Kembali Agnasia letakan sendok kedalam wadah kecil dan menunggu apa yang akan di katakan Pangeran padanya.
"Kenapa kamu berbicara tidak sopan padaku? Kamu kan bukan siapa-siapa? Harusnya lebih sopan."
Jika di lihat, dia lebih cerewet di bandingkan sebelumnya. Tapi Agnasia harus sabar sampai Carin datang.
"Baiklah, anda harus makan Yang Mulia pangeran, agar saya bisa pergi secepatnya dari sini" ujarnya sambil meletakan sendok ke ke atas piring.
"Pergi saja! Aku tidak menyuruh mu untuk datang. Dan aku bisa makan sendiri."
Pangeran kini sedikit meninggikan suaranya, Agnasia pun mengangguk dan meletakan makanan itu di depan pangkuannya.
"Saya undur diri dulu..."
Agnasia berdiri dan berbalik pergi untuk mengikuti latihan berpedang. Sebenarnya hobi dari Agnasia adalah berpedang, tapi karena dia akan menjadi istri pangeran, sekaligus ada peraturan yang melarang wanita bangsawan berpedang. Jadi Agnasia segera melupakan hobinya itu.
Jika dari awal dia tahu tidak akan jadi menikah, lebih baik dia lanjutkan saja hobinya. Tapi sekarang berbeda jauh dari yang dulu, sudah dia putuskan untuk melanjutkan hobinya yang tertunda, walaupun melanggar aturan.
...💐💐💐💐...
"Pelayan. Siapa wanita yg tidak tahu sopan-santun itu?!" tanya Pangeran saat Agnasia meninggalkan ruangan beberapa waktu lalu.
"Dengan seenaknya dia berbalik pergi sambil menunjukkan punggungnya padaku!"
"Yang Mulia pangeran, putri adalah anak dari Duke Alddes. Agnasia Arista Alddes, sekaligus tunangan Yang Mulia pangeran."
Raut wajahnya seketika berubah menjadi tidak percaya akan yang dikatakan pelayan.
"Apa! Aku bahkan belum memiliki tunangan dan siapa Duke Alddes, aku tidak mengenali mereka."
Para pelayan kini hanya diam saja, tidak menjawab pertanyaan Pangeran karena kondisinya tidak baik untuk di ajak bicara.
...💐kediaman Alddes💐...
Agnasia sudah menganti pakaiannya dan mulai berlatih. Dia tidak peduli tentang peraturan dan pandangan orang-orang sekarang.
Setiap ayunan pedang dari Agnasia berhasil mematahkan beberapa jerami dengan sangat sempurna. Jika dibandingkan dengan prajurit terlatih Agnasia jauh lebih unggul di bandingkan mereka.
Saat sedang fokus pada sasaran di depannya, seseorang memanggil namanya. Dia berbalik dan mendapati Deondre yang berdiri di belakangnya.
Agnasia segera membungkuk pada Deondre, "Salam tuan Duke muda, ada apa kemari??"
"Kenapa kamu sudah kembali?"
"Pangeran sudah menyuruh saya pulang. Jadi untuk apa saya tinggal di sana lebih lama," jelasnya pada Deondre.
"Harusnya kamu tetap di sana, karena Pangeran dalam proses penyembuhan."
"Pangeran tidak suka saya ada disana, karena dia tidak mengingat saya."
Agnasia memandang Deondre tenang, berbeda dengan Deondre, sudah banyak sekali pertanyaan dalam pikirannya, tentang sikap dari Agnasia yang tidak sedih saat mengetahui Pangeran tidak mengingatnya.
"Harusnya kamu tetap di sana agar dia bisa mengingat mu."
"Itu tidak akan berhasil," ucapnya, Deondre lalu melirik tangan Agnasia dan baru sadar ternyata adiknya sedang memegang pedang.
"Apa yang kamu lakukan dengan pedang itu, wanita bangsawan tidak boleh berpedang! Dia hanya bisa mengikuti acara jamuan teh dan merajut saja. Kamu sudah melanggar peraturan kekaisaran,"
bentak Deondre pada Agnasia, tetapi wanita itu hanya diam dan langsung berbalik menghempas jerami yang ada di depannya.
"Saya juga memiliki hak untuk memilih jalan saya. Hidup saya tidak bergantung pada peraturan."
"Agnasia, berhentilah bersikap aneh sekarang! Dan segeralah masuk kedalam! Tinggalkan pedang mu itu!!"
Agnasia sedikit terdiam, lalu dia berbalik melihat Deondre. Matanya yanb bagaikan mutiara hitam menatap Deondre tidak senang.
"Bukankah bagus saya bersikap seperti ini, bukankah bagus saya memiliki tujuan saya sendiri! Kenapa sekarang tuan Duke muda peduli apa yang saya lakukan? Bukankah dulu anda tidak peduli tentang apa yang saya lakukan, bahkan jika saya mati pun pasti anda tidak peduli.
Oh iya saya melupakan satu hal, andakan merasa jijik memiliki adik perempuan seperti saya yang sudah merenggut kehidupan ibu... Karena itu, saya ingin Tuan Duke muda jangan melihat atau peduli pada saya."
Agnasia langsung berbalik mengayunkan pedangnya sekali lagi, membiarkan Deondre di belakang ya g terdiam. Saat Deondre melihat rambut kecoklatan milik Agnasia itu, Deondre teringat akan ibu mereka.
Jika di jelaskan Agnasia memiliki rambut dan bentuk wajah yg mirip dengan ibunya, hanya saja yang berbeda adalah warna matanya yang mengikuti Duke George.
...💐💐💐💐...
Agnasia segera memberhentikan latihannya karena hari sudah sore, saatnya dia membersihkan tubuhnya.
Marry dengan cepat memberikan handuk kecil untuk mengeringkan keringat Agnasia.
"Nona Agnasia sangat hebat."
Dengan senyuman bangga Marry melihat Agnasia, sungguh Agnasia tersentuh atas pujian sederhana yang di katakan Merry.
"Merry, Apa kau menginginkan sesuatu? Aku akan memberikannya padamu," katanya, raut wajah Marry menjadi bingung mata coklatnya memandang Agnasia tidak berkedip.
"Nona? Apa anda bersungguh-sungguh?!"
"Tentu saja, apa aku terlihat berbohong?"
Merry mengeleng dengan cepat. Lalu berfikir apa yang akan dia minta dari ku.
"Saya hanya ingin nona jangan meninggalkan saya." Jawaban dari Merry membuatnya terkejut dan kesekian kalinya dia tersentuh.
Saat Agnasia bertanya apa tidak ada yang lain, dia hanya mengangguk saja dan berkata seperti sebelumnya pada Agnasia. Marry tersenyum, sambil mengajaknya masuk ke dalam kediaman untuk membersihkan diri.
...💐💐💐💐...
Menjelang malam, kepala pelayan memanggilnya untuk turun makan bersama dan itu di luar dugaan, biasanya tidak ada yang memanggilnya, malah Agnasia sendiri yang pergi kesana.
"Siapa yang menyuruh mu?" tanyanya pada tuan Alof yang menjadi kepala pelayan di kediaman Alddes.
"Tuan Duke yang menyuruh saya untuk memanggil Nona."
Ternyata benar, seperti yang ia pikirkan, pasti ini adalah perintah Duke karena mana mungkin ini dari Deondre. Agnasia lalu mengiakannya dan lelaki berambut putih itu segera keluar dengan sopan.
"Ini pertama kali Tuan memanggil Nona, apa ada sesuatu yang terjadi?"
"Entahlah Marry, Kalau begitu aku pergi dulu," katanya dan beranjak pergi.
pasti ada sesuatu yang ingin mereka katakan padaku, jika mengundang langsung seperti ini. Apa jangan-jangan soal aku yang berlatih pedang?
Agnasia segera pergi ke dalam ruangan makan keluarga Alddes, pelayan pun langsung membukakan pintu untuknya. Di dalam sudah ada dua orang yang dia kenal dengan raut tanpa ekspresi.
Bukankah harusnya mereka makan, kenapa harus menunggu kedatangannya.
Agnasia lalu memberikan salam pada mereka dan duduk dengan tenang, Duke pun mulai memegang garpu dan pisau untuk memotong daging. Saat sedang menyantap makanan, dia membuka suaranya sambil menatap Agnasia.
"Jelaskan saja apa maksud dari perkataan mu waktu itu di depan Kaisar," ujarnya dengan suara yang rendah dan dingin pada Agnasia. Mungkin karena ayah memiliki rambut berwarna hitam pekat dia jadi terlihat menakutkan.
Ternyata bukan soal latihan pedang ku, apa Deondre tidak mengatakannya?
"Sudah saya katakan, saya tidak lagi menyukai pangeran."
"Apa alasannya?"
"Apakah saya harus menjelaskannya, jika seseorang sudah tidak menyukai orang yang dia cintai."
Tuan Duke dengan cepat meletakan kembali alat makannya dan melipat tangannya di depan wajah, tatapannya tidak puas mendengar jawaban Agnasia.
Lalu, apa yang harusnya ku jawab?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Anonymous
serasa mendengar perckpan ditlp.
2021-08-20
0
skxrain
hahah.. dendam sama anak sendiri si duke. tuh juga abang nya dendam ama adek kandungnya😂. heh, lu kira lu aja yg bisa dingin? kejam? gk berperasaan? dia juga bisa anj*ng. maksain hak seseorang? sini deh gw balik maksain lu😆.
2021-05-08
16
senja
logikanya, kl dia mirip Emaknya, harusnya keluarga jadi sayang banget dan protektif karna kan mirip, ini malah dimusuhin, wkwk, aneh mereka, menyia2kan pengorbanan hidup dan mati
2021-03-21
32