Mimpi #17

Malam ini adalah mimpi buruk bagi seluruh warga kota. Dengan tingkat kejahatan yang tiba-tiba meningkat secara drastis dalam satu hari saja, itu membuat pihak kepolisian sangat kewalahan. Prawira dan pihaknya menerima banyak laporan warga tentang pembegalan, pemalakan, peperangan, penembakan, pengancaman, dan kerusuhan, dari banyak warga melalui aplikasi 'Halo Polisi'.

Prawira mengumpulkan seluruh anggotanya dari semua jajaran kepolisian di kantor polisi pusat. Dengan adanya tujuh anggota polisi yang tertembak, terdiri dari empat anggota Sabhara, satu anggota Brimob, dan dua anggota Polantas, yang sudah mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Kota.

Malam ini Prawira ingin mengadakan patroli gabungan, untuk melakukan pengamanan ke seluruh wilayah kota ataupun pedesaan.

Prawira berdiri di depan ruang rapat dengan menunjuk sebuah peta, yang terpampang di sebuah papan yang terletak di depan ruangan.

"Kita akan melakukan patroli gabungan! yang akan dimulai dari wilayah kargo dan dermaga bawah, setelah itu.. kita akan melakukan pengamanan ke seluruh tempat umum yang berada di Kota, Shandy Shell, dan Paletown, paham?!"

"Dimengerti dengan jelas, Pak!" sahut semua anggotanya dengan lantang.

"Oh iya.. saya minta untuk diperketat penjagaan di perbatasan antara Paletown, Shandy Shell, dan Kota!"

"Siap, Pak!"

"Dimengerti, Ndan!"

"Untuk formasinya seperti biasa, Brimob depan! Sabhara dan polantas menyesuaikan di barisan kedua, ya!"

"Ten-Four, Ndan!"

"Asep! kau tetap pakai helikopter ya!" lanjut Prawira kepada Asep G. Tambun yang biasa menjadi pilot dari Eagle Eye.

Seluruh anggota pun bergegas menuju brankas untuk mengambil perlengkapan mereka masing-masing, dan bersiap dengan kendaraan mereka di halaman parkir Kantor Pusat.

Disaat semua anggota sedang bersiap-siap, tiba-tiba notifikasi laporan masuk melalui aplikasi 'Halo Polisi'.

"Telah terjadi baku tembak di area atas perbukitan sebelah barat dari peternakan."

"Seluruh anggota langsung saja merapat menuju lokasi!" Prawira bersama dengan semua anggotanya langsung pergi menuju ke lokasi terjadinya baku tembak tersebut.

"Eagle Eye to dispatch izin mengudara dari Kantor Polisi Pusat!"

...

Sesampainya Prawira di lokasi, ia hanya mendapati banyak korban tertembak yang sudah tergeletak tidak bernyawa. Rata-rata dari semua korban yang tertembak, mereka mendapatkan luka tembak tepat di kepala dan nyawanya tidak dapat tertolong.

Ada satu mayat tubuh korban yang tergeletak tepat di bawah pohon, dan mayat itu sangat menarik perhatian dari Prawira. Ia pun menghampiri untuk melihat sendiri siapa korban itu.

"Alex..." gumamnya.

"Pak, saya minta izin untuk kirim sinyal 13 untuk pihak medis!" cetus James.

"Dipersilahkan!"

"Untuk semua anggota langsung amankan area, dan silahkan dibuat perimater!" lanjut Prawira di radio.

"Ten-Four, Pak!"

Kibo menghampiri Prawira dan mengatakan, "Ciri-ciri mereka ini sama semua dengan kasus penyanderaan tadi, Ndan."

"Aku yakin... mereka bagian dari Mafioso," sela Netty yang menghampiri mereka berdua.

"Ya.. salah satunya adalah dia, Alex Matrix Lucario.. dan ada di dalam DPO yang kita cari selama ini," sahut Prawira sambil menunjuk mayat korban yang tergeletak di bawah pohon.

Suara sirine sangat mewarnai pada malam ini, evakuasi para korban juga sedang dilakukan oleh pihak medis yang sudah tiba di tempat kejadian.

Tidak ada yang selamat dari mereka para korban yang mengenakan pakaian hitam penuh. Prawira menduga kalau telah terjadi perang antar geng atau kelompok, dan menewaskan kurang lebih total 10 orang di tempat.

Namun korban yang terlihat hanya berasal dari satu pihak saja, Prawira menduga kalau pihak dari kelompok Mafioso ini kalah telak saat terjadinya peperangan. Semua barang bawaan mereka juga habis tidak tersisa sama sekali.

"Eagle Eye melaporkan, tidak ada tanda-tanda dari suspect di area sekitar, Pak!"

"Kalo gitu silahkan tetap mengudara dan pantau area sekitar radius 100 meter!" ujar Prawira di radio.

"Pak, para korban akan kami bawa menuju Rumah Sakit Pusat, dan akan kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut," ucap salah satu petugas medis yang menghampiri Prawira.

"Oke siap!" sahut Prawira.

Prawira pun ikut bersama dengan pihak medis menuju Rumah Sakit Kota, serta membagi anggotanya menjadi beberapa tim, untuk melakukan penjagaan keseluruh daerah kota dan desa.

Di tengah perjalanan menuju Rumah Sakit, polisi kembali mendapatkan laporan tentang pembegalan yang terjadi di daerah Shandy Shell.

"Saya melihat terjadinya pembegalan di area Shandy Shell dekat dengan dermaga dan danaunya, Pak polisi tolong segera merapat." isi pesan dari pelapor.

Prawira pun segera mengirimkan anggotanya untuk menanggapi laporan tersebut, dan menugaskan beberapa anggota untuk menjaga perbatasan.

"Silahkan segera di tanggapi laporan itu! komando saya berikan kepada Pak Bagas!" tegas Prawira di radio.

"Diterima, Pak!" sahut Bagas di radio.

"Tidak perlu semua anggota, sisanya tolong di perketat penjagaan di area perbatasan.. dan lakukan patroli keseluruh daerah!" lanjut Prawira.

Netty sebagai sekertaris dari Prawira, membuat sebuah himbauan untuk seluruh warga agar lebih waspada dan berhati-hati. Karena malam ini tingkat kejahatan tiba-tiba melonjak secara drastis, dan kebanyakan tindakan kriminal itu dibuat oleh kelompok yang mengatasnamakan "Mafioso". Dengan ciri khusus dari mereka selalu menggunakan pakaian serba hitam, yang sangat susah dilihat di malam hari seperti ini.

Prawira sangat menyayangkan dari 10 korban ini, tidak ada yang selamat untuk ia mintai keterangan lebih lanjut mengenai peperangan yang baru saja terjadi. Ia masih bingung, karena jumlah personil dari Mafioso itu sangatlah banyak, bahkan sangat mustahil untuk menghabisi mereka. Tetapi dari kejadian yang baru saja terjadi, 10 dari mereka tewas di tempat dengan rata-rata tertembak di kepala, dan tidak ada korban dari pihak atau kelompok lain yang menyerang mereka.

"Jadi.. 10 orang ini.. terbantai oleh siapa.. dan dari pihak mana...? polisi saja.. sangat kesusahan menangani mereka, atau memang.. kami yang tidak becus..." gumam Prawira di dalam hatinya.

~

"Nggak dingin apa kena angin malam di luar sini?" cetus Berlin menghampiri Nadia yang sedang berdiri menyendiri di taman belakang rumah.

"Nggak terlalu sih.."

"Kalau malam.. sungai itu nggak kelihatan.. karena gelap, tapi kita bisa dengar gemericik airnya," Berlin bersandar di pagar kaca dan menghadap ke arah sungai yang tidak jauh dari dirinya berada.

"Aku merasa minder.. saat tau kamu memiliki rumah yang seperti ini," gumamnya sambil memalingkan muka dari Berlin.

"Apa yang kamu bicarakan?"

"Maksudku.. aku bukan siapa-siapa.. dan.. bukan dari keluarga yang istimewa, bahkan aku tidak tau siapa keluargaku.." lanjut Nadia dan duduk di sebuah bangku taman.

Berlin pun duduk tepat di sampingnya, lalu menatap ekspresi polos dari Nadia, dan mengatakan, "Aku mencintaimu apa adanya.. bukan ada apanya, untuk kekurangan di antara kita itu pasti ada.. namun kita pasti bisa merubah kekurangan itu menjadi kelebihan. Aku juga bukan artis atau idola 'kan? jadi kamu tidak perlu merasa minder seperti itu, ya...."

"Aku juga minta maaf, karena sudah membawamu ke dalam keadaan bahaya seperti ini," lanjut Berlin dengan menatap serius kedua bola mata yang sangat indah tepat di hadapannya.

Nadia seketika salah tingkah saat Berlin menatapnya seperti itu, ia hanya terdiam dengan ekspresi wajah yang mulai sedikit memerah.

"Um.. ng-nggak apa-apa kok, aku akan sangat khawatir dengan kondisimu.. kalau benar insiden tadi terjadi padamu..."

"Aku yang seharusnya meminta maaf.. kalau udah merepotkan mu, yah... kamu tau sendiri.. aku masih sering seperti anak kecil.." lanjut Nadia dengan bersandar di bahu milik Berlin.

Dengan nada yang cukup lugu, Nadia berkata seperti itu. Namun Berlin sedikit tertawa kecil saat mendengar apa yang dikatakan kekasihnya itu. Ia pun menjawab sambil merangkul pundak dari Nadia dengan berkata, "Tidak masalah.. tidak merepotkan kok bagi ku, sikapmu yang manja... dan seperti anak kecil itu... justru membuatku harus lebih banyak belajar.. untuk menjadi dan bersikap lebih dewasa darimu."

"Aku percaya kalau kamu pasti bisa memposisikan dirimu, dan aku merasakannya... kalau kamu bersikap seperti itu cuma saat kita berdua saja... seperti sekarang ini," lanjut Berlin.

Nadia kembali terdiam dengan menahan sedikit rasa malunya, saat Berlin mengatakannya.

"Hahaha.. yang benar aja kau, Sep!" celetuk Adam yang suaranya terdengar sampai ke halaman belakang.

"Adam itu.. biarin aja," cetus Berlin.

Suasana malam di atas perbukitan malam ini benar-benar sunyi. hanya terdengar hembusan angin malam, yang berkali-kali melewati sela-sela pepohonan, semak belukar, dan tumbuhan yang berada di sekitar. Suara gemericik air dari sungai belakang halaman juga ikut terdengar, dan suaranya sangat menenangkan jiwa. Berkali-kali juga diwarnai dengan suara canda tawa dari teman-teman yang lainnya, yang terdengar dari dalam ruang tengah.

Nadia merasa nyaman saat Berlin merangkul dan memeluknya. Angin malam yang di awal terasa dingin merasuk sampai tulang, tiba-tiba berubah menjadi hangat saat berada di pelukan Berlin.

Rasa ngantuk pun mulai menyerang, matanya sangat berat dan susah untuk terbuka kembali. Alhasil tanpa ia sadari, matanya perlahan terpejam dan tertidur dalam pelukan tersebut.

"Aku antar ke kamar ya..." ucap Berlin yang menyadari kalau Nadia sudah benar-benar lelah dan mengantuk.

"Huh .. kamar ..?" gumamnya di dalam hati saat Berlin mengatakannya.

Berlin pun menuntun dan mengantarkan Nadia untuk beristirahat di kamar miliknya, yang berada di lantai tiga. Saat berjalan perlahan menaiki anak tangga, Kimmy, Asep, dan Adam, menghampiri Berlin serta menghentikan langkahnya dan mengatakan, "Bos, kami ingin membicarakan sesuatu," cetus Kimmy.

"Oke, sebentar ya, Kim. Aku antarkan Nadia ke kamarnya dulu, kalian tunggu saja di ruang rapat lantai dua."

"Oke, siap!"

"Mau aku temani tidur kah, Nadia?" celetuk Adam tiba-tiba.

"Gila kau, Dam! udah sana, buru!" sahut Berlin memarahinya dan lanjut berjalan.

Asep dan Kimmy sedikit menahan tawa saat Berlin memarahinya, "Mampus kau, Dam..." bisik Asep.

...

Sesampainya di lantai paling atas, terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang keluarga yang cukup luas. Berlin menuntun Nadia untuk masuk dan istirahat di kamar yang sudah ia siapkan.

"Anggap saja seperti rumah sendiri, semoga kamu nyaman ya.." cetus Berlin.

Nadia duduk di tepi tempat tidur, dan hanya mengangguk-angguk saat Berlin berbicara. ia juga hanya diam tanpa berkata sama sekali, karena sudah terlalu mengantuk.

"Udah ngantuk banget ya..? yaudah tidur aja sayang... kalau udah ngantuk, kalau kamu kedinginan.. jangan lupa pakai selimut, atau.. kamu bisa atur sendiri pendingin ruangannya." Berlin menoleh, dia tahu mata Nadia sangat berat dan sudah susah untuk terbuka.

"Makasih ya ...." gumamnya dengan nada yang sudah mulai lemas dan lelah karena menahan kantuk.

Berlin pun membaringkan Nadia di tempat tidur lalu berkata, "Sama-sama, kamu kalau membutuhkan aku.. aku ada di kamar sebelah, atau.. masih di bawah.. jika belum selesai ngobrol sama yang lain."

"He'em.." gumamnya sambil mengangguk dengan mata yang sudah mulai terpejam.

Sebelum Berlin meninggalkan Nadia yang sudah mulai tertidur, ia membenarkan selimut yang dipakai kekasihnya itu dan mengucapkan, "Selamat malam... semoga mimpi indah.." lalu mencium kening dari Nadia yang sudah mulai terpejam.

Nadia yang masih setengah sadar, ia merasa kalau apa yang baru saja terjadi itu adalah halusinasinya saja. Namun dirinya bisa merasakan ciuman hangat yang Berlin berikan kepadanya, jiwanya seperti melayang tiba-tiba pada saat Berlin menciumnya. Dirinya tidak menyangka akan mendapatkan itu untuk pertama kalinya.

"Dia mencium ku...? yang baru saja terjadi ini.. bukan bagian dari.. mimpi, 'kan...?" gumamnya di dalam hati.

Berlin melangkah keluar dari kamar dan menutup pintu secara perlahan. Menyadari Berlin yang sudah pergi meninggalkan kamar, Nadia jadi salah tingkah sendiri tentang apa yang baru saja terjadi padanya.

"Semoga... apa yang dilakukan Berlin baru saja... bukanlah mimpi atau halusinasi ku saja," gumamnya di dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri menatap ke arah langit-langit kamar.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Mommy Gyo

Mommy Gyo

hadir Thor

2021-07-02

1

Andropist

Andropist

lanjut

2021-06-13

1

lihat semua
Episodes
1 Kenangan #1
2 Kejam #2
3 Hari yang Berat #3
4 Pilihan #4
5 Salah Paham #5
6 Lingkup Baru #6
7 Pemimpin #7
8 Masalah #8
9 Aku Pulang #9
10 Tempat Baru #10
11 Kembali Bertemu #11
12 Malam yang Tenang #12
13 Keluarga #13
14 Prioritas #14
15 Membunuh atau Dibunuh #15
16 Villa #16
17 Mimpi #17
18 Dendam #18
19 Misi Lama Terlaksana #19
20 Bergerak #20
21 Meledak #21
22 Kacau #22
23 Sebuah Ramalan #23
24 Anak Ramalan #24
25 Anak Laki-laki #25
26 Kakak yang Payah #26
27 Saat Pertama Bertemu #27
28 Bingung #28
29 Rencana Kedua #29
30 Pria Misterius #30
31 Boneka Berdarah #31
32 Bersamamu (bagian satu) #32
33 Bersamamu (bagian dua) #33
34 Sinar Matahariku #34
35 Menyesal #35
36 Takut dan Bersalah #36
37 Diserang #37
38 Pelarian #38
39 Objektif Selesai #39
40 Deklarasi #40
41 Malam yang Indah #41
42 Pertemuan Singkat #42
43 Hasil Pertemuan #43
44 Lekas Pulih #44
45 Surat #45
46 Keinginan #46
47 Anak-anak #47
48 Penghambat #48
49 Nostra #49
50 Dunia Malam #50
51 Kediaman Gates #51
52 Rencana #52
53 Latihan Menembak #53
54 Awal yang Buruk #54
55 Ragu #55
56 Ingin Terus Bersamanya #56
57 Penawaran Menarik #57
58 Persiapan #58
59 Tim Pengintai #59
60 Mimpi Buruk #60
61 Mafioso in Action #61
62 Sifat yang Tiba-tiba Berubah #62
63 Tawanan #63
64 Penolakan yang Menyakitkan #64
65 Aku Di Sini Menjemput Mu #65
66 Saudara #66
67 Helikopter Militer, Kota Kacau #67
68 Bagian Timur Kota #68
69 Meluapkan Amarah #69
70 Ajaran Pengorbanan Diri #70
71 Manusia, Bom Waktu? #71
72 Bulan yang Terang Di Antara Percikan Api #72
73 Menyesal, Kesalahan Masa Lalu #73
74 Membalikkan Keadaan #74
75 Akhirnya Berhadapan #75
76 Duel Pedang #76
77 Ketenangan Malam yang Kembali #77
78 Akhir, Kejelasan #78
79 Terima Kasih #79
80 Koneksi #80
81 Kelompok Putih #81
82 Kepastian #82
83 Pekerjaan Tetap? #83
84 Kesempatan? #84
85 Lenggang #85
86 Di Balik Kabut #86
87 Kesempatan untuk Ashgard #87
88 Semua Tentang yang Ia Lupakan #88
89 Tempat yang Dijanjikan #89
90 Ancaman? #90
91 Rumit #91
92 Pesta Pernikahan #92
93 Penguntit #93
94 Khawatir? #94
95 Pulau yang tak Terpetakan? #95
96 Tiba-tiba Risau #96
97 Bertamu #97
98 Surat Lagi dan Lagi #98
99 Sebelum Hari Esok #99
100 Hari yang Sangat Penting #100 (END)
101 #Chapter Bonus
102 Pengumuman Untuk Pembaca!
Episodes

Updated 102 Episodes

1
Kenangan #1
2
Kejam #2
3
Hari yang Berat #3
4
Pilihan #4
5
Salah Paham #5
6
Lingkup Baru #6
7
Pemimpin #7
8
Masalah #8
9
Aku Pulang #9
10
Tempat Baru #10
11
Kembali Bertemu #11
12
Malam yang Tenang #12
13
Keluarga #13
14
Prioritas #14
15
Membunuh atau Dibunuh #15
16
Villa #16
17
Mimpi #17
18
Dendam #18
19
Misi Lama Terlaksana #19
20
Bergerak #20
21
Meledak #21
22
Kacau #22
23
Sebuah Ramalan #23
24
Anak Ramalan #24
25
Anak Laki-laki #25
26
Kakak yang Payah #26
27
Saat Pertama Bertemu #27
28
Bingung #28
29
Rencana Kedua #29
30
Pria Misterius #30
31
Boneka Berdarah #31
32
Bersamamu (bagian satu) #32
33
Bersamamu (bagian dua) #33
34
Sinar Matahariku #34
35
Menyesal #35
36
Takut dan Bersalah #36
37
Diserang #37
38
Pelarian #38
39
Objektif Selesai #39
40
Deklarasi #40
41
Malam yang Indah #41
42
Pertemuan Singkat #42
43
Hasil Pertemuan #43
44
Lekas Pulih #44
45
Surat #45
46
Keinginan #46
47
Anak-anak #47
48
Penghambat #48
49
Nostra #49
50
Dunia Malam #50
51
Kediaman Gates #51
52
Rencana #52
53
Latihan Menembak #53
54
Awal yang Buruk #54
55
Ragu #55
56
Ingin Terus Bersamanya #56
57
Penawaran Menarik #57
58
Persiapan #58
59
Tim Pengintai #59
60
Mimpi Buruk #60
61
Mafioso in Action #61
62
Sifat yang Tiba-tiba Berubah #62
63
Tawanan #63
64
Penolakan yang Menyakitkan #64
65
Aku Di Sini Menjemput Mu #65
66
Saudara #66
67
Helikopter Militer, Kota Kacau #67
68
Bagian Timur Kota #68
69
Meluapkan Amarah #69
70
Ajaran Pengorbanan Diri #70
71
Manusia, Bom Waktu? #71
72
Bulan yang Terang Di Antara Percikan Api #72
73
Menyesal, Kesalahan Masa Lalu #73
74
Membalikkan Keadaan #74
75
Akhirnya Berhadapan #75
76
Duel Pedang #76
77
Ketenangan Malam yang Kembali #77
78
Akhir, Kejelasan #78
79
Terima Kasih #79
80
Koneksi #80
81
Kelompok Putih #81
82
Kepastian #82
83
Pekerjaan Tetap? #83
84
Kesempatan? #84
85
Lenggang #85
86
Di Balik Kabut #86
87
Kesempatan untuk Ashgard #87
88
Semua Tentang yang Ia Lupakan #88
89
Tempat yang Dijanjikan #89
90
Ancaman? #90
91
Rumit #91
92
Pesta Pernikahan #92
93
Penguntit #93
94
Khawatir? #94
95
Pulau yang tak Terpetakan? #95
96
Tiba-tiba Risau #96
97
Bertamu #97
98
Surat Lagi dan Lagi #98
99
Sebelum Hari Esok #99
100
Hari yang Sangat Penting #100 (END)
101
#Chapter Bonus
102
Pengumuman Untuk Pembaca!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!