April 2010...
Nyatanya, meski cuaca di kota Valencia memasuki musim panas, tak membuat seseorang yang sedang duduk di kursi taman merasa terbakar oleh teriknya sinar matahari siang.
Pria itu— Carl, melihat hamparan bunga-bunga bermekaran yang sudah tertata rapi pada tempatnya.
Dan obsidian hitamnya menukik tajam ketika pandangannya berhenti tepat pada satu bunga Morning Glory disana.
Violet. Warna dari bunga itu yang begitu mencolok menarik perhatiannya.
"Seperti saat Aku pertama kali melihatmu Sayang— Violetmu menarikku dan membuatku jatuh ke dalam pesonamu yang begitu lugu dan polos."
Sangat kontras dengan bunga-bunga lain yang ada di sekitarnya. Membuat perasaan rindu itu semakin terasa menyesakkan dalam dadanya.
Seingatnya, Ia tak pernah melihat bunga itu sebelumnya.
Jadi siapa yang menanam ini?
Merasa tertarik. Lantas Ia berjalan mendekat ke arah hamparan bunga yang tak jauh dari tempatnya berdiri, lalu memetik salah satunya. Hatinya benar merindu sebab warna violetnya mengingatkan Carl pada obsidian milik gadisnya— Annastasie Serilda.
Ini sudah satu bulan lebih sejak kepergiannya, Carl juga sudah memerintahkan seluruh anggotanya untuk mencari Anna. Namun sampai sekarang, tak satu pun dari Mereka yang tahu keberadaan gadis itu.
Saat pikirannya sibuk untuk memikirkan Anna, suara seorang wanita paruh baya terdengar lembut menyapa pendengarannya.
"Bunga Morning Glory memiliki makna yang begitu dalam, bunga itu melambangkan; kelembutan, kegigihan serta berpegang teguh pada tujuan seseorang—" Wanita itu tersenyum, "Bunga itu adalah bunga kesukaan Senorita Anna. Beliau meminta Saya untuk menanamnya satu disini, Senor."
Pandangan wanita tua itu juga mengarah pada hamparan bunga Morming Glory yang menjadi favorit Nona Mudanya tersebut.
Sebuah senyum tulus terlihat dari bibirnya, "Saya berharap Senorita selalu baik-baik saja. Anda tak perlu cemas, Senorita Anna adalah gadis kuat yang mampu melindungi dirinya sendiri."
Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, wanita itu membungkuk sebentar untuk memberi hormat sebelum akhirnya pergi meninggalkan Carl yang masih termenung menatap bunga yang disebut sebagai bunga favorit dari Anna— gadis kecilnya.
"Tolong jangan larang Saya untuk membantu para maid berkebun."
Kenangnya kala itu saat Ia pulang dan mendapati Anna sedang asyik bercengkerama dengan para maid sambil menaburkan biji bunga di taman ini.
Lagi. Hatinya terasa sesak saat mengingat semua kebersamaan Mereka disini meskipun tak banyak yang Mereka lakukan, namun kehadiran gadis itu di Mansionnya, memberikan warna baru dalam kehidupannya yang hitam.
Gadis itu mampu membuatnya berhenti untuk melakukan hal-hal gila seperti; menjadikan para wanita yang mengejarnya sebagai boneka dalam satu malam.
Gadis itu juga mampu membuatnya meninggalkan semua pekerjaan atau bahkan rapat pentingnya dengan para investor hanya karena hatinya merasa rindu ingin bertemu.
Tapi sekarang semua telah berbeda.
Carl tak tahu harus kemana untuk melampiaskan rasa rindunya yang begitu dalam pada gadisnya.
Semua usaha telah dilakukan, tak satu hari pun terlewatkan untuk tak mencari keberadaan Anna namun sekali lagi, gadis itu menghilang.
Frustasi?
Tidak! Di banding merasa frustasi, Carl terlihat mirip seekor singa yang sedang patah hati. Semua orang takut sekaligus khawatir melihat kondisi memprihatinkan pria yang sangat di hormati oleh semua orang tersebut.
Ia seperti mayat hidup. Tak ada nafsu atau pun gairah yang menggebu setelah kepergian Anna. Ekspresinya selalu datar, namun jika di lihat lebih dalam lagi— sorot matanya memancarkan kesedihan serta kerinduan yang begitu dalam pada gadisnya.
••••••
"Maaf Senorita tapi Anda tidak bisa masuk sekarang." Suara lembut Caroline terdengar samar di telinga Carl dan Darelano yang sedang berada di dalam ruangannya, kendati ruangan itu kedap suara.
Wanita itu bersikeras untuk memaksa masuk ke dalam, Ia menghempaskan tubuh Caroline hingga wanita yang merupakan Sekretaris Carl tersebut hampir saja terbentur ujung mejanya sendiri jika Darelano tak sigap menahan tubuhnya tadi.
Dengan raut cemas, Darelano bertanya; "Kau baik-baik saja, Caroline?" Ia memperhatikan wajah Caroline dengan seksama.
Gugup. Wanita itu hanya mengangguk lemah masih terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi. Lalu terdengar decihan dari bibir si wanita pengacau.
"Cih! Dasar tukar pamer!"
Sebelum meluapkan kekesalannya pada wanita itu, Darelano membantu Caroline berdiri dan memanggil salah seorang staff di lantai bawah untuk membantu Caroline berjalan menuju klinik yang ada di kantor.
"Obati lukamu dulu dan berisitirahlah di klinik. Nanti biar Aku yang mengizinkanmu pada Presdir."
Setelah memastikan tidak ada orang disana, Darelano menyeret lengan ranting milik Rachel untuk segera pergi menjauh dari ruangan Carl agar pria itu tidak mendengar obrolan Mereka.
"Apa yang Kau lakukan disini, Rachel?" Desisnya tak suka.
Bukan jawaban melainkan sebuah kekehan dari bibir yang terpoles lipstik merah itu yang Darelano dengar. Semakin menjengkelkan ketika Rachel mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
Sebuah chip?
"Mungkin Kau lupa bahwa tempat yang menjadi negosiasi Kita saat itu adalah kantorku?"
Mata Darelano terbelalak tak percaya. Kenapa hal semacam ini bisa luput dari pemikirannya?
"Kau!! Beraninya—" Sebelum Ia berhasil merebut chip tersebut, Carl lebih dulu keluar dan memergoki Mereka berdua.
Awalnya Carl telihat tak peduli, namun ketika melihat kehadiran Rachel disini, hatinya mulai tersulut emosi.
"Beraninya Kau datang kesini setelah semua yang Kau lakukan padaku?"
Bukannya takut, Rachel justru berjalan mendekat ke arahnya. Merapikan dasi Carl yang sedikit melonggar lalu kalimat selanjutnya adalah— "Berhenti menolakku karena Aku memiliki sebuah penawaran yang bagus untukmu?"
Tangan lentik itu terhempas ketika Carl menyentaknya dengan kasar. Namun tak membuat keberanian Rachel menyurut begitu saja. Ia semakin menjadi.
Carl memberinya tatapan intimidasi sebelum pergi, merasa tak minat dengan semua omong kosong yang di ucapkan Rachel padanya, hingga satu kalimat yang keluar dari bibir wanita itu berhasil membuat Carl menghentikan langkahnya yang sudah mendekati lift.
"Aku tahu dimana Annastasie berada jika Kau mau menerima tawaranku, Carl!"
••••••
Sore hari di Teltow menjadi waktu yang menyenangkan untuk Anna. Sebab gadis itu akan mulai berkebun hingga matahari kembali pada shiftnya.
Mungkin hanya ini yang bisa dilakukan untuk mengusir rasa bosannya ketika tidak ada hal lain selain memasak, berkebun dan berbagi cerita dengan Bella.
Kadang, meski rasa rindu itu ada, Anna akan cepat-cepat mengalihkannya dengan mengunjungi rumah salah satu tetangga yang ada disana. Membahas sesuatu hingga belajar bahasa setempat. Dan Anna mulai terbiasa menggunakan bahasa Jerman meski tak terlalu fasih.
"Aku akan ke kota besok pagi, apa Kau mau ikut bersamaku, Anna?"
Gadis itu masih sibuk mencabuti bunga miliknya yang layu, sesekali Ia akan tersenyum ketika seekor kupu-kupu datang mendekat.
Masih dengan gunting dan alat penyiram di tangannya, Anna menggeleng lembut, "Tidak, Frau. Saya disini saja bersama Mereka." Dagunya mengarah ke hamparan bunga yang ada di depannya, "Cepat kembali dan berhati-hatilah dalam perjalanan besok, Frau."
Anna menyudahi kegiatannya dan mulai membasuh tangannya yang kotor sebelum masuk ke rumah.
Namun, ada kekhawatiran yang tampak begitu jelas pada raut wajah Bella.
"Tapi Aku pergi untuk satu hari penuh. Kau harus ikut denganku ya?"
Sifat keras kepala Anna mulai kembali muncul, Ia tetap menolak ajakan Bella padanya.
"Saya akan baik-baik saja, Frau. Anda jangan khawatir tentang Saya."
Bella menghela nafas, "Tapi Aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi jika Kau sendirian, Ku mohon Anna?"
Lagi. Anna menggeleng penuh keyakinan.
"Segala sesuatu kapan pun bisa terjadi, Frau! Tapi Anda tidak perlu khawatir soal itu. Saya berjanji akan tetap baik-baik saja sampai Anda kembali lagi."
Bella tak bisa mengatakan apapun lagi selain berdoa semoga urusannya besok segera selesai dan Ia bisa secepatnya kembali kesini dan melindungi Anna dari hal yang tak di inginkan.
Entahlah! Sejak kemarin perasaannya tidak enak, Bella memiliki firasat buruk yang akan terjadi pada gadis bermata violet tersebut.
Sejak usia belasan berada di dunia yang sama dengan Carl dan Darelano, membuat wanita berkebangsaan asli Jerman tersebut merasa tahu tentang situasi yang sedang Mereka hadapi.
"Ya Tuhan, Ku harap semua akan baik-baik saja."
••••••
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
like lagi..
bawa semangat💪💪💪
2021-01-07
0
Ilma Kikyo
geram aku sama tuh nenek lampir
2020-12-05
0
Rokiyah Yulianti
agak keras kepala ya si anna, ya semoga aja anna ga kenapa2
2020-11-29
0