangat kesal.
"HAAAAAAAAAHHHHHH!!?" Shira langsung terkejut mendengar itu.
"Sikap!!!"
"Maaf!!!" Shira menunduk kepada Korrina. Korrina mulai tersenyum. "Aku hanya bercanda kok, tapi jaga sikapmu baik-baik ya? Seorang legenda layak juga menjaga sikap mereka... Aku ingin melihat kamu berkembang nanti... Jika itu terjadi aku akan mengakuinya bahwa kamu ini layak menjadi keluarga penerus Ghifari!" Korrina tersenyum.
"Terima kasih, Dewi Korrin---"
"Bukan dewi, tapi Nenek." Korrina tersenyum.
"S-Siap, nenek..." Shira tersenyum.
Korrina memperlihatkan tangan tinjunya dengan wajah yang tersenyum. "Semoga beruntung dengan pertarungan selanjutnya nanti, Shiratori Alvin! Aku pasti akan menonton."
Shira terkejut melihat bahwa Korrina memperlihatkan tangan tinjunya kepada Shira, itu terasa bahwa seorang dewi telah melihat Shira sebagai seseorang yang spesial baginya, tapi dia telah mengetahuinya karena ia menikah dengan cucunya. "Hmm! Terima kasih, nenek!!!" Shira mulai memukul tangan tinju Korrina dengan wajah yang bersemangat.
"Hee... Semangat legenda yang layak, semangat itu harus kamu simpan untuk nanti." Korrina mengeluarkan jempolnya.
"Hmm!"
"Ngomong-ngomong soal musuh yang kau akan lawan selanjutnya itu adalah temanku dan teman Dewa Alvin loh." Korrina tersenyum.
"Hah!? Skyla Maria adalah temanmu!?"
"Iya, tapi jangan takut karena ketakutan itu bukanlah untuk seorang legenda yang layak. Dia ini adalah pendekar pedang yang hebat... Dia mengetahui semua tentang berpedang. Dia sangatlah hebat."
"Ahh!? Itu artinya aku akan bertanding dengan pedang ini." Shira mengeluarkan pedangnya.
"Iyap, tapi dia memegang dua pedang yang sangat kuat, jangan lengah ya."
"Hmm!"
Korrina tersenyum. "Sampai jumpa lagi, Shiratori. Kamu juga harus mementingkan tentang anak-anakmu itu, jangan terlalu banyak berlatih, kali-kali bermainlah dengan keluarga. Korrina menghilang dengan sangat cepat.
Shira tersenyum dengan sangat bersemangat, ia memutar pedangnya, lalu menyimpannya di belakangnya. "Aku mulai terbiasa dengan dunia ini!"
***
09:00 AM.
"Zzzzzzzzz!!! ZZZZZZZZ!!!" Shira mendengkur dengan sangat keras karena ia kelelahan habis berlatih kemarin.
Methode dan Selvia hingga tertawa mendengar dengkuran Shira yang sangat keras. "Papa memang berlatih dengan hebat ya?" Methode tersenyum.
"Hmm!" Selvia tersenyum.
"Eiy!" Methode menaiki kasur yang Shira tiduri, Methode mulai berbaring di sebelah Shira, lalu memeluk lengannya dengan sangat erat. "Mm~"
"K-Kakak, apa yang kakak lakukan!? Nanti kakak kena marah sama Mama loh..." Selvia mulai panik.
"Gak apa-apa... Kita tidur dengan Papa aja yuk!" Methode mulai memejamkan kedua matanya dengan sangat imut. "Mmooo... Kakak..." Selvia mengembungkan kedua pipinya, lalu ia menaiki kasur Shira dan mulai berbaring di sebelah Shira.
Mereka perlahan tertawa bahagia, tetapi tak lama kemudian mereka tertidur dengan sangat damai.
Beberapa menit kemudian, sekitar jam 10 pagi, Homura membuka pintu rumah dengan wajah yang bersemangat untuk di sapa kembali oleh Methode dan Selvia. "Mama pulang!!!" Ucap Homura dengan bersemangat.
Krik... Krik... Krik...
Tidak ada satupun yang menyapa Homura. "Ehh?"
Homura bergegas ke atas dan menghampiri kamarnya dengan wajah yang kesal. Ia tiba-tiba melihat mereka bertiga tidur dengan sangat damai. "Jam berapa sekarang ini....."
"BANGGGGGUUUUUUUUUNNNN!!!" Teriak Homura hingga sebuah api mulai memutari kedua lengannya. Homura merasa sangat marah melihat mereka masih tidur jam 10 pagi. Homura memberi mereka peraturan untuk bangun tidur sebelum jam 10.
Mereka bertiga langsung terbangun kaget, mereka menoleh kepada Homura dengan wajah yang terkejut. "Homura sayang...!" Shira terkejut.
"Jam berapa sekarang, hah?" Tanya Homura.
"S-Sepuluh?" Shira terkekeh.
"Wahhhh!!! Mama marah!" Selvia menutup wajahnya dengan ketakutan. "Papa, kalahkan Mama!" Methode sembunyi di belakang Shira.
Shira terkejut. "Mamamu lebih kuat dari Papa---" Shira tiba-tiba melihat wajah Homura sedang akting. Ia tersenyum. "Ohh!" Shira tersenyum.
Shira bangkit dari kasurnya, ia langsung melompat dan mendarat di depan Homura. "Aku tidak akan membiarkan monster astral mimpi menganggu anak-anak imutku tidur!" Shira mulai berpose seperti pahlawan.
"Aku akan memakan mimpi indah mereka! Raaaarrrr!!!" Homura mulai bergaya seperti monster.
"Ahhhhhh~~~!!!" Selvia dan Methode tersenyum dengan sangat bahagia melihat Papa dan Mama mereka berakting tentang mimpi buruk.
"Papa!!! Hajar monster yang selalu makan mimpi kita!!!" Selvia mulai mendukung Shira
"Hmph! Rasakan ini...!!! Serangan Mimpi Indah!!!" Shira berputa, lalu ia mulai menggelitik tubuh Homura dengan wajah yang tersenyum. "Ahhhhh!!! Tidaaaaakkk... Aku mulai melemah!!!" Homura berlutut.
"Hahahahahahaha!!! Monster astral pemakan mimpi indah tidak akan bisa mengalahkan Papa!!!" Jawab mereka berdua dengan sangat bahagia.
"(Hehehehe!!! a
Aku merasa sangat senang sekali!!! Terima kasih, Homura!!!)" Shira merasa bangga karena bisa di puji oleh anak-anaknya.
Homura bangkit dari lantai, ia melihat anak-anaknya tertawa terbahak-bahak seperti gadis yang sangat senang. "Ohh, Shira... Mereka mencintai kita..."
"Pasti... Mereka ini adalah anak-anak kita---"
Homura mencium pipi Shira dengan sangat romantis, hingga Shira mulai tersipu malu. "Hmmm..." Shira terkejut.
"Hehehe..." Homura terkekeh.
Homura menoleh kepada mereka. "Mari kita makan siang!" Homura tersenyum.
***
"SELAMAT MAKAN!!!" Shira, Methode, dan Selvia mulai memakan makanan mereka dengan sangat lahap. Homura tersenyum. "Makan pelan-pelan ya."
"Hmmm!!!"
Homura melirik kepada tanduk Selvia, dan ia mulai mencari cara untuk menyembunyikan tanduk itu dari para Legenda.
Shira melirik kepada sebuah gambar yang melihatkan Dewi Korrina sedang duduk.
"Itu Dewi Korrina?" Shira menunjuk gambar itu.
"Iya, setiap keluarga ghifari pasti mempunyai gambarnya." Homura tersenyum.
"Hmm... Begitu ya..."
"Shira, musuhmu selanjutnya itu kuat loh... Hati-hati. Aku dengar dia berteman dengan nenek Korrina." Ucap Homura dengan sangat serius.
"Akan aku usahakan untuk menang." Shira mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments