"Mau diantarkan ke mana, Bos?" cetus Prawira dengan fokus mengendarai mobilnya.
"Antarkan aku ke rumah saja ...!" jawab Berlin.
.
"Dan tolong ... jangan panggil aku dengan sebutan Bos !" sambungnya.
Prawira kembali tertawa dengan sikap Berlin yang cukup begitu canggung saat bersamanya. Karena menurutnya Berlin adalah orang yang sering bersikap cukup dingin, dan sangat jarang dirinya dapat melihat Berlin bersikap cukup canggung seperti saat ini ia sedang bersamanya.
"Oke, oke," jawab Prawira dengan mengangguk dan melirik ke arah Berlin.
Berlin sendiri sangat tidak menyangka dirinya akan bertemu dengan seseorang yang sangat penting seperti Prawira. Bisa dibilang dirinya sangat beruntung bisa bertatap muka, serta berbincang langsung dengan seorang Jenderal seperti Prawira. Tetapi di sisi lain dirinya juga merasa sangat cemas karena perbedaan peran yang ia dan Prawira miliki, serta kedua peran tersebut sangat bertolak belakang.
Namun juga di sisi lain Berlin cukup mengenal dekat siapa Prawira, dan sudah ia anggap seperti seseorang yang sempat menghilang dari hidupnya.
Dirinya tidak tahu benar atau tidak tentang ingatan yang sempat terlintas beberapa waktu lalu. Tetapi dalam ingatan yang sempat terlintas tersebut, tergambarkan seseorang yang sangat berharga baginya yang sudah ia anggap sebagai keluarga. Peran dari seseorang tersebut juga sangat berarti dalam hidupnya dan sudah seperti seorang ayah atau paman, namun bukan dari kedua peran tersebut.
"Oh iya, letak rumah mu di mana ya ? kok saya lupa ...," cetus Prawira dengan menurunkan kecepatan mobilnya.
.
"Lah ... kenapa nggak bilang dari tadi, Pak ?" sahut Berlin dengan sedikit menahan tawanya.
"Kau tandai saja koordinatnya di peta, ya?" ujar Prawira dengan menyalakan sebuah layar monitor kecil yang terletak di tengah.
"Baiklah ...," jawab Berlin dengan menandai letak rumahnya di peta yang menyala dalam layar monitor tersebut.
Di tengah jarinya sangat terampil menekan-nekan layar monitor tersebut, Berlin merasa ada yang aneh dengan ucapan setelah pertanyaan yang terlontar dari mulut Prawira.
"Tunggu ... tadi ... kau bilang apa setelah menanyakan letak rumah ku ?" cetus Berlin sesaat sebelum menekan sebuah koordinat di peta tersebut.
"Bilang apa ...? maksudnya ...?" sahut Prawira dengan ekspresi bingung.
Namun karena menurutnya tidak begitu penting, dan sangat konyol untuk mempertanyakan hal tersebut. Berlin pun menarik kembali kata-katanya, dan mulai menekan layar monitor di depannya untuk menandai koordinat.
.
"Tidak ... lupakan ...," jawabnya.
Sesaat setelah menyentuh serta menekan layar dari monitor tersebut, secara tidak sengaja Berlin melihat kartu identitas milik Prawira yang tergeletak di dashboard. Dirinya mendapatkan beberapa keanehan serta juga kecurigaan, setelah membaca nama lengkap milik Prawira yang tercantum dalam kartu identitas tersebut.
"Prawira G Putra ...?" gumamnya hatinya yang merasa sangat aneh setelah membaca nama lengkap tersebut, karena memiliki kesamaan yang sama persis dengan nama lengkap miliknya, yaitu Berlin G Axel.
...
Setelah perjalanan yang cukup juga tidak terlalu lama, akhirnya Berlin sampai di rumah dengan selamat dengan diantarkan oleh Prawira.
"Terima kasih banyak, Pak," ujar Berlin sesaat setelah turun dari mobil dengan menenteng koper kecil miliknya.
"Sama-sama, kalau ketemu Nadia ... sampaikan salam ku kepadanya, ya?" sahut Prawira dengan kembali memanaskan mesin kendaraannya.
"Siap, akan saya sampaikan !" jawab Berlin.
Setelah itu Prawira langsung pergi meninggalkan halaman rumah milik Berlin, dengan menancapkan pedal gas mobilnya dan hanya meninggalkan jejak ban mobilnya berwarna hitam.
~
Di sebuah rumah yang cukup mewah nan megah dengan dua lantai, dan juga memiliki halaman pekarangan serta kolam renang pribadi di halaman belakang. Letak dari rumah tersebut juga cukup strategis dengan berada di kompleks perumahan mewah lereng perbukitan, dan tepat berada di bawah dari balaikota yang terletak di puncak bukit tersebut.
Berlin pun segera masuk ke dalam rumahnya, dan bersih-bersih diri secepat mungkin. Karena dirinya harus segera pergi menuju ke sebuah tempat, dan tempat tersebut yang akan dijadikan tempat baru untuk masa depan kelompoknya.
Sesuai dengan banyaknya surel laporan yang dikirimkan oleh rekan kepercayaannya, yaitu Kimmy. Kalau telah terjadi banyak masalah yang menimpa kemakmuran serta kedamaian kelompoknya, yaitu Ashgard. Serta juga cukup banyaknya masalah dan menjadi sebuah beban yang menimpa Nadia, dan semua masalah tersebut adalah dampak dari kehadiran Berlin sendiri. Maka dari itu dirinya sangat sudah mempersiapkan banyak hal, sesaat dan sebelum ia kembali menginjakkan kakinya di kota tersebut.
Setelah Berlin bersih-bersih diri dengan cukup cepat dan tidak memakan waktu yang amat lama. Dirinya pun segera menghubungi teman atau rekan yang ia berikan kepercayaan untuk memegang kendali atas kelompoknya, yaitu Kimmy.
"Halo, Kim ?"
"Ya ampun, Bos. Sudah lama kami menunggu mu !" teriak Kimmy dalam panggilan suara tersebut, yang secara langsung cukup memekakkan telinga.
"Astaga, Kim," cetus Berlin dengan sedikit menjauhkan layar ponselnya dari telinga kirinya.
.
"Bagaimana kabarmu, baik-baik saja, 'kan ?" sahut Kimmy dengan nada yang terdengar sangat bersemangat.
"Iya, aku baik-baik saja ...," jawab Berlin.
.
"Sekarang ... aku tunggu kalian di suatu tempat, ya ?" lanjutnya.
"Oh gitu ? Oke !" jawab Kimmy dalam panggilan suara tersebut.
.
"Saat ini kami sedang melihat konferensi pers, sih ...," lanjutnya.
"Konferensi pers ?!" sahut Berlin dengan nada penuh kebingungan.
"Iya, konferensi tentang pembubaran kelompok kita," jawab Kimmy kembali.
"Oke, jelaskan secara rinci nanti saat kumpul saja, jangan di dalam telepon ...!" sahut Berlin.
"Nadia sekarang sedang bersama 'ku, mau berbicara dengannya ?" ujar Kimmy.
.
"Jangan dulu !" sahut Berlin sesaat setelah Kimmy selesai berbicara.
"Oh ... oke ..., aku paham kok, hehehe ...," ucap Kimmy dengan tertawa kecil setelahnya.
"Ya sudah ... aku tutup teleponnya, serta tolong jangan beritahu dulu kepada Nadia, dan nanti akan 'ku kirim lokasi tempatnya !" titah Berlin dalam telepon tersebut.
.
"Siap, Bos ...!" jawab Kimmy dengan sedikit tertawa kecil.
"Setelah aku kirimkan lokasinya, segera merapat, ya !" titah Berlin tepat sesaat sebelum mengakhiri panggilan suara tersebut.
Setelah dirinya mengakhiri panggilan suara tersebut, ia pun segera berlari kecil menuju ke sebuah garasi yang terletak di halaman depan untuk mengambil mobilnya. Saat berada di dalam mobilnya, Berlin terlihat sangat berhati-hati saat menyimpan sebuah kotak hadiah yang sedari tadi ia bawa-bawa. Karena kotak hadiah tersebut terlihat sangat begitu kecil, jadi sangat pas dan dapat disimpan ke dalam dashboard penyimpanan di dalam mobilnya.
...
Dalam perjalanannya, Berlin memacu kecepatannya dan melaju sangat cepat dengan mengendarai mobil sport berwarna putih mengkilap, melewati jalanan kota yang cukup ramai namun tidak terlalu padat dengan banyaknya warga yang berlalu-lalang.
Jarak antara rumahnya dengan sebuah tempat yang ia tuju itu cukuplah jauh, namun menjadi sangat singkat dengan memacu kecepatan mobilnya dengan sangat kencang.
Sesampainya Berlin di sebuah tempat yang ia maksud, ia pun memarkirkan mobil yang dikendarainya masuk ke dalam sebuah garasi di dalam garasi. Dan lalu mengirim lokasinya sekarang kepada Kimmy melalui pesan singkat di ponselnya.
.
~
.
Beberapa saat setelahnya...
Dengan mendongakkan kepalanya ke atas, dan menatap langit cerah yang perlahan mulai berganti ke langit senja. Serta dengan tangan yang terus memegang sebuah botol air mineral, Nadia berkali-kali menghela napas panjangnya serta juga dengan tatapan sedikit kosong yang terus menatap langit yang perlahan berubah dari warna biru ke jingga.
"Ternyata begini ... mempunyai seorang teman ... yang sudah bisa dianggap seperti saudara sendiri ...," gumam Nadia dengan sedikit melirik ke arah Kimmy yang berdiri di pinggir kolam dari taman tersebut, dan terlihat sedang sibuk telepon di kejauhan.
"Berlin ... kapan aku bisa bertemu dengan mu lagi ..., aku benar-benar merindukan mu ...," gumamnya kembali dengan menatap kedua telapak tangannya, dan salah satunya terus sibuk memegang botol plastik.
"Tetapi ... aku harus memberikan penjelasan apa, saat bertemu dengan mu nanti ?"
.
"Aku bingung ..., Aku takut ... Kamu akan marah dan kecewa kepadaku, Berlin ...."
Sesaat setelah Nadia bergumam dan berbicara sendiri, serta juga berkali-kali terlihat tatapan kosong dari kedua matanya yang sangat indah bersinar tersebut. Kimmy berjalan menghampiri Nadia dengan ekspresi berseri-seri, sesaat setelah menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku.
"Sudah selesai teleponannya ?" cetus Nadia kepada Kimmy yang berjalan ke dekatnya.
Kimmy mengangguk dengan ekspresi berseri-seri, dan mengatakan, "Sudah ..., kita akan segera berkemas dari sini, tidak ada barang mu yang tertinggal, 'kan ?" ucapnya dengan senyum-senyum sendiri saat berhadapan dengan Nadia.
.
"Tidak ada ...," jawab Nadia dengan nada yang terdengar datar.
"Kurasa kita cukupi saja, dan aku tunggu kalian semua di titik kumpul halaman parkir Taman Kota ..!" titah Kimmy dengan menekan sebuah tombol di radio yang ia ambil dari saku kiri bajunya.
"Kenapa kau tiba-tiba terlihat sangat senang begitu ?" cetus Nadia yang duduk di jok mobil, dan menghadap kepada Kimmy yang bersandari di samping pintu yang dibiarkan terbuka.
"Tentu nanti kau juga akan ikut tahu," jawab Kimmy dengan tersenyum dan melirik kepada Nadia.
...
Tidak menunggu waktu lama lagi, semua teman-teman Kimmy kembali berkumpul di halaman parkir tersebut yang ia jadikan titik kumpul.
Di saat yang bersamaan, Kimmy akhirnya mendapat sebuah pesan singkat berisikan koordinat atau lokasi yang dikirimkan oleh Berlin. Tanpa sepengetahuan semua teman-temannya termasuk sahabatnya sendiri, yaitu Nadia.
"Sudah kumpul semua, ya ?" tanya Kimmy dengan berdiri di depan semua rekannya.
"Sudah, Kim !"
"Kenapa nih ?"
"Konferensi belum selesai sih ..., sebentar lagi mungkin ?"
"Aku mendapatkan kabar dari seseorang yang penting, dan ... dia menyuruh kita untuk segera merapat ke lokasi yang dia berikan kepadaku." Dengan berkacak pinggang, Kimmy memulai bicaranya di depan dari semua rekannya yang berbaris tepat di hadapannya.
Sedangkan Nadia sendiri hanya menunggu di mobil, sesuai dengan apa yang diminta oleh Kimmy kepadanya.
"Siapa orangnya ?" sela Adam dengan maju satu langkah ke hadapan Kimmy.
.
"Berani banget dia menyuruh kita seenaknya !" lanjutnya.
"Oh gitu, Dam ? Oke ...," sahut Kimmy dengan lirikan tajam ke arah Adam.
.
"Sudahlah ... nanti juga tahu siapa yang menyuruh kita ke sana," sambungnya.
"Ya sudahlah kalau begitu," ucap Aryo yang lalu berjalan menuju motor miliknya yang terparkir tak jauh dari dirinya berada.
"Emang di mana lokasinya, Kim ?" cetus Kina kepada Kimmy.
.
"Iya, lalu ... itu sebuah tempat yang seperti apa ?" lanjut Vhalen dengan mendekati Kimmy.
"Kalau kalian tidak tahu, aku sendiri juga tidak tahu," jawab Kimmy dengan polosnya.
"Astaga ... kau naif sekali ...," sela Asep kepada Kimmy dengan berjalan melewatinya.
Kimmy terlihat kesusahan menahan tawanya yang mulai sedikit pecah, karena menyaksikan sikap kebingungan dicampur dengan celotehan acak teman-temannya.
"Kalian ikuti mobil ku saja !" titah Kimmy dengan berteriak kepada teman-temannya.
Kimmy pun berjalan kembali menuju mobilnya, dan masuk ke bangku kemudi tepat di sebelah Nadia duduk. Dirinya sangat tidak sabar melihat sahabatnya itu yang akan kembali bertemu dengan Berlin, tanpa sepengetahuan Nadia sendiri.
Ia juga merasa kalau Berlin sudah cukup keterlaluan, karena telah meninggalkan janji kepada Nadia dan juga dirinya termasuk semua temannya, akan kembalinya dia dari kepergiannya yang tidak akan lama. Tetapi sudah lebih dari satu minggu yang Berlin janjikan, dan Berlin tak kunjung kembali juga.
Kimmy dan juga semua temannya termasuk Nadia, sempat mencemaskan keadaan Berlin yang seperti menghilang begitu saja. Namun semua itu berubah menjadi ketenangan, saat Kimmy mengirim surel dan mendapatkan beberapa surel balasan dari Berlin.
Tetapi semua itu berubah menjadi sangat lega dan senang, saat ponsel milik Kimmy berdering karena panggilan masuk yang berasal dari Berlin.
...
Semua rekannya pun segera meninggalkan halaman parkir tersebut dengan kendaraan mereka masing-masing, dan mulai mengikuti mobil berwarna hitam yang dikendarai oleh Kimmy.
Sangat terlihat wajah-wajah kewaspadaan serta ekspresi-ekspresi kebingungan bercampur dengan kecurigaan, dari hampir masing-masing semua temannya. Kimmy sendiri terlihat sangat tidak sabar lagi, dan memacu kecepatan mobilnya menjadi lebih kencang dari yang sebelumnya
.
~
.
"Masih sangat bagus ... untuk dipakai kembali ...," gumam Berlin sendiri sesaat setelah membuka sebuah pintu garasi yang cukup besar.
Setelah membuka pintu garasi yang cukup besar dan memiliki warna abstrak tersebut, Berlin kembali mengendarai mobilnya serta memarkirkan kendaraannya tersebut ke dalam.
Setelah mobilnya terparkir dengan baik, Berlin pun segera turun dari mobil tersebut dan juga tidak lupa dengan membawa kotak hadiah yang sebelumnya ia simpan.
Tempat tersebut memiliki ruang utama yang sangat luas, dan beberapa ruang lainnya yang tentunya memiliki kegunaannya masing-masing. Terlihat juga terdapat cukup banyak alat-alat mekanik seperti kunci inggris semacamnya, yang tergeletak serta juga beberapa tersimpan di sebuah box berwarna merah yang terletak di sudut dari ruang utama.
"Izinkan aku memakaimu kembali, Kawan ...."
.
"Kau tidak akan terlantarkan lagi, aku yakin itu ...," celetuk Berlin yang terlihat berbicara kepada tempat tersebut, dan dengan mendongak melihat langit-langit dan lampu-lampu yang masih berfungsi serta terlihat sangat terawat.
Tempat tersebut yang bisa disebut juga dengan bengkel itu, adalah tempat yang dimiliki oleh Berlin secara pribadi, dan sempat digunakan beberapa tahun yang lalu untuk aktivitas bengkel atau semacamnya. Namun sekarang tempat tersebut sudah tidak dipakai lagi, dan mulai terlupakan serta tidak banyak orang ketahui.
Tetapi walau bengkel tersebut telah terlupakan oleh banyak orang, namun tentu tidak dengan Berlin. Karena ia selalu menyempatkan waktunya untuk datang dan merawat serta membersihkan tempat yang menurutnya sangat berharga itu.
Letak dari bengkel miliknya juga sangat jarang orang lain ketahui dan sadari, karena terletak di dalam dari sebuah gang yang hanya muat untuk dilewati oleh satu mobil dan satu motor saja. Namun walau letaknya hanya di dalam dari sebuah gang, tetapi lokasi dari bengkel tersebut juga bisa dibilang cukup strategis dengan berada di pusat kota.
Tempat itu sendiri sangat luas dan layak untuk dioperasikan kembali serta menjadi sebuah markas atau gudang. Walau dengan hanya memiliki halaman depan yang sangat kecil, dan hanya muat untuk parkir empat mobil saja. Tetapi ruang utama atau ruang tengah dari bengkel tersebut sangatlah luas, dan sangat bisa memuat kurang lebih dari sepuluh kendaraan.
...
Setelah membersihkan ruang utama dan beberapa ruangan penting yang berada di lantai dasar, termasuk dengan ruang tamu yang memiliki beberapa sofa dan meja yang cukup berdebu. Berlin pun kembali berjalan dan mulai menaikkan beberapa anak tangga yang terbuat dari besi untuk menuju ke ruangan miliknya yang berada di lantai kedua.
Setelah menaiki beberapa anak tangga tersebut, Berlin juga berjalan melewati ruang tamu kedua yang juga terdapat dua sofa yang sangat empuk dan luas, serta juga dengan satu meja kaca. Terlihat juga sebuah jendela yang tertutup dengan tirai berwarna putih dari dalam, dan jendela tersebut langsung terhubung dengan ruangan pribadinya.
Setelah beberapa langkah kedepan, Berlin akhirnya dapat berdiri di depan dari sebuah pintu kaca yang tertutup rapat dengan tirai berwarna putih. Berlin pun segera memasukkan kunci yang dibawanya ke lubang kunci dari pintu kaca tersebut, dan dengan perlahan membuka pintu itu.
"Sudah lama sekali ... aku tidak ke sini ...," gumam Berlin dengan melangkah masuk ke dalam ruangan pribadinya.
"Walau sudah lama ditinggal ... tetapi kau terlihat sangat terawat sekali, ya ...?" gumam Berlin kembali saat menghampiri sebuah sofa yang cukup luas berwarna merah, serta berjalan mendekati meja kerja miliknya.
Tidak lupa juga dirinya menyalakan pendingin ruangan yang terpasang, untuk merubah udara dari ruangan tersebut yang terasa cukup panas dan cukup sesak.
...
Setelah selesai membersihkan ruangan pribadinya, dan membiarkan pintu kaca dari ruangan tersebut terbuka. Berlin pun kembali berjalan menuju ke sebuah anak tangga untuk menuju ke lantai tiga atau atap dari bengkel tersebut.
Anak tangga tersebut terletak dekat dengan ruang tamu kedua yang letaknya di samping dari ruang pribadinya. Di saat dirinya menaiki anak tangga tersebut, dirinya melihat sebuah pintu yang terbuat dari kayu berwarna putih dan menutup akhir dari tangga-tangga yang ia naiki.
"Oh, nggak dikunci ?" cetusnya saat menarik gagang pintu tersebut.
Dengan perlahan Berlin membuka pintu tersebut, dan dirinya dapat melihat beberapa bangku taman dan meja taman yang berada di atap tersebut.
"Suasana yang ... cukup hangat ...," gumamnya dengan memandang luasnya langit yang terlihat sangat jelas berwarna jingga.
Ternyata atap dari bengkel miliknya cukup luas, dan bisa dijadikan tempat bersantai untuk menikmati waktu luang di bawah dari langit secara langsung.
Berlin sendiri lupa dengan tempat ini, dan merasa sangat nyaman saat berada di atap dari bengkel miliknya. Di atas atap tersebut dirinya dapat melihat dengan jelas beberapa bintang yang mulai bermunculan mewarnai langit senja.
"Mungkin ... ini adalah tempat yang tepat ...," ucapnya dengan sendirinya dan terlihat tersenyum sendiri setelah mengucap demikian.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Sari Aja
Assalamualaikum Wr. Wb Aku sudah mampir kecerita Kakak dan suda boom like ya, mampir yuk keceritaku
Dia Untukku Dan Di Jodohkan Mama, Jangan lupa like, komen dan Vote ya. Terimah Kasih
2022-01-17
2
Zhree
ANTARA ASA DAN RASA mampir bawa 10 like.. mari saling dukung kak..
2021-08-17
1
mutoharoh
prawira dan berlin
2021-06-25
1