Hari sudah siang lagi. Seperti biasa, keadaan di Sekte Bukit Halilintar selalu ramai. Hari ini semua orang sedang melakukan makan siang. Termasuk para tetua sekte.
Setelah semuanya selesai, maka mereka akan kembali lagi melakukan tugasnya masing-masing.
Chen Li sedang berlatih di bawah pohon sakura dekat rumahnya. Ia memang senang berlatih sendiri. Menurutnya, itu lebih fokus. Yun Mei ada di sana menemani anaknya. Sedangkan Shin Shui, tentu ada di ruangan para tetua.
Sudah hampir tiga jam lebih Chen Li berlatih tanpa henti. Yun Mei sedang merasa bahagia pun karena Chen Li sekarang seperti bisa melihat. Anaknya tidak menangis lagi seperti hari kemarin. Justru sekarang ia malah lebih bersemangat menjalani hari.
Chen Li sudah bisa melakukan kegiatan seperti sebelum matanya tertutup. Ia bisa melihat semua yang ada di sekitarnya. Seolah matanya kembali terbuka. Kalau tidak melihatnya secara langsung, Yun Mei tidak akan percaya atas semua ini.
Bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa mengerti tentang hati dan perasaan? Bagaimana mungkin anak seusia dia bisa melakukan hal seperti ini? Kalau orang dewasa mungkin masih masuk akal, tapi kalau anak kecil?
Namun terlepas dari semua pertanyaan itu, Yun Mei benar-benar merasa bahagia. Dan ia sangat percaya bahwa Chen Li sudah bertemu dengan Lao Yi di alam mimpinya.
Walau pun tingkat latihannya belum tinggi, tapi setidaknya bakat yang lumayan baik sudah terlihat dalam dirinya. Di usianya yang baru sepuluh tahun itu, Chen Li sudah berhasil mencapai tingkatan Pendekar Bumi tahap tiga.
Bakatnya memang jauh di bawah ayahnya, tapi itu saja sudah cukup. Setidaknya Chen Li memiliki bakat yang setara dengan orang lain.
"Li'er, istirahatlah sebentar. Makan dulu," Yun Mei memanggil anaknya karena dari tadi ia tidak mau berhenti berlatih.
Tak lama Chen Li berlari ke arah ibunya. Ia pun makan, setelah selesai makan, Chen Li mencabut seruling giok hijau yang di cantelkan di pinggangnya.
"Memangnya kau bisa bermain seruling Li'er?" tanya Yun Mei penasaran.
"Kalau belum dicoba, aku tidak mungkin tahu ibu," ucap Chen Li sambil tersenyum.
"Kau ini. Ya sudah, coba kau mainkan. Ibu ingin dengar,"
Yun Mei lalu mengubah posis duduknya. Ia bersandar di bawah pohon sakura yang merupakan pohon kesukaannya. Sedangkan Chen Li sendiri, bersandar kepada ibunya.
Chen Li mengangguk. Kemudian ia menenangkan hatinya lebih dulu. Apa yang di ucapkan oleh Lao Yi, ia ingat-ingat kembali. Setelah itu, Li kecil menempatkan jari-jarinya di beberapa titik lubang seruling. Entah dari mana asalnya, tapi tiba-tiba perasaannya menjadi yakin bahwa ia bisa.
Chen Li sudah mulai meniu seruling tersebut. Awalnya, suara seruling terdengar pelan dan biasa saja. Tapi lama kelamaan, suara seruling itu terdengar semakin merdu dan menyayat hati.
Lantunan nadanya mengalun terbawa hembusan angin barat. Pohon-pohon bunga sakura menari dibawah indahnya suara seruling.
Bunganya berguguran tertiup angin. Alam mendadak sunyi. Binatang mendadak diam. Semuanya menikmati suara seruling yang di tiup oleh Chen Li.
Semua orang yang ada di Sekte Bukit Halilintar kaget. Suara seruling siapa ini? Kenapa begitu indah dan merdu?
Bahkan rasanya, mereka baru pertama kali mendengar suara seruling seindah ini. Lantunan nandanya menggambarkan tentang kerinduan terhadap orang yang di sayang.
"Siapa yang memainkan seruling seindah ini? Tiba-tiba aku jadi ingat kekasihku yang telah tiada," kata seorang tetua Sekte Bukit Halilintar.
Tak terasa air matanya mengalir. Mata itu menjadi merah. Hatinya bagaikan tertusuk sembilu. Semua tetua tidak ada yang tidak menangis. Termasuk Shin Shui.
Ia memejamkan matanya bersandar pada bangku. Semua kenangan bersama gurunya, orang tuanya, Cun Fei, phoenix biru, San Ong dan Ong San, bahkan kenangan bersama Yun Mei, tiba-tiba saja terlintas dengan jelas.
Rasa sakitnya tiada terkira. Tubuhnya bergetar. Hatinya sakit sekali. Ia tak ingin lagi mendengar suara ini. Bahkan siapa pun bisa untuk menutup telinga dengan tenaga dalam supaya tidak terdengar suara seruling itu lagi.
Tapi tak ada yang mampu melakukan hal itu. Rasanya sungguh sayang sekali kalau di lewatkan. Semuanya bergelut dengan kenangan mereka di masa lalu.
Para murid menangis teringat keluarganya. Mereka saling berpelukan satu sama lain.
Para tetua memutuskan untuk mencari dari mana asal suara itu. Mereka semua keluar mencari jejak suara. Ternyata suara itu berasal dari tempat kediaman Shin Shui.
Semua tetua menuju ke sana. Begitu sampai, mereka semua tercengang. Ternyata yang meniuo seruling ini adalah bocah kecil.
Chen Li!
Dia terus memainkannya sambil melibatkan perasaan. Jari kecilnya naik turun menutup lubang. Yun Mei menangis. Entah karena bahagia atau duka. Tapi dia pun sama, sangat menikmati alunan nada ini.
Semuanya terpaku di tempat. Kaki mereka terasa menancap di bumi. Tak bisa melangkah sama sekali. Suara seruling semakin lama akhirnya semakin kecil, lalu lenyap meninggalkan tangisan semua orang.
Chen Li kaget saat melihat semua tetua memandanginya. Ia menuju ke sana menghampiri mereka.
"Ayah, kenapa kalian semua ada di sini? Dan …, dan kenapa kalian menangis?" tanya Chen Li kebingungan.
"Kami menangis karenamu Li'er. Kau memainkan lagu yang sangat sedih sehingga mengingatkan kami kepada masa lalu," jawab seorang tetua.
"Ayah, benarkah itu?"
"Benar Li'er. Ini semua gara-gara kamu," kata Shin Shui sambil tersenyum.
"Maaf ayah, Li'er tidak sengaja. Li'er memainkannya begitu saja," katanya sambil menundukkan kepala.
"Tidak masalah Li'er. Permainan seruling tadi sangat indah. Tapi lain kali buat yang nadanya bahagia," kata Ong Seong, salah seorang tetua baru Sekte Bukit Halilintar.
"Hehehe, baik Paman Ong. Terimakasih," kata Chen Li sambil menurai.
"Sebentar, Kepala Tetua, sejak kapan Li'er bisa melihat dengan mata tertutup?" tanya Lin Zong He, salah satu dari tiga murid Yashou.
"Sejak kemarin. Ia bertemu dengan guru di alam mimpi. Entah apa yang beliau ajarkan. Bahkan seruling giol hijau itu hadiah dari guru," kata Shin Shui.
Mereka bicara sambil berjalan kembali ke sekte. Semua tetua mendengarkan dengan seksama.
"Li'er memang anak yang beruntung. Sudah istimewa, beruntung lagi. Semoga saja anakku nanti sepertinya," katanya berkhayal.
Kini mereka sudah sampai di ruangan. Semuanya segera duduk dan berniat untuk melanjutkan tugas. Tapi sebelum itu, Shin Shi angkat bicara dengan nada serius.
"Besok aku akan pergi ke Istana Kekaisaran. Mungkin tidak lama, kalian diam di sini seperti biasanya," ucap Shin Shui. Wibawa pemimpinnya keluar.
"Apakah ada masalah penting Kepala Tetua?"
"Ada, terkait perang besar yang akan terjadi sebentar lagi," ucap Shin Shui.
"Langkah apa yang akan kita lakukan?"
"Nanti aku pikirkan. Tapi untuk saat ini, latih lebih keras murid-murid yang memiliki bakat besar. Perketat jadwal latihan. Sebab perang kali ini, akan beberapa kali lebih besar daripada perang sebelumnya,"
"Perintah akan dilaksanakan,"
"Bagus. Setelah pulang dari Istana Kekaisaran, aku pun akan pergi ke Negeri Siluman. Kaisar Naga Merah membutuhkan bantuan,"
"Apakah kami boleh ikut?"
"Kita lihat nanti saja," kata Shin Shui lalu meminum araknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 447 Episodes
Comments
zevs
10
2024-04-09
0
Muhammad Erlangga
mantaaf thorr... aq ikut nangis ..😭😭😭
2021-09-20
2
arfan
849
2021-07-27
1