pagi hari semua keluarga Kara berkumpul seperti biasa, berkumpul untuk melakukan sarapan sebelum melakukan aktivitas. Naira perlahan keluar dari kamarnya, menuju ruang makan. semuanya terkejut dengan apa yang dipakai Naira untuk bekerja, Naira memakai pakaian yang sedikit formal tidak seperti bekerja dikantor. Naira menggunakan celana jeans dan kemeja panjang dengan lengan ditekuk sampai siku. Naira tersenyum dan duduk disebelah Kara.
"pagi papa!" ucap Naira mencium pipi Kara, Kara pun tersenyum.
"pagi sayang, apa kamu salah pakaian?" tanya Kara, Naira menggelengkan kepala.
"tidak, kenapa?" tanya Naira balik, Kara tersenyum.
"biasanya kamu pakai span dan kemeja panjang, kenapa sekarang pakai celana?" ucap Kara lagi.
"iya pa, presdir Naira itu tidak suka kalau Naira pakai span, dan terakhir Naira pakai span selutut dia bilang harus pakai yang melebihi lutut. jadi, yaudah Naira pakai celana aja!" jelas Naira, Kara mengangguk mengerti.
"yasudah sarapan dulu, nanti papa antar kamu!" ucap Kara, terlihat Nadia memberikan sepiring nasi goreng pada Naira dan segelas jus jeruk.
"makasih ma, tidak usah pa. nanti Naira naik mobil aja, soalnya nanti takutnya pulang malam lagi." ucap Naira, Kara pun mengangguk.
"Nai numpang ya, aku mau ke kampus pagi!" ucap Riana, Naira pun mengangguk.
"Riana bareng kakak aja, nanti kakak lewat kampus kamu." saut Bagas, Riana pun mengangguk.
"Bagas, gimana sudah dapat sekretaris belum?" tanya Kara, Bagas menggelengkan kepala.
"belum om, semua tidak ada yang cocok sama Bagas." saut Bagas, Naira dan Riana saling melihat.
"cari sekretaris aja gak bisa, gimana mau cari istri!" celetuk Riana, Naira pun tertawa.
"siapa mau cari istri?"
suara seseorang membuat semuanya menoleh, terlihat Vano dan Amelia datang juga dengan putri mereka Nanda. Nanda berlari kearah Kara dan langsung menciumnya, Kara senang dengan itu. Kara sudah menganggap Nanda sebagai putrinya, seperti Vano menganggap Naira sebagai putrinya. bahkan Kara membiarkan Nanda memanggilnya papa.
"bagaimana kabarmu?" tanya Kara, Nanda tersenyum.
"baik papa!" ucap Nanda, Naira tersenyum dan mencubit pipi Nanda.
"kamu semakin gemuk saja!" ucap Naira, semuanya tertawa.
"kebetulan kalian datang, ayo sarapan dulu!" ucap Nadia mempersilahkan Amelia dan Vano untuk duduk dan ikut sarapan.
"dimana mas Riyan?" tanya Vano,
"mas Riyan pergi mengajar!" saut Risa, Vano hanya ber oh.
"tadi siapa yang mau cari istri?" tanya Amelia, Riana menunjuk Bagas.
"kak Bagas, katanya sudah bosan sendiri jadi mau cari istri aja." ucap Riana tertawa, Naira pun ikut tertawa.
"kamu ya, kurang ajar!" ucap Bagas, Riana menjulurkan lidahnya meledek.
pandangan Vano melihat kearah Naira yang sedang makan. Vano melihat Naira dengan tersenyum. Naira sadar Vano memperhatikannya, Naira pun melihat ke arah Vano dan tersenyum.
"papa Vano, Naira emang cantik kok. jangan diliatin gitu, nanti cantiknya hilang!" celetuk Naira, Vano pun tertawa.
"benar benar ya, putri papa semakin besar tapi masih sama narsis seperti dulu." ucap Vano, semua tertawa dengan itu.
"ya, dulu hanya kau yang tahu betapa kecilnya dia saat lahir. sekarang lihatlah, sudah setinggi dadaku!" ucap Kara, entah kenapa ucapan Kara terdengar sedih karena tidak bisa melihat Naira lahir, hingga menuntun Naira saat pertama kali berjalan hingga memanggil sebuah nama. papa.
"Nad, sudah kukatakan. beri dia saru lagi, maka dia akan tahu betapa susahnya menuruti orang nyidam." ucap Vano, Nadia tertawa dengan itu.
"jangan menggoda papaku ya, dia papa yang terbaik!" ucap Nanda yang masih duduk dioangkuan Kara, Kara pun tersenyum. Naira tersenyum lalu melihat jam ditangannya, Naira melihat sudah waktunya untuk dirinya berangkat.
"Naira berangkat dulu ya, takut jalannya macet!" ucap Naira, perlahan Naira berjalan menyalami satu persatu orang tua disana. Vano memperhatikan kaki Naira yang terbalut perban, Vano terlihat khawatir.
"ada apa dengan kakimu?" tanya Vano, Naira teringat kalau kakinya belum sembuh, lalu berpikir bagaimana dia bisa naik dengan mobil.
"oh iya, lupa. gimana mau nyetir kalau gini, kak Naira numpang juga ya." Bagas mengangguk, Naira lalu berjalan kearah Vano dan mencium tangan Vano.
"kemarin jatuh pa, om dokter bilang gak papa. jadi diperban agar bisa jalan, biar gak tambah bengkak." jelas Naira, Bagas berdiri dari duduknya.
"ayo kakak antar, Riana ayo berangkat." ucap Bagas. Riana pun mengangguk, begitu juga dengan Naira.
setelah berpamitan mereka bertiga keluar dari rumah itu, Bagas mengantar Naira terlebih dahulu lalu mengantar Riana. setelah beberapa menit mereka sampai dikantor Naira, Naira turun dari mobil lalu Bagas berlalu pergi dari sana.
saat Naira keluar dari lift terlihat Siska sedang berdiri mondar mandir, sadar kehadiran Naira Siska langsung berlari kearah Naira.
"kenapa dengan kakimu?" tanya Siska, Naira tersenyum dan menggelengkan kepala.
"tidak apa kok, hanya jatuh. kamu kenapa seperti orang bingung?" tanya Naira, Siska membantu Naira berjalan.
"itu pak Johan mencarimu tadi, saat aku bertanya kenapa dia tidak menjawab malah terlihat panik!" ucap Siska, Naira merasa heran dengan itu. saat bersamaan Johan keluar dari ruangannya, dan melihat Naira sudah datang.
"Naira sudah datang?" ucap Johan, Naira dan Siska menoleh kearah Johan.
"iya pak, selamat pagi!" ucap Naira, Johan mengangguk.
"selamat pagi, Naira kamu sekarang kerumah pak Presdir ya." ucap Johan, Baira dan Siska terkejut dengan itu.
"kenapa pak, apa ada sesuatu?" tanya Naira,
"iya hari ini pak Presdir sakit, tadi asisten pribadi nya bilang pada saya beliau tidak bisa hadir." jelas Johan, tiba tiba Naira merasa terkejut dan khawatir.
"sakit, sakit apa pak?" tanya Naira, Johan menggelengkan kepala
"saya hanya tau kalau beliau demam, ada berkas yang penting harus ditanda tangani. jika rapat saja saya bisa mewakilkan, kalau ini tidak bisa harus presdir sendiri. Naira kamu bawa berkas ini, kamu usahakan presdir harus menanda tanganinya." jelas Johan dengan memberikan sebuah berkas, Naira mengangguk dan menerima itu.
"baik pak, saya akan segera kesana sekarang!" ucap Naira menerima berkas itu, Siska menatap Naira.
"gak papa, aku bisa naik taksi!" ucap Naira, Siska pun mengangguk.
"nanti supir saya yang akan antar, tidak perlu naik taksi!" ucap Johan, Naira mengangguk. Johan menghubungi seseorang, Naira dan Siska pun mengikuti Johan yang memasuki lift.
didalam lift Naira memikirkan Adrian yang sakit, Naira teringat terakhir bertemu Adrian keluar dari rumah sakit yang berkeringat. Naira terus memikirkan Adrian didalam lift, perasaan khawatir dan penasaran menyelimuti hatinya.
****
setelah beberapa menit supir Johan membawa Naira kerumah besar Adrian, setelah keluar dari mobil Naira melihat rumah Adrian terpana. Naira menganga melihat rumah besar milik Adrian yang terletak disebuah komplek perumahan dengan beberapa banyak rumah besar lainnya.
"rumah papa kalah besar!" gumam Naira berjalan menuju rumah besar itu, disana Naira bertemu dengan seorang penjaga.
"permisi pak, saya sekretaris pak Adrian. saya ditugaskan untuk menemuinya, karena ada hal penting!" ucap Naira, seseorang keluar dari rumah besar itu. seorang pria berkacamata berjalan mendekat kearah Naira, seorang penjaga memberinya hormat.
"ada apa?" tanya pria itu melihat kearah Naira, Naira tersenyum.
"saya Naira pak, saya sekretaris pak Adrian. saya dengar pak Adrian sedang sakit, tapi ada yang harus ditanda tangani oleh beliau ini sangat penting!" jelas Naira lagi, pria itu memandang Naira dengan pandangan sedikit berbeda.
kenapa aku merasa pernah bertemu pria ini, tapi dimana ya?.
"kemarilah, Iya beliau sedang istirahat dikamarnya." Naira mengikuti pria itu dengan berjalan perlahan, pria itu berjalan pelan karena sadar kaki Naira yang terbalut perban.
Naira sangat terkejut saat melihat rumah yang bagaikan istana itu dalamnya sangat berkilau, kemewahan ada dimana mana. Naira sering melihat rumah rumah besar, tapi ia merasa tidak pernah melihat rumah seperti rumah Adrian yang besar dan didalamnya sangat berkilau mewah. pria itu berbalik untuk melihat Naira, ia melihat Naira yang seakan mengagumi rumah besar Adrian pria itu tersenyum.
"kamu duduklah dulu, atau melihat lihat rumah ini tidak masalah. saya akan beritahu tuan muda, beliau mau bertemu denganmu atau tidak!" ucap pria itu, Naira mengangguk dan tersenyum.
"iya pak, terima kasih." ucap Naira tersenyum.
"saya asisten pribadinya tuan muda, nama saya Nikil. kamu bisa panggil nama saya Nikil." ucap pria itu bernama Nikil, Naira tersenyum.
"anda seperti ayah saya, tidak mungkin saya memanggil anda menggunakan nama. itu tidak sopan, lebih baik saya memanggil pak saja." ucap Naira sopan, Nikil tersenyum
"baiklah, terserah padamu saja!" ucap Nikil lalu pergi dari sana, Naira duduk di sofa dan disuguhi teh oleh seorang pelayan.
"aneh sekali, pertama aku seperti mengenal pak Adrian, kedua dengan pak Nikil. dimana aku bertemu mereka, kenapa aku tidak ingat sama sekali jika pernah bertemu mereka." gumam Naira meminum teh, beberapa menit kemudian terlihat Nikil keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menghampiri Naira. Naira langsung berdiri, dan tersenyum.
"tuan muda tidak mau membuka pintu, kau bisa datang besok!" ucap Nikil, Naira terkejut dengan itu.
"tidak bisa pak, ini berkas penting. pak Johan bilang harus ditanda tangani sekarang, satmya harus menemui pak Adrian!" ucap Naira, Nikil hanya menggelengkan kepala.
"biarkan saya sendiri yang kesana, setelah itu saya akan pergi jika sudah dapat tanda tangan ini. saya mohon pak, ini masalah perusahaan nya sendiri." ucap Naira berusaha untuk memaksa, Nikil pun mengangguk.
"baiklah, mari ikuti saya!" ucap Nikil, Naira mengangguk dan mengikuti Nikil menaiki anak tangga menuju kamar Adrian.
"ini kamar tuan muda," ucap Nikil setelah sampai didepan kamar Adrian, Naira melihat pintu kamar itu merasakan gugup.
"iya pak, (Tok tok tok~)" Naira mencoba mengetuk pintu tapi tidak ada sahutan sama sekali, Naira dan Nikil saling berpandangan
"apa sudah dipanggilkan dokter?" tanya Naira, Nikil mengangguk.
"sudah nona, tapi saat dokter ingin masuk tuan muda berteriak menyuruh kami pergi." saut Nikil, Naira sudah tidak bisa menahan diri. dengan berani Naira membuka kamar milik Adrian, Nikil bahkan tidak mencegah itu.
Naira melihat kamar Adrian yang gelap, Nikil menyalakan lampu kamar itu. terlihat Adrian yang sedang terbaring dengan meringkuh seperti orang kedinginan, Naira terkejut langsung berjalan cepat kearah Adrian.
"siapa yang berani masuk!" suara Adrian yang gemetar, Naira menyentuh punggung Adrian tanpa rasa takut.
"ini saya pak, akhh!!" teriak Naira ketika tangan Adrian mencengkram tangan Naira, dengan wajah kuyuh Adrian menatap Naira. Naira melihat wajah khas orang sakit pada Adrian, perlahan Adrian melepas tangan Naira.
"ngapain kamu disini?" ucap Adrian gemetar, Naira menyentuh dahi Adrian dan tidak ada penolakan dari Adrian.
"pak anda demam, panas sekali. pak Nikil panggil dokter cepat, ini bahaya!" ucap Naira, Nikil mengangguk lalu keluar dari kamar itu. Naira mencoba membaringkan Adrian, dan menyelimuti Adrian. Naira berniat untuk mengambil kompres agar demam Adrian lebih berkurang, saat ingin pergi Adrian menahannya dengan menyentuh tangan Naira.
"ka..kamu mau.. kemana?" tanya Adrian masih gemetar, Naira tersenyum.
"saya mau ambil air dingin pak, buat ngompres anda. demammu sangat tinggi, lihat wajahmu sampai merah!" ucap Naira menyentuh dahi Adrian, Adrian menyentuh tangan Naira dan menempatkan pada pipinya.
"tanganmu lembut sekali, aku suka!" ucap Adrian dengan menutup mata merasakan kelembutan dan kehangatan tangan Naira, Naira tersenyum dan mengusap pipi Adrian yang terasa panas.
disaat seperti ini kenapa aku selalu ingin bersamanya, kenapa aku merasa ingin sekali menjaganya. ada apa denganku.
setelah beberapa menit dokter datang dan memeriksa Adrian, Naira ingin berdiri agak jauh dari arah dokter. tapi, Adrian tetap menggenggam tangannya dan tidak mau melepaskan. Naira hanya menurut dan tetap duduk disamping Adrian, Adrian menutup mata tidur dengan damai.
"demamnya sangat tinggi, apa terjadi sesuatu padanya?" tanya dokter.
"tidak tahu dokter, kemarin beliau pulang dengan badan yang berkeringat. lalu masuk kamar dan tidak keluar setelah itu. saat pagi tadi saya baru tahu kalau beliau sakit tapi menolak dipanggilkan dokter." jelas Nikil, dokter mengangguk dan mencatat resep.
"belikan obat ini, demamnya akan turun. jika tidak turun, bawa kerumah sakit saja." ucap dokter, Nikil mengangguk dan menerima resep itu.
"baik, mari saya antar!" ucap Nikil, dokterpun mengangguk lalu mereka keluar dari kamar itu, meninggalkan Naira sendiri bersama Adrian.
Naira tersenyum saat melihat wajah Adrian yang tertidur sangat pulas dengan memegang tangannya, entah apa yang dirasakan Naira intinya hatinya merasa senang meskipun Adrian menyebalkan baginya.
"pak saya akan buatkan bubur, mau ya?" bisik Naira, bukannya menjawab Adrian mengeratkan memegang tangan Naira.
"pak masakan saya enak loh, mau ya?" ucap Naira lagi, Adrian membuka mata perlahan.
"apa rasanya enak?" ucap Adrian pelan, Naira tersenyum dan mengangguk.
"baiklah, awas kalo tidak enak. gaji dipotong satu bulan!" ucap Adrian, Naira tersenyum dalam hatinya ingin sekali memukul kepala pria itu jika tidak sakit.
"kalau enak gaji saya harus naik, dua kali lipat!" ucap Naira tersenyum, Adrian pun ikut tersenyum.
"oke kita lihat rasanya!" ucap Adrian, Naira memberikan dua jempolnya pada Adrian.
"oke, sekarang anda tidur saja dulu. pak Nikil sedang membeli obat, saya akan buat bubur." ucap Naira memasang selimut pada Adrian, saat ingin pergi Adrian menyentuh tangan Naira lagi.
"ada apa pak?" tanya Naira, Adrian menggelengkan kepala.
"terima kasih, sudah perhatian sama saya!" ucap Adrian, Naira tersenyum dan mengangguk. setelah Adrian melepaskan tangannya, Naira langsung berjalan keluar dari kamar itu. Adrian memperhatikan kaki Naira yang masih terbalut perban, semenit kemudian Adrian memejamkan mata untuk tidur.
aku benar benar mencintaimu Naira, suatu saat akan kukatakan semuanya padamu.
****
halo semua, maaf ya kalo up nya sekarang lama. karena athor sudah buat beberapa episode tapi, pihak mangatoon meng review nya sedikit terlambat. kemarin aja author dapat email kalau naskah diterima, tapi tidak terbitkan. jadi buat reader semua author berharap, terus bersabar ya karena author juga sudah berusaha. terima kasih🙏🏼
jangan lupa like, komen, dan vote kalian😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Jumadin Adin
demam karena apa ya adrian
2022-12-05
0
Novianta Milala
kapan adnan kta kan semua nya
2020-05-10
0
Ahkialuskame Kame
tetap semangat thor💪💪
2020-03-22
0