setelah mengantar Naira pulang, Adrian langsung pergi dari sana. Naira menunggu diluar, sampai mobil Adrian menghilang jauh. Naira langsung masuk kedalam rumahnya, terlihat Kara sedang duduk disofa membaca koran dengan pakaian santai. Naira menghampiri Kara, Kara tersenyum melihat putrinya.
Hatchu..
Hatchu...
bersin Naira membuat Kara terkejut, Kara langsung menutup korannya. Naira mengelap sisa bersinnya dan memegang uluran tangan Kara.
"kamu kenapa sayang?" tanya Kara, Naira menggelengkan kepala.
"tadi Naira tidak sengaja tercebur dikolam renang pa, jadi sedikit flu aja sih!" ucap Naira, Kara memegang dahi Naira yang tidak terasa panas.
"Nadia buatkan minuman hangat, putri mu flu!" teriak Kara disamping Naira.
"iya!" saut Nadia.
Naira menaruh tas dan berkas yang ia bawa, dan beralih memeluk Kara. dengan senang hati Kara memeluk putrinya itu, untuk memberikan kehangatan. tempat yang paling nyaman untuk Naira singgahi adalah pelukan seorang ayah.
"pa.. Naira kangen!" ucap Naira, Kara mengelus punggung Naira.
"kangen siapa?" tanya Kara, Naira semakin mengeratkan pelukannya.
"kangen masa kecil Naira!" saut Naira lagi, Kara mengerti apa yang dimaksud Naira. yang dirindukan Naira adalah Adnan, setiap kali Naira merindukan Adnan selalu mengatakan rindu masa kecilnya.
"Naira.. disana dia memiliki kehidupan nya, kamu disini juga punya kehidupan kamu sendiri." saut Kara.
"aku merasa dia ada disini pa, tapi kenapa dia tidak menemui aku!" ucap Naira lagi, Kara tersenyum.
"Naira dengarkan papa, karena perasaanmu lah yang membawa emosi kamu seperti itu. semakin kamu merindukannya, semakin kamu merasa dia ada didekatmu." saut Kara memegang kedua pipi Naira, Naira malah meneteskan air mata.
"kenapa perasaanku selalu ada untuknya, bahkan dia belum tentu memiliki perasaan seperti ku." ucap Naira menangis, Kara menyeka air mata itu.
"jika memang dia kembali, kalian pasti akan bertemu. takdir pasti membawa kalian bertemu dan bersama membentuk takdir kalian." ucap Kara, Naira memeluk Kara dengan erat.
"jadi, berhenti memikirkannya." ucap Kara lagi, Naira mengangguk.
terlihat Nadia datang membawa nampan berisi teh dalam cangkir, Nadia memberikannya pada Kara dan Naira. Nadia merasa bingung dengan ayah dan anak itu, sedang berpelukan dan Naira menangis.
"Naira kenapa menangis, kamu apakan putriku?" ketus Nadia, Kara menatap Nadia.
"aku menggigitnya, kenapa?" ucap Kara, Nadia terlihat kesal.
"beraninya kamu menggigit putriku!" ucap Nadia, Naira tertawa melihat tingkah orang tuanya itu.
"Naira gak papa kok." saut Naira, Nadia tersenyum tapi pandangannya melihat kearah baju yang dipakai Naira.
"Naira bajumu ganti ya, perasaan tadi pagi gak pakai ini deh?" tanya Nadia, Naira teringat kejadian di rumah Adrian. mulai merawat Adrian sampai dirinya tercebur kolam renang hingga Adrian memanggil namanya Nara.
"ini tadi ganti ma, baju Naira basah." saut Naira, Nadia hanya mengangguk.
"Yasudah pergi ke kamarmu sekarang, ganti baju dan bersihkan dirimu. setelah itu istirahat, nanti mama akan bawakan air hangat ke kamarmu!" ucap Nadia, Naira pun mengangguk dan berlalu pergi dari sana.
Kara menikmati teh yang dibuatkan oleh Nadia, ia melihat Nadia sedang melihat Naira hingga masuk dalam kamarnya.
"kau tau, dia mirip siapa?" tanya Kara, Nadia menoleh dan duduk disamping Kara.
"mirip aku?" ucap Nadia, Kara tersenyum.
"iya dia mirip denganmu, tapi ingat nggak dia mirip siapa lagi?" tanya Kara lagi, Nadia tampak seperti berpikir.
"Angel!" ucap Kara, Nadia pun tersenyum dengan itu.
"benarkah?" tanya Nadia, Kara mengangguk dan merangkul Nadia.
"iya setiap bersama Naira aku ingat dengan Angel, tapi saat melihat wajahnya aku melihat wajahmu disana. sangat keren, karena itu dia menjadi kesayanganku!" ucap Kara, Nadia menatap Kara.
"itu bagus Kara, kamu bisa melihat keduanya pada Naira." saut Nadia, Kara tersenyum dan mengangguk.
"aku mencintaimu!" ucap Kara mencium pipi Nadia, Nadia tertawa dengan itu.
"haha.. aku juga mencintaimu, kita serasa masih muda kan?" ucap Nadia, mereka pun tertawa bersama. tanpa mereka sadari Naira melihat tingkah kedua orang tuanya itu, Naira tersenyum sendiri lalu masuk dalam kamarnya.
Naira duduk didepan meja riasnya, Naira memandang dirinya didepan cermin. Naira melepas kalung yang ia pakai sejak lama, Naira meneteskan air mata melihat kalung itu. sedetik kemudian Naira mengingat suara Adrian yang memanggilnya, Naira menyeka air mata nya.
"papa benar, aku mempunyai kehidupan sendiri disini. begitu juga dengan kak Anan, dia memiliki kehidupan sendiri disana. mulai sekarang aku tidak akan memikirkannya lagi, jika memang kita ditakdirkan seperti ini. maka, biarkan tetap seperti ini. aku tidak akan mengharapkannya lagi, aku tidak akan membuat diriku menderita lagi." ucap Naira lagi lagi air matanya jatuh, ia memasukkan kalung itu dalam sebuah kotak kecil dan menyimpannya dalam laci meja miliknya.
"senang mengenalmu kak, aku harap aku tidak akan pernah membencimu!" ucap Naira lagi, Naira menutup dirinya dibalik selimut.
***
keesokan paginya Naira keluar dari kamarnya, Naira bertemu Riana yang secara bersamaan keluar dari kamarnya. mereka saling menyapa satu sama lain, Riana memperhatikan wajah Naira yang sedikit berbeda.
"kamu baik baik saja?" tanya Riana, Naira mengangguk.
"aku hanya pilek saja, susah tidur jadi ya begini!" saut Naira, Riana hanya mengangguk. tanpa sengaja Riana menatap leher Naira yang terlihat kosong, kosong karena tidak memakai kalung yang biasa Naira gunakan.
"kalungmu dimana?" tanya Riana, Naira teringat sudah melepasnya dan menyimpannya.
"sudah hilang, entahlah kemana!" saut Naira simpel, mereka sampai diruang makan. hal pertama yang mereka cari adalah Bagas, mereka mencari cari keberadaan Bagas.
"pa dimana kakak?" tanya Riana pada Febriyan, Mereka berdua duduk dikursi mereka.
"kakakmu berangkat lebih awal, hari ini dia sudah dapat sekretaris katanya!" saut Febriyan, Riana mengangguk.
"cewek atau cowok?" tanya Riana lagi,
"cewek!" saut Kara, Riana hanya mengangguk. saat sedang sarapan hp Naira berbunyi, terlihat ia mendapat pesan dari Adrian.
Presdir: Naira datang lebih awal, kita harus luar kota untuk pembahasan proyek penting!
"pa Naira berangkat sekarang ya!" ucap Naira lalu meminum jus yang dibuatkan oleh Nadia.
"loh sarapan dulu, kenapa buru buru!" ucap Nadia, Naira menggelengkan kepala.
"Naira ada rapat penting ma, jadi sarapan dikantor aja nanti!" ucap Naira, Kara dan Nadia pun mengangguk.
"iya kalau begitu hati hati ya.." ucap Kara, Naira mengangguk dan mencium pipi Kara.
****
setelah beberapa menit Naira sampai dikantor, Naira langsung bertemu dengan Adrian. tanpa bicara Adrian menyuruh Naira untuk masuk mobilnya, Naira pun mengangguk dan masuk dalam mobil Adrian. Naira duduk disamping Adrian yang sedang sibuk dengan telfonnya, Naira melihat Adrian yang sibuk menelfon.
"Johan sudah terlebih dulu mewakili saya. oke, sampai bertemu!" ucap Adrian lalu menutup telfon, Naira sibuk dengan ingus yang terus keluar dari hidungnya.
"kamu sakit?" tanya Adrian, Naira menggelengkan kepala.
"hanya pilek pak!" saut Naira, Adrian pun mengangguk. kemudian Adrian memberikan sapu tangan miliknya, Naira hanya terdiam dan tidak mengambilnya.
"ambil ini, lap ingusmu!" ucap Adrian, Naira menggelengkan kepala.
"tidak perlu pak, saya sudah bawa tisu." saut Naira, Adrian pun terdiam lalu memasukkan sapu tangan miliknya lagi.
"cuacanya tidak menentu jadi harus sering jaga kesehatan!"
"iya pak, anda juga anda baru saja demam." saut Naira, Adrian tersenyum dan mengangguk.
setelah beberapa jam mereka sampai ditempat tujuan, Adrian dan Naira sangat serius mengerjakan pekerjaan mereka masing masing. Naira dengan sigap membantu Adrian rapat, rapat itu bersaing untuk mendapatkan sebuah proyek. berjam jam mereka melakukan rapat, setelah rapat selesai Naira dan Adrian saling tersenyum.
"kerja yang bagus!" ucap Adrian, Naira tersenyum dan mengangguk. Adrian sangat menyukai kerja Naira saat melihat Naira mempresentasikan pekerjaan nya dengan baik.
"tentu saja, karena anda juga!" ucap Naira, mereka saling tersenyum.
Adrian melihat jam pada tangannya, hari sudah menunjukkan siang. Adrian membawa Naira untuk makan siang sebelum kembali, disana mereka saling diam tidak ada percakapan.
"bagaimana dengan pilekmu?" tanya Adrian, Naira tersenyum.
"sudah baik pak, tidak terasa pilek lagi!" saut Naira, Adrian pun mengangguk. terlihat Johan dan Siska datang menghampiri mereka.
"bagaimana?" tanya Johan, Adrian tersenyum pada Johan.
"selesai, kita mendapat proyeknya." ucap Adrian, mereka bicara dengan seorang teman yang mereka kenal. Siska berdiri disamping Naira dan tersenyum.
"selamat selamat, bagaimana perasaanmu pertama kali ikut rapat besar?" tanya Siska, Naira tersenyum dan mengangguk.
"sangat gugup, aku pikir akan membuat kesalahan saat presentasi." ucap Naira, Siska merasa senang dengan itu. Naira memperhatikan Adrian yang sedang bicara dengan Johan, ia tidak memperhatikan Siska yang terus bicara.
"permisi nona Naira?" ucap seseorang membuat Naira dan juga Siska menoleh. berdiri seorang pria memakai jas rapi tersenyum kearah mereka.
"iya?" ucap Naira, pria itu tersenyum dan mengulurkan tangannya.
"nama saya Fandi, saya pemilik proyek yang kamu dapatkan!" ucapnya, Naira teringat lalu mengulurkan tangannya.
"oh iya pak Fandi, apa ada sesuatu?" tanya Naira, Fandi memegang tangan Naira tanpa melepasnya, Siska melihat itu sangat kesal. Siska mengenal siapa Fandi sebenarnya,
"maaf pak, bisakah melepas tangannya?" ucap Siska, Fandi terkejut dan melepas tangan itu.
"oh maaf, saya melihat kamu tadi sangat pintar saat presentasi, kau sangat menakjubkan!" ucapnya, Naira tersenyum.
"biasanya saya hanya melihat nona Siska yang bersama Johan, saya tidak menyangka pak Adrian memiliki sekretaris sepertimu!" ucapnya lagi.
"terima kasih atas pujiannya, ini juga karena pak Adrian yang sudah mengajari saya. saya juga baru mulai bekerja 2 bulan yang lalu!" ucap Naira, Fandi tersenyum. Fandi memperhatikan Naira dari bawah ke atas, Naira merasa risih dengan itu.
"tidak sopan jika memandangi seorang wanita, itu sama saja seperti melucuti pakaian wanita!" ucap Adrian tiba tiba, mereka bertiga menoleh kearah Adrian. Adrian berjalan mendekat kearah Naira, dan melingkarkan tangannya pada perut Naira.
"bukan hanya pintar, tapi sekretaris seorang Adrian sangat cantik dari segi apapun!" ucap Adrian, Naira hanya terdiam dan menatap Adrian.
"jadi siapa yang tidak tertarik dengannya?" ucap Adrian, Fandi tersenyum.
"benar banyak yang tertarik padanya dan juga ingin mengenalnya!" saut Fandi, Adrian menatapnya.
"jadi termasuk anda tuan Fandi?" tanya Adrian, Fandi terdiam mendengar perkataan Adrian yang seperti menekan. Adrian melepas tangannya dari pinggang Naira, Naira dan Siska hanya terdiam mereka.
"tentu saja, saya memberikan proyek itu karena melihat sekretaris anda yang begitu cantik dan mempesona!" ucapnya tanpa malu, Adrian sudah mengepalkan tangannya.
"jadi anda melihat dari segi kecantikannya, bukan karena kepintaran ataupun pola pikirnya?" tanya Adrian, Naira merasa percakapan itu sudah seperti akan membuat masalah.
"tentu tidak, saya memberikan proyek ini karena menurut saya kalian akan mengembangkan proyek ini dengan baik. jadi bisakah saya bicara dengan nona Naira sebentar, mari minum teh atau kopi?" tanya Fandi menoleh kearah Naira, Naira menoleh kearah Adrian, Adrian menatapnya dan menggelengkan kepala pelan. Naira paham dengan isyarat Adrian, Naira pun mengangguk.
"maaf pak saya kemari untuk bekerja, lagi pula pak Adrian lebih membutuhkan saya. saya menolak tawaran anda dengan sopan, sebelumnya terima kasih!" ucap Naira menunduk, terlihat Fandi kesal dengan itu.
"terima kasih atas tawaranmu tuan Fandi, saya masih ada perlu dengan sekretaris saya. Siska Naira ikut saya!" tegas Adrian lalu pergi dari sana, Siska dan Naira mengikuti Adrian dari belakang.
"kamu jangan dekat dekat dengannya!" bisik Siska, Naira merasa bingung dengan itu.
"kenapa?" tanya Naira, Siska menggelengkan kepala.
"dia suka sekali menggoda gadis, dulu aku pernah digoda olehnya. aku memukul pusatnya!" ucap Siska, Naira terkejut dengan itu.
"kenapa?" tanya Naira
"dia menawariku minum teh atau kopi, aku menerima tawaran baik itu. tapi dia berlaku menggoda dan berani menyentuh tanganku, ya sudah aku pukul saja pusatnya. dia belum tau siapa yang sedang ia goda!" saut Siska tertawa.
"lalu bagaimana?" tanya Naira lagi.
"lalu apa, dia mengadu pada pak Johan. aku sangat takut pak Johan akan marah, tapi tidak setelah aku menjelaskan semuanya, dia membelaku dan malah menertawai pak Fandi." saut Siska memainkan matanya, Naira tertawa dengan itu. Adrian mendengar percakapan mereka hanya tersenyum sendiri.
"kamu sangat berani, untung pak Johan tidak memecatmu!" ucap Naira.
"tentu tidak, dia juga sudah tau kalau pak Fandi itu suka bermain wanita!" saut Siska, Naira mengangguk mengerti.
"lalu kenapa kalian masih mau bekerja sama dengannya?" tanya Naira.
"kalau bukan dia mememiliki proyek besar, saya tidak mau bekerja sama dengannya!" ucap Johan tiba tiba muncul, Siska mengangguk pada Naira.
"Naira saya harap jangan bicara dengan siapapun yang menurut kamu tidak nyaman, jauhi saja orang orang seperti itu. Siska kamu juga harus mengajarinya, saya hanya khawatir karena Naira masih baru!" ucap Johan lagi, Adrian menghentikan langkahnya dan membuat mereka juga menghentikan langkah mereka.
"Johan benar, setelah selesai ini kita harus kembali dengan cepat!" tegas Adrian, mereka mengangguk. Adrian berjalan menjauh dengan diikuti Johan, Siska memperhatikan Naira yang melihat ke arah Adrian.
"sepertinya pak Adrian khawatir dengan mu?" ucap Siska, Naira terkejut dengan itu.
"bukan hanya pak Adrian kan, pak Johan juga, kamu juga termasuk kok!" saut Naira, Siska tampak berpikir.
"jangan jangan pak Adrian tertarik padamu, aku bisa melihat dari matanya. bahkan dia melarangmu memakai span, agar tidak menjadi tontonan pekerja laki laki." ucap Siska lagi, Naira kesal dengan itu.
"omong kosong apa yang kamu katakan, jangan jangan itu kamu yang tertarik pada pak Johan!" saut Naira.
"emang iya aku tertarik dengan pak Johan.." tanpa sadar Siska mengatakan itu lalu menutup mulutnya, Naira terkejut dengan pengakuan Siska.
"benarkah, bagaimana bisa?" tanya Naira, Siska berlari menghindari pertanyaan Naira.
"tidak, aku tadi salah bicara. jangan tanyakan apapun!" ucap Siska, mereka saling mengejar dan tertawa.
mereka tidak tahu dari jauh Adrian dan Johan sedang memperhatikan mereka, Johan tersenyum melihat Siska begitupun Adrian tersenyum melihat Naira.
"jadi dia gadisnya?" tanya Johan, Adrian mengangguk.
"dari pertama melihatnya aku sudah merasa dia itu mempunyai pesona tersendiri, aku khawatir dengan Fandi!" ucap Johan lagi, Adrian menoleh kearah Johan.
"tidak akan kubiarkan pria itu mendekati Naira, dia tidak tahu siapa Adrian!" ucap Adrian, Johan mengangguk mengerti.
***
jangan lupa like dan komen kalian😍 beri vote untuk cerita author🤩
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Jumadin Adin
makasih thooor..penasaran dg kehidupan adrian masa lalu
2023-01-22
0
Novianta Milala
lnjt donk
2020-05-10
0
Marcel
suka banget...lanjut...
2020-01-27
3