Nafasnya terasa tercekat saat Deondre sudah berada di hadapannya. Ia pun mencoba untuk memberanikan diri memberi salam hormat.
"Salam untuk tuan Duke muda."
Agnasia membungkuk pelan memberi salam, begitu juga dengan dayangnya. Pria itu seketika terkejut atas perlakuan aneh yang di tunjukkan saudarinya itu.
Begitu Agnasia kembali pada posisi awal, ia menangkap ekspresi terkejut yang jarang di tunjukkan kakaknya.
Kenapa mereka menunjukkan raut seperti itu saat melihat ku?
"Padahal baru beberapa hari yang lalu kamu sakit, sekarang sudah bisa jalan-jalan?"
Rentetan kalimat dingin yang tertuju padanya, membuat dia tersentak pelan. Ia lalu menatap manik Deondre cukup lama sebelum kemudian berbicara.
"Maaf, karna saya telah mengganggu penglihatan tuan Duke muda. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Kalau begitu saya undur diri terlebih dahulu."
Bergegas Agnasia melangkahkan kedua tungkai kakinya menjauhi Deondre. Dia sungguh tidak nyaman jika berhadapan dengan pria itu.
Sementara dari arah sebaliknya, Deondre berbalik melihat punggung Agnasia yang kian menjauh dan menghilang dari pandangannya.
"Kenapa sikapnya terasa berbeda? Biasanya dia akan menatap ku senang. Tapi sekarang dia menunjukan tatapan yang berbeda dari sebelumnya."
Deondre bingung tentang perubahan Agnasia yang begitu tiba-tiba dan membuatnya jadi merasa aneh.
Sebenarnya apa yang terjadi?
...✾✾✾...
Sebelum hari berganti, surat dari Kaisar di kirim ke kediaman Duke Alddes.
Isinya tentang pemberitahuan pernikahan Agnasia dan Pangeran Dellion yang akan di laksanakan dua minggu depan.
Agnasia yang tengah duduk di bangku taman sambil menikmati teh lippe dengan santai, tiba-tiba di kejutkan oleh seorang pelayan kediaman yang datang membawakan perintah dari Duke George—Ayah dari Agnasia—untuknya.
Duke mengatakan bahwa ada sesuatu yang perlu di bicarakan dengan Agnasia. Karna itu, dia memanggilnya untuk bertemu di ruangan kerjanya sekarang.
Pasti ini soal surat pernikahan yang sampai.
"Nona Agnasia? Kenapa belum pergi?"
Marry yang penasaran saat melihat majikannya tidak beranjak dari tempat duduk, segera bertanya.
Karna biasanya, ketika Duke memanggil majikannya, dia akan bergegas pergi sambil menyunggingkan senyuman bahagia. Tapi sekarang malah berkebalikan. Marry seperti melihat Agnasia dalam versi yang berbeda.
"Aku sudah tahu apa yang akan di bicarakan sebelum mereka mengatakannya," ucapnya sembari bangkit berdiri dan pergi meninggalkan taman kediaman.
Marry pun bergegas mengekori Agnasia dari belakang dengan perasaan aneh yang menggerogoti hatinya saat mendengar jawaban yang di katakan wanita itu.
Setibanya Agnasia di depan ruangan kerja ayahnya, ia segera mengetuk pelan pintu besar yang ada di hadapannya. Mendengar ketukan tersebut, George segera mengizinkannya untuk masuk ke dalam.
Ketika Agnasia melangkah masuk ke dalam sana, terlihat Duke yang sedang duduk di atas kursi kerjanya sambil menatapnya dalam diam.
Sementara sosok yang di tatap, malah melirik ke arah surat dengan lambang mawar putih yang ada di atas meja kerja ayahnya.
"Salam tuan Duke, ada keperluan apa sampai anda memanggil saya?" tanyanya basa-basi sekedar mengisi kecanggungan yang terasa saat pertama kali menginjakan kaki ke dalam ruangan.
"Kaisar mengirimkan surat. Isinya tentang berita pernikahan mu dengan Pangeran Dellion," ucapnya yang sama sekali tidak membuat Agnasia menunjukkan ekspresi lain selain datar.
Karena aku sudah tahu, itu hanyalah berita yang tidak begitu menyenangkan telinga.
Benaknya yang malas memberikan sebuah komentar. Sementara dari posisi Duke Alddes, dia diam menunggu reaksi Agnasia.
Namun, pria itu tak kunjung menjumpai senyuman yang sering putrinya tunjukkan setiap hari.
"Kenapa kamu terlihat tidak senang?" tanya Duke penuh selidik saat memerhatikan Agnasia sejak tadi.
"Apa saya harus senang? Jika hanya itu yang akan di bicarakan, izinkan saya undur diri."
Duke sedikit terdiam mendengar perkataan putrinya yang begitu dingin dan tidak menunjukan rasa senang sedikit pun.
"Kenapa kamu tidak senang sama sekali, ketika mendengar berita besar ini—"
"Kenapa tiba-tiba tuan Duke peduli tentang perasaan saya? Bukannya itu tidak penting untuk tuan Duke," timpalnya sembari menatap dingin. Membuat pria itu terdiam tidak membuka suara karna sangking terkejutnya akan perkataan Agnasia.
‘lebih baik aku bersikap seperti ini, kemudian menjauh.’
Tiba-tiba bunyi ketukan pintu dan suara seseorang yang masuk, mengahlikan pandangan Agnasia dari Duke.
"Ayah memanggil ku?"
Deondre langsung menanyakannya dengan cepat, tapi Duke hanya diam sambil menatap putrinya yang terasa begitu berbeda dari sebelumnya.
"Agnasia apa maksud perkataan mu tadi?" tanyanya memastikan dengan aura mengintimidasi.
"Maksud saya, jadilah seperti yang sebelumnya. Tuan Duke yang tidak peduli dan tidak mau mengurusi saya," jawabnya dengan tenang dan sedikit menekan beberapa kalimat penting seperti tidak peduli dan tidak mau mengurusinya.
"Apa-apaan! Perkataan mu itu!"
Deondre langsung membentak Agnasia saat mendengar jawaban yang ia katakan kepada Duke. Sang puan langsung berbalik menatap saudara laki-lakinya dengan tatapan dingin.
"Ada apa? Bukannya tuan Duke dan tuan Deondre membenci saya? Jadi jangan pedulikan saya," tungkasnya tanpa rasa takut. Mereka berdua seketika terdiam menatap Agnasia.
Merasa tidak ada lagi pembicaraan yang akan di bahas, perempuan itu memilih untuk undur diri dan kembali beristirahat.
...✾✾✾...
Setiap langkah yang Agnasia ambil, selalu teringat akan masa lalunya. Ia sangat tahu bahwa mereka membencinya.
Dia melewati semua kesulitan itu dengan tersenyum, sambil berfikir jika ia bersikap baik maka mereka akan menyukainya. Tapi itu adalah pilihan yang salah. Dia malah terlihat lebih menjijikkan di hadapan mereka. Karena terlihat seperti suka mencari perhatian.
"Kehidupan yang sungguh menyedihkan." ujar Agnasia saat Merry sedang menyisir rambutnya.
"Nona benar, tidak ada yang berjalan mulus sekarang ... Hmm ... Nona, bisakah saya menanyakan sesuatu?"
Marry berucap sembari memandangi wajah sang majikan dari pantulan cermin. Agnasia mengangguk singkat tanda memperbolehkannya.
"Kenapa nona sedikit berbeda dari sebelumnya?"
"Apa kamu tidak menyukainya?"
Jawaban cepat yang di katakannya membuat sang dayang jadi salah tingkah. Ia takut jika Agnasia merasa tersinggung akan pertanyaan tersebut.
"Bukan begitu nona, hanya saja anda terlihat lebih menakutkan jika tenang seperti ini," jelasnya sambil terus menyisir rambut Agnasia dengan perlahan-lahan.
Sesekali ia melihat ke arah cermin, hendak mengetahui ekspresi apa yang sedang di tunjukkan majikannya. Tetapi Marry tidak mendapati perubahan di wajah wanita itu.
"Bagitu ya ... Tapi jika aku kembali lagi ke sifat lamaku, banyak yang akan mempermainkan ku."
Merry seketika terhenti saat mendengar jawaban tersebut. Sebenarnya apa maksud dari kata-kata itu? Apakah ada yang berbuat jahat pada nonanya?
Lantas, Agnasia segera menyudahi aktifitas menyisir rambut dan bangkit berdiri.
Sang dayang pun undur diri dan pergi keluar. Membiarkan Agnasia yang kini sudah berbaring di atas tempat tidur sambil memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Hari ini melelahkan, dan kemarin adalah hari yang menyakitkan. Siksaan tali gantung waktu itu, masih bisa ia rasakan sampai saat ini.
"Aku harus mengubah semuanya dan menjalani kehidupan yang bahagia. Oleh karna itu, aku akan membantu penyembuhan Pangeran, lalu setelah Carin datang, aku akan pergi jauh dari mereka serta keluarga ku."
Lama kelamaan matanya memberat, kemudian ia tertidur dan masuk ke dalam dunia mimpi yang tidak begitu indah.
...✾✾✾...
Besoknya, semua tengah sibuk mempersiapkan kedatangan Pangeran yang menang dalam perang perebutan wilayah.
Begitu juga dengan Marry. Dia sibuk mengeluarkan gaun indah untuk nonanya pakai saat penyambutan Pangeran nanti.
"Warna putih ini sangat cantik jika di pakai oleh Nona, hari ini Nona akan menjadi bintang utama," ucapnya sambil memberikan senyuman antusias pada Agnasia.
Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan wanita bersurai coklat, yakni Agnasia. Dia langsung bangkit berdiri dan mendekati lemari gaun dengan ekspresi wajah yang selalu datar.
"Itu dulu Marry ... Sekarang berbeda," ujarnya sambil menarik gaun biru gelap dari dalam lemari.
"Aku akan memakai ini."
Raut wajah Marry seketika berubah. Seperti bertanya kenapa Agnasia memilih gaun gelap untuk acara penyambutan yang membahagiakan ini?
"Tapi Nona, itu agak—"
Dengan cepat Agnasia mengangkat satu tangannya yang membuat Marry bungkam. Ia pun segera membantu majikannya untuk bersia-siap.
...✾✾✾...
Satu kereta kuda dengan lambang keluarga Alddes sudah ada di depan gerbang.
Agnasia pergi bersama ayah dan kakaknya kearah gerbang kediaman mereka, kemudian menaiki kereta kuda tanpa bantuan dari siapapun.
Itu sudah sering terjadi, dia bahkan pernah jatuh tapi di biarkan oleh ayah dan kakaknya.
Setelah semuanya sudah duduk diam di dalam kereta kuda, sang kusir segera menjalankan tugasnya untuk membawa satu keluarga Alddes ke istana kaisar.
Di dalam perjalanan, Agnasia merasa tidak tenang. Rasa takutnya perlahan muncul bersama memori kelam yang terjadi di masa depan, saat melihat istana kaisar dari dalam kereta kuda.
"Tenanglah Agnasia kamu pasti bisa," ucapnya pelan hampir seperti berbisik sambil menguatkan diri sendiri.
Sampai saat kereta kuda berhenti di depan gerbang kerajaan, ketakutannya tidak hilang dan makin menjadi-jadi.
Pintu seketika terbuka, terlihat Deondre dan Duke yang beranjak turun dan berbalik menatap Agnasia bingung, saat dia tak kunjung bergerak dari tempat duduknya.
Deg!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Anonymous
tlg jgn digaris miring dong dialognya thor, bkn begitu cr penulisan yg bnr. trs jgn diksh titik satu diatas sperti, ' bkn gitu, hrs br garis miring
2021-08-20
0
Banana🦋
Alur di novel ini cukup mirip dengan novel kesukaan ku yg dri Korea, judulnya 'Death Is Only Ending For The Villains'. Keren, aku suka mc yg awalnya lemah menjadi just setelah reinkarnasi! Semangat buat author nya, lanjut!
2021-01-01
26
Titus Adjust
next.. 💪💪💪
2020-11-08
6