"Kita mau ke mana, Kim ?" tanya Nadia terlihat bingung kepada Kimmy yang hanya fokus menyetir serta beberapa kali tampak tersenyum dengan sendiri.
"Ada deh ... nanti kamu juga tahu sendiri," dengan tersenyum dan melirik Nadia, Kimmy menjawab pertanyaan tersebut.
"Tetapi aku nggak bisa ke tempat yang ... tidak seharusnya ... aku kunjungi ---" ucap Nadia dengan memegang sabuk pengaman yang ia kenakan.
.
"Aku tahu apa yang kamu maksud. Kita nggak akan pergi ke tempat-tempat seperti itu, kamu tenang saja ..." sahut Kimmy dengan sedikit menyela ucapan Nadia.
Nadia kembali diam setelah mendengar perkataan yang terlontar dari mulut sahabatnya, yaitu Kimmy. Entah mengapa, tiba-tiba pikiran Nadia sangat disibukkan dengan kekecewaan yang didapat Berlin terhadap dirinya. Perhalan Nadia mulai tenggelam dan larut dalam lamunannya, tanpa menghiraukan situasi di sekitarnya.
Kimmy yang melihat sahabatnya yang tiba-tiba melamun setelah berbicara beberapa kepadanya pun langsung menepuk salah satu pundak milik Nadia.
.
"Terkadang ... melamun itu perlu ..., namun ... jangan terlalu berlarut-larut dalam lamunan, karena tidak ada gunanya," ucapnya sesaat setelah menepuk pundak milik Nadia.
"Huh ..?" Nadia terlihat sedikit kaget dengan disadarkannya dirinya oleh Kimmy, dan mendengar ucapan yang baru saja Kimmy ucapkan kepadanya.
.
"Perkataanmu sudah seperti lihat aku terlalu sering melamun saja," cetusnya kepada Kimmy.
Dengan melirik ke arah Nadia, Kimmy mengatakan, "memang sih ..., semenjak Berlin pergi ... kamu 'ku lihat jadi sering melamun."
Kimmy bisa dibilang cukup mengenal Nadia dengan baik dan cukup dekat, serta sangat mengetahui hubungan dari Berlin dan juga Nadia. Di matanya, Nadia adalah orang yang sangat periang dan murah senyum kepada siapapun. Tetapi semua sikap dan sifat itu seakan tiba-tiba berubah drastis semenjak ia ditinggalkan oleh Berlin, dan tidak bertemu lagi sejak keberangkatan Berlin di Bandara Internasional Metro.
Mungkin karena merasa sangat kesepian tanpa kehadiran Berlin yang sangat sering menemaninya, Nadia jadi terlihat sering larut dalam lamunannya.
.
Sebagai orang yang dipercaya oleh Berlin, terkadang Kimmy ikut menemani sahabatnya itu. Ia juga sering kali menemani Nadia di saat dia merasa kesepian, dan perlahan dirinya ikut memahami perasaan yang dirasakan oleh sahabatnya tersebut.
Kimmy sendiri tidak begitu paham tentang hal yang bersangkutan dengan perasaan atau hati. Namun ia paham dengan apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu, karena dirinya juga pernah mengalaminya walau bukan dalam hubungan percintaan.
Tetapi Kimmy selalu meyakinkan sahabatnya itu, kalau dia lebih beruntung dari dirinya. Dengan semua yang telah terjadi serta terukir di dalam kisah hidup yang amat berharga dan satu-satunya yang dimiliki oleh Kimmy.
...
Setelah perjalanan yang memakan waktu cukup lama tetapi juga tidak terlalu lama. Kimmy dan Nadia serta bersama dengan teman-teman yang lainnya, akhirnya sampai di titik lokasi sesuai dengan yang dikirimkan oleh Berlin.
Namun rombongan dari Kimmy hanya terhenti di depan dari sebuah gang, sesuai dengan titik lokasi yang dikirimkan oleh Berlin kepadanya.
"Lewat sini, 'kah ?" cetus Adam dengan mendekatkan motornya ke mobil yang dikendarai oleh Kimmy.
.
"Yang benar kau, Kim ...," sambung Sasha yang berboncengan dengan Adam.
"Ini buat berpapasan sama mobil aja nggak bisa, lho ...," ujar Salva.
"Jangan-jangan kita dikerjain nih ...," lanjut Aryo dengan ekspresi sedikit kesal.
Hampir smua teman-teman yang mengikutinya terlihat cukup kesal dan jengkel, karena mereka merasa telah dijadikan sebuah bahan lelucon. Rasa bingung juga cukup terlihat dari ekspresi mereka semua, yang seakan menampung banyak pertanyaan.
Di saat yang tepat, Berlin tiba-tiba mengirim pesan singkat lagi kepada Kimmy.
.
"Oh iya, aku lupa memberitahu mu. Kalau sudah sampai ... kau masuk ke gang yang di titik lokasi ku kirim, nanti di gang tersebut ada sebuah halaman parkir dan pintu garasi." Isi pesan singkat tersebut yang dikirim oleh Berlin kepadanya.
"Sudahlah ... kita langsung saja masuk ke dalam gang ini !" titah Kimmy kepada teman-temannya yang tepat berada di belakang mengikutinya.
Dengan diikuti oleh semua temannya dari belakang, Kimmy pun menginjak kembali pedal gasnya dan mulai memasuki gang tersebut secara perlahan.
Kimmy sendiri tidak yakin dan tidak tahu benar atau tidaknya jalan yang sedang ia lewati ini. Ia sempat merasa kalau dirinya sedang tersesat dengan membawa semua temannya tepat di belakang, dan terlihat bingung bercampur kesal.
"Kim, kau yakin ... di sini tempatnya ?" tanya Nadia dengan terus melihat ke arah luar jendela mobil.
"Iya, Berlin sendiri yang mengirimkan lokasinya ke aku," sahut Kimmy secara langsung dengan pandangan tetap fokus ke depan tanpa memikirkan apa yang telah ia katakan, karena pikirannya telah terselimuti oleh kebingungan.
"Huh ?" gumam Nadia sesaat setelah mendengar perkataan yang terlontar dari mulut sahabatnya itu, dan langsung menoleh dengan tatapan kosong ke arah Kimmy.
.
"Be ... Berlin ...?" lanjutnya dengan nada sungguh pelan dan terlihat ekspresi bingung serta sedikit bercampur dengan ketakutan yang terukir jelas di wajahnya.
Kimmy spontan melirik ke arah Nadia yang melihatnya dengan tatapan kosong, dan bergumam, "sepertinya ... aku kelepasan ...," gumamnya dengan hampir tidak bersuara sama sekali.
"Kenapa ? Bagus dong, bukannya kamu sangat merindukannya ?" ucap Kimmy menoleh ke arah Nadia yang hanya terdiam.
"I-iya ...," jawaban singkat yang terlontar dari mulut Nadia dengan sedikit mengangguk.
"Tenang saja ..., kamu tidak perlu khawatir ! ujar Kimmy dengan memegang pundak dari sahabatnya itu, dan tersenyum ke arahnya.
Nadia hanya terdiam setelah itu. Kecemasan bercampur dengan bimbang sangat terlihat dan terukir di wajahnya. Dirinya berpikir dan khawatir kalau Berlin akan sangat kecewa kepadanya.
~
Sesampainya Kimmy bersama dengan Nadia, dan teman-temannya yang lain di lokasi yang Berlin kirimkan. Dari kejauhan terlihat seorang pria mengenakan hoodie berwarna biru, dan lengan panjang berwarna putih. Pria tersebut sedang bersandar di dekat dengan sebuah pintu garasi berwarna abstrak untuk menunggu kedatangan mereka semua.
Teman-temannya yang melihat kehadiran Berlin di sana pun segera cepat-cepat menghampirinya. Terlihat ekspresi senang, lega, bercampur dengan rindu, yang terukir di wajah teman-temannya dan sudah tidak dapat ditahan lagi. Mereka semua pun segera memarkirkan kendaraan mereka masing-masing, dan menghampiri Berlin yang sudah menunggu.
"Oh ..., Jadi yang menyuruh kami datang ke sini itu kau, Bos ?" cetus Adam dengan bersalaman dengan Berlin.
"Maaf jika menganggu waktu kalian," jawab Berlin.
.
"Tentu tidak ...!" sahut Asep yang menghampirinya.
"Apa kabar, Bos ?"
"Baik-baik saja, 'kan ?"
Sapa semua temannya kepada Berlin, dan semua pertanyaan yang tercetus serta terlontarkan dari mulut mereka semua. Berlin sendiri merasa sangat senang bisa berkumpul lagi bersama dengan teman-temannya, yang sudah ia anggap dan bentuk sebagai atau seperti keluarga.
"Kabarku baik, kok. Kalian gimana ... aman, 'kan ?" ucap Berlin di depan semua temannya yang sudah berdiri di hadapannya.
"Sempat tidak aman sih, Bos," jawab Sasha.
"Bukan sempat lagi, tetapi memang seperti itulah ...," lanjut Adam.
"Kelompok kita ... dibubarkan ...," lanjut Vhalen dengan nada cukup lemas saat mengatakannya.
Setelah Vhalen selesai berbicara seperti itu. Suasana yang awalnya sangat terasa senang, seketika berubah menjadi cukup muram dan diam.
Sesaat setelah Vhalen berkata demikian, Berlin langsung menyela dan menyanggah perkataan tersebut. Dengan mengatakan, "yang punya kelompok kita ini siapa, dan lalu siapa juga yang berhak memberhentikan kita ?!" ucapnya dengan nada terdengar sangat tegas di depan semua rekannya.
.
"Tenang saja ..., kurang lebihnya ... aku tahu kok ... masalah yang sedang terjadi atau telah terjadi," sambungnya.
"Benar juga, kita 'kan memiliki otoritas tersendiri ...," ujar Asep dengan nada yang terdengar cukup bersemangat.
"Iya sih ..., dari dulu ... kita memang sudah seperti ini ..., selalu ---" ucap Rony yang harus terpotong.
.
"Sudah ..., mending kalian ... lihat-lihat ke sekeliling tempat baru ini ...?" sela Berlin dengan sedikit mengalihkan topik, dan merubah suasana.
"Hmm ..., tempatnya sangat luas juga ..., mobil bisa masuk nih !" cetus Galang yang lalu berniat memindahkan mobilnya dari halaman luar.
Berlin pun mempersilakan semua temannya untuk bersantai menikmati waktu mereka, dan juga sekaligus memperkenalkan tempat baru tersebut. Dan mulai dari sekarang secara tidak langsung, Berlin telah meresmikan bengkel tersebut untuk dioperasikan kembali sebagai tempat kumpul serta kebutuhan kelompoknya, yaitu Ashgard.
~
"Baiklah kalau begitu, aku akan menemuinya terlebih dahulu," ucap Kimmy dengan tersenyum yang lalu membuka pintu serta turun dari mobil miliknya yang sudah terparkir.
Kimmy pun berjalan meninggalkan mobilnya untuk menghampiri Berlin, serta juga Nadia yang terlihat sangat bimbang dengan keputusan yang belum juga dia ambil.
"Dia terlihat sangat ... bahagia, saat bertemu dengan teman-teman. Aku ... mungkin ... aku hanya ... akan merusak ... suasana hatinya, jika aku ke sana ...," gumam Nadia sendiri dengan memperhatikan kekasih laki-lakinya itu dari balik kaca jendela mobil.
.
"Tetapi ... aku sangat ingin menemuinya ..., tetapi juga ... aku takut ... membuatnya marah dan kecewa ...," gumam sambungnya.
Nadia benar-benar dibuat bingung sendiri, bimbang dengan keputusan yang akan ia pilih. Ia memang akan membuat Berlin kecewa atas semua yang telah terjadi, sampai dirinya dikeluarkan dari kepolisian.
Tetapi di sisi lain, jika Nadia tidak bertemu dengan kekasihnya tersebut. Buat apa dirinya masih bertahan sampai sekarang. Dan juga dirinya sangat merindukan sosok Berlin yang ia cintai, yang selalu hadir di setiap dirinya membutuhkan di waktu susah maupun senang.
Maka dari itu, Nadia mencoba untuk sedikit memaksakan dirinya dan sekaligus memberanikan dirinya.
***
"Bagaimana, Kim. Apa kabar ?" sapa Berlin kepada Kimmy yang berjalan menghampirinya.
"Justru seharusnya aku yang menanyakan hal itu," sahut Kimmy yang lalu berjabat tangan dengan rekannya tersebut, serta terlihat sedikit tertawa kecil.
Berlin pun sempat menanyakan beberapa hal tentang konferensi pers yang sempat diadakan, serta ia dengar melalui panggilan suara sebelumnya.
...
"Oh iya, lalu ... Nadia sekarang di mana, katamu kau bersamanya ?" cetus Berlin yang langsung menanyakan titik pentingnya.
"Masalahnya cukup rumit, mungkin ... kau akan paham bila bertemu dengannya secara langsung," jawab Kimmy dengan mengangkat kedua bahunya, dan sedikit menunjuk ke arah mobil yang terparkir tak jauh di belakangnya.
***
Di saat Nadia perlahan membuka pintu mobilnya, dan mencoba untuk segera turun dari mobil tersebut. Tiba-tiba Berlin menyadari keberadaannya, dan mulai berjalan ke arahnya dengan sikap dingin yang sangat terlihat.
Nadia tertegun saat berhadapan langsung dengan lelakinya itu, dirinya hanya terdiam dan tertunduk di depan Berlin tanpa sepatah katapun. Seluruh badan dan kakinya gemetaran saat kembali berhadapan langsung dengan Berlin.
Berlin sempat tertegun dengan penampilan feminim yang Nadia ditunjukkan dengan mengenakan baju berwarna putih polos berlengan pendek, juga dengan rok panjang polos berwarna hitam. Sifat Nadia juga terlihat sangat berbeda dari saat di mana Berlin pernah bertemu sebelumnya, dengan lebih menonjolkan sisi kelembutan dan keanggunan dari dirinya.
Berlin pun melangkah lebih dekat kepada kekasihnya tersebut, dan tanpa basa-basi dirinya langsung memeluk tubuh milik Nadia yang sedikit lebih pendek darinya.
"Huh ?" Nadia kembali tertegun saat Berlin tiba-tiba memeluknya, dan secara perlahan dirinya seolah tenggelam dalam dekapan hangat yang diberikan oleh lelakinya itu.
.
"Be ... Berlin ...?" cetus Nadia dengan membiarkan dirinya dipeluk oleh Berlin.
"Aku ... sangat merindukanmu, 'ku harap ... kamu baik-baik saja," ucap Berlin dengan berbisik perlahan di dekat telinga sebelah kanan milik Nadia.
Kaki milik Nadia terasa cukup lemas dan jantungnya berdebar tak karuan, saat Berlin menyatakan rindu kepadanya. Dirinya juga bisa merasakan pelukan yang sangat lembut dan hangat yang Berlin berikan kepadanya.
Di saat dirinya sedang hanyut dalam pelukan hangat tersebut. Nadia dapat melihat sahabatnya yaitu Kimmy yang mengacungkan kedua jempol ke arahnya sambil tersenyum. Ia hanya membalasnya dengan tersenyum lebar ke arah Kimmy.
Dalam hati, Nadia sangat berterima kasih kepada sahabatnya tersebut. Karena ia merasa sangat terbantu dengan kehadiran Kimmy yang selalu ada di sampingnya saat dirinya membutuhkan.
...
Tidak lama kemudian Berlin melepaskan pelukan tersebut, dan menatap kedua bola mata yang begitu indah milik Nadia. Tidak ada ekspresi marah atau kecewa yang diperlihatkannya saat bertatapan dengan Nadia.
Tatapan tersebut seketika membuat Nadia sangat tersipu, dan mulai merona merah di bagian pipinya. Namun dirinya hanya bisa terdiam membisu serta tetap sedikit tertunduk saat bertatapan dengan Berlin.
"Ayo, ikut aku !" titah Berlin tiba-tiba dengan menggandeng serta menarik tangan milik Nadia.
.
"Kim, aku ambil waktu sebentar, ya ...?" sambungnya saat berjalan dengan menggandeng Nadia melewati Kimmy.
"Siap, Bos. Silakan ...!" jawab Kimmy dengan memberikan hormat kepadanya, dan terlihat tersenyum lebar ke arah Nadia.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Mommy Gyo
6 like hadir thor
2021-08-14
1