Keadaan dalam ruangan kamar sangat hening saat dokter yang sering mengecek kesehatan para bangsawan datang memeriksa keadaan Agnasia.
Tiba-tiba pintu terbuka. Nampak Duke George masuk dengan tergesa-gesa, karena mendengar kabar dari pengirim pesan keluarga Alddes.
"Ada apa dengannya Deondre?!"
Manik obsidian miliknya melihat anak laki-laki yang berdiri menatap tenang sosok Agnasia. Perlahan Deondre membuka mulutnya, membalas pertanyaan sang ayah.
"Tiba-tiba saja dia bangun dan akan membunuh dirinya sendiri. Tapi saat itu, aku dengan cepat menahan tindakan yang ia lakukan. Setelahnya dia tidak sadarkan diri," jawab Deondre dengan singkat serta sangat jelas.
Duke mengerutkan alisnya sambil menatap kearah Agnasia yang tertidur tenang.
Kemudian dokter berdiri melihat kearah dua lelaki yang sedang menatapnya meminta jawaban.
"Sepertinya Putri Agnasia mengalami trauma complex sementara, mendengar penjelasan pelayan serta tuan muda tadi, bisa saja ada kejadian buruk yang menimpanya."
Penjelasan dokter membuat mereka terdiam, karena untuk pertama kalinya mereka mendengar bahwa Agnasia mengalami trauma.
"Apa ada obat untuk menyembuhkannya?"
Duke membuka suara menanyakan hal yang begitu ingin dia tahu itu.
"Seiring berjalannya waktu dia akan pulih, hanya saja jangan menanyakan hal yang menyangkut tentang kejadian buruk itu padanya dalam masa pemulihan."
Mereka berdua mengangguk kemudian Duke memanggil pengawalnya untuk mengantar dokter sampai ke tempatnya dengan selamat.
Sedangkan tuan Duke muda memanggil pelayan Marry untuk menjaga Agnasia dan menyuruh beberapa pelayan lainnya mengasingkan benda-benda tajam dari dalam ruangan yang Agnasia tempati.
...✾✾✾...
Dalam alam bawah sadar Agnasia, dia melihat adegan tubuhnya tergantung di tengah-tengah tempat eksekusi berkali-kali, serta pandangan orang-orang yang tidak menyukainya.
Wanita itu kembali lagi membuka kedua kelopak matanya dengan nafas yang memburuh tidak tenang, tapi dengan cepat Marry memegang tangannya mencoba menenangkan Agnasia.
"Nona, saya ada disini dan tidak akan meninggalkan nona."
Kalimat yang Merry lontarkan membuat Agnasia berbalik menatapnya. Dia lalu menarik wanita yang lebih tua dua tahun itu ke dalam pelukannya.
"Maafkan aku ... maafkan aku..." gumam berkali-kali Agnasia pada Marry dayangnya.
"Tenang nona, tenang..."
Usapan pelan Marry membuat Agnasia perlahan-lahan menjadi tenang. Nafasnya kini teratur dan ia mulai tertidur.
...✾✾✾...
Beberapa hari pun berlalu, di dalam ruangan kamar yang bernuansa minimalis, Agnasia menatap dayangnya yang sedang mengatur berberapa makanan di atas meja.
Ia teringat kembali akan kejadian dulu saat Marry membelanya di depan umum, tapi pada akhirnya dia di hukum penggal oleh pangeran.
Agnasia menyesali semuanya. Jika saja api cemburu dapat dia kendalikan, pasti Marry tidak akan mati karena membelanya.
"Nona ... ini supnya, saya sudah memanaskannya lagi sesuai perintah anda. Silakan di nikmati," ucapnya sembari membimbing Agnasia dengan hati-hati ke arah sofa.
Ia kemudian menyerahkan sup hangat untuk di nikmati sang majikan sebelum kembali berdiri tegak.
"Kamu boleh duduk Merry, pasti lelah berkerja seharian kan?" ucapnya tanpa memandang Marry yang berdiri di sampingnya.
"Tidak nona, saya tadi baru saja istirahat. Nona makanlah dan jangan pedulikan saya."
Penolakan tersebut membuat Agnasia berhenti dari aktifitas makannya. Ia lantas berbalik dan menatap Marry cukup dalam.
"Duduklah ini perintah."
Mendengar kata perintah serta tatapan majikannya yang terasa cukup membebani Marry, mau tak mau dia harus mematuhinya.
Ia kemudian bergerak kaku dan duduk di salah satu sofa yang tersedia di sana.
...✾✾✾...
Menjelang sore Agnasia membuka jendela kamarnya. Menyapu pandang ke sekeliling tempat yang terasa familiar.
Keadaan ini masih sama seperti dulu, tenang dan damai. Yang berbeda di sini adalah dia yang kembali menjalani kehidupan masa lalunya tanpa sepengetahuan orang-orang.
Agnasia kemudian teringat akan pembicaraannya bersama sesosok cahaya sebelum ia kembali ke masa lalu.
Sebenarnya siapa Dia yang cahaya itu maksudkan? Apa Dia itu adalah Dewa? Lantas, kenapa Agnasia harus mengulangi kehidupannya yang sangat buruk ini sekali lagi?
Banyak pertanyaan yang berterbangan dalam benaknya. Namun ia sama sekali tidak mendapatkan jawabannya itu.
Sampai tiba-tiba terbesit satu hal yang belum ia selidiki sejak kembali lagi ke masa lalu.
"Di tahun berapa aku kembali?"
Bergegas Agnasia mencari kalender untuk melihat bulan apa dan tahun berapa dia kembali.
Begitu ia mendapati apa yang di cari sedari tadi, tubuhnya seketika menegang saat melihat angka yang tertera di sana. Ternyata dia kembali saat sebelum Pangeran pulang dari perang.
"Artinya aku sudah bertunangan dengan Pangeran," ucapnya nanar sambil tersenyum getir.
Mengingat bagaimana Pangeran berpaling darinya tanpa rasa bersalah sedikitpun, membuat perasaan Agnasia sangat terluka.
Ingin sekali ia memutuskan hubungan antara dia dan Pangeran. Tapi, hal tersebut sangatlah tidak mungkin. Hubungan ini sudah seperti tali jerat yang tidak bisa di lepaskan begitu saja.
"Apa yang harus ku lakukan—"
Pintu kamar yang tiba-tiba terbuka lebar, mengundang Agnasia untuk berbalik menatap ke arah sebaliknya.
Terlihat sosok ayahnya yang berdiri tegak di depan pintu dengan ekspresi datar yang tidak berubah sejak terakhir kali dia melihatnya.
"Salam Tuan Duke."
Agnasia menarik kedua sisi gaunnya, memberi salam hormat pada Duke seperti yang sering di lakukan para bangsawan.
Jika di bandingkan dengan dirinya yang dulu, maka Agnasia sudah memeluk erat Duke untuk mencari perhatian pria itu.
Tapi, semuanya percuma saja. Sampai matipun kasih sayang serta kepedulian yang ia dambakan tidak pernah di tunjukkan mereka padanya.
Jadi, untuk sekarang, dia akan berhenti melakukan hal yang hanya membuang-buang waktu dan tenaga secara cuma-cuma. Lebih baik seperti itu.
Ketika ia kembali berdiri tegak, manik Agnasia menangkap raut terkejut yang di tunjukkan Duke. Membuatnya bertanya-tanya, apakah dia melakukan suatu kesalahan? Tidak mungkinkan.
"Ada apa tuan Duke menemui saya?" tanyanya memecahkan keheningan.
Detik berikutnya mimik wajah pria itu berubah seperti sebelumnya. Datar.
"Aku hanya ingin melihat mu saja, jangan terlalu memaksakan diri."
Ucapannya itu cukup membuat Agnasia berkutik kaget. Sangat jarang Duke mengucapkan kalimat yang menunjukkan rasa khawatirnya.
Karna biasanya, dia hanya berucap 'Jangan membuat nama keluarga rusak' atau hal lain yang menyakiti hati.
"Terima kasih atas perhatian yang tuan Duke berikan pada saya."
Jawaban seadanya keluar dari balik bibir ranum wanita itu. Dia sungguh merasa janggal akan sifat ayahnya yang tiba-tiba berubah.
"Jangan lupa, besok kita harus menyambut kedatangan Pangeran yang menang dalam perang perebutan wilayah."
Agnasia seketika terkejut saat mendengar pernyataan tersebut. Dia benar-benar sudah lupa soal kejadian ini.
Artinya, surat pemberitahuan pernikahan ku akan sampai. Ini sungguh gawat.
"Tuan Duke, bisakah saya tidak mengikuti acara penyambutan itu?"
tuturnya dingin membuat Duke mengerutkan dahinya merasa heran akan perkataan Agnasia.
"Kenapa tiba-tiba kamu berkata seperti itu? Bukannya kemarin kamu sangat menantikannya?" tukas Duke George tak kalah dingin sambil memicingkan matanya.
"Itu kemarin ... hari ini saya sudah berubah pikiran."
"Agnasia! Apa alasanmu berkata seperti itu? Jelaskan dengan benar."
Cetus Duke dengan oktaf suara yang meninggi. Dia begitu tidak menyukai jawaban Agnasia yang terdengar plin-plan.
"Saya sudah tidak menyukai pangeran," ungkapnya jujur yang makin mengundang amarah George.
"Apa?! Kamu jangan mengambil keputusan yang aneh-aneh! Kaisar sendiri yang menunjuk mu menjadi calon istri Pangeran. Jangan membuat malu nama keluarga Alddes! Pikirkan itu."
Ketika Agnasia ingin membalas perkataan Duke, tangan kanan pria itu terangkat. Dengan maksud menyuruhnya untuk diam. Setelahnya terlihat George melangkah keluar dari dalam kamar dan menghilang di balik pintu yang tertutup.
...✾✾✾...
Di siang hari yang tidak begitu terik, Agnasia keluar bersama Marry untuk melepas penat karna sudah terkurung dalam kamar cukup lama.
Ketika ia tiba di lantai selanjutnya, ingatan dulu langsung terlintas dalam benaknya.
Masih membekas dengan sangat jelas, suara tawa serta langkah kaki yang berlari ketika ia mencari perhatian orang-orang sekitar termasuk ayah serta kakaknya.
Tapi itu dulu, sekarang Agnasia tidak akan melakukan hal konyol yang tidak berguna itu dan berniat mengubah takdirnya.
Saat ia semakin jauh menelusuri koridor kediaman Alddes, samar-samar Agnasia melihat beberapa pekerja dan pelayan yang menatapnya aneh sambil berbisik satu sama lain.
"Biasanya nona sering tersenyum dan berlari menyapa kita, tapi kenapa sekarang tidak?"
"Mungkin karena kejadian hari itu, nona jadi berubah."
"Memangnya apa yang terjadi?"
"Ini karena trauma tiba-tiba."
Suara bisikan mereka cukup mengusik pendengaran Agnasia. Ia lantas melihat kearah para pelayan dengan lirikan tajam. Mereka seketika takut dan tidak membuka suara lagi.
Kembali melanjutkan perjalanan, dari kejauhan maniknya menangkap sosok seorang pria yang tidak lain adalah Deondre. Saudara laki-lakinya.
Sekejap Agnasia mematung. Tidak dapat bergerak sama sekali. Ingatan tentang dirinya di tampar di tengah-tengah ruangan aula kerajaan membesit layaknya sengatan listrik.
Keseimbangannya pun hilang dan berangsur jatuh, tapi beruntung Marry dengan cepat menangkap tubuh majikannya.
"Nona, anda baik-baik saja? Harusnya tadi beristirahat," ucapnya cemas sembari menatap khawatir Agnasia memegang kepalanya.
"Tidak apa-apa ... Jangan khawatir." jawab Agnasia meyakinkan dayangnya.
Namun tetap saja, rasa bimbang dalam hati Marry tak kunjung pudar. Ia begitu takut jika majikannya kenapa-napa seperti saat itu.
Saat Agnasia menoleh ke depan, nampak Deondre yang sudah ada di depan mata tubuhnya dengan ekspresi datar.
‘Pasti aku akan di usir olehnya.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
...
Tabib thor
2022-03-30
0
AYU DANI
nyesek gue ngebayanginya thor.. kesian amat
2021-10-08
0
Anonymous
critanyq bgs, cuma gk nyaman aja. ms dialog digaris miring, hrs jgn begitu thor, biasa aja. kl garis miring tuh, bs saat ngomong dlm hati, kata dlm bhs asing, saat ngobrol di telepon
2021-08-20
0