8. Keris Tanpa Bilah

Baruna lalu mencabut sebilah keris dari pinggangnya. Keris itu memiliki gagang berwarna putih terbuat dari kayu jati yang dilapisi gading serta perak. Sementara bilah keris itu berwarna putih transparan hingga nyaris terlihat bagaikan tembus pandang serta tidak memiliki bilah, jika pada bagian bilahnya tidak terdapat pola angin serta awan yang menghiasi bilah tersebut. Pada bagian pangkal bilah tersebut, terdapat bentuk dua orang perempuan muda yang sedang duduk bersila berhadap-hadapan mengadahkan tangan seolah-olah sedang berdo’a serta memohon

sesuatu.

“Berhembuslah…Rudra Arutala.” Baruna mengayunkan keris itu dengan pelan seolah-olah membelah udara,

lalu tiba-tiba muncul hembusan angin lembut bersamaan dengan bilah keris itu yang bergetar hebat. Hembusan angin yang muncul tiba-tiba itu seakan-akan sebuah makhluk hidup karena hanya bertiup di sekitar bangunan rumah makan, dan sesekali berpusar secara perlahan disekitar Baruna. Kemudian, usai muncul hembusan angin yang seolah-olah hidup itu, bilah keris Rudra Arutala secara perlahan menghilang bagaikan terurai di udara. Dikelilingi hembusan angin lembut yang mengelilinginya, Baruna kini hanya menggenggam sebuah tongkat serta sebuah keris tanpa bilah.

“Itu keris Rudra Arutala!” Seru Wardhana ketika melihat keris yang digenggam Baruna. “Salah satu dari delapan pusaka suci yang berada di Ibu Kota.”

“Bocah laknat!?” Maki Ranggaseta ketika melihat keris Rudra Arutala di tangan Baruna. “Tidak hanya membunuh Guru, rupanya kau juga mencuri pusaka suci itu. Apa kau tahu, beberapa bulan lalu, berita hilangnya keris pusaka Rudra Arutala sudah terdengar oleh pihak Kerajaan,  Raja begitu marah hingga kemudian menitahkan Perguruan Harimau Bulan dibubarkan!”

“Jadi Perguruan Harimau Bulan sudah tidak ada lagi di Kerajaan ini?”

“Benar, semuanya itu gara-gara salahmu keparat!” Ranggaseta melempar kursi dengan kepala Baruna sebagai sasaran. Tapi Baruna bergerak menyamping dengan lembut dan kursi yang melesat itu pun hanya menabrak udara kosong sebelum akhirnya jatuh di tanah dan hancur berkeping-keping.

“Entah Kakang percaya atau tidak.” Baruna menghela nafas panjang sambil menatap pasrah seolah-olah Ia sudah lelah menjelaskan banyak hal kepada Ranggaseta.  “Selama ini, Rudra yang memilih dan mengikutiku. Bukan sebaliknya.”

Usai Baruna berkata demikian, enam orang jawara yang paling berani mencoba menjatuhkan Baruna dengan merangsek maju menyerangnya dengan jurus pukulan dan tendangan. Akan tetapi, hanya dalam sekejap mata keenamnya itu takluk oleh Baruna yang jurus-jurusnya begitu cepat hingga sulit diikuti oleh para jawara yang menyaksikan pertarungan itu. Usai mencabut keris pusaka itu, Gerakan Baruna benar-benar sulit ditangkap oleh mata, bahkan oleh pendekar sekelas Ranggaseta pun hanya mampu melihat kelebatan pola Gerakan Baruna. Tubuh para jawara itu berjatuhan seperti dedaunan kering tertiup angin kencang.

“A…apa yang terjadi.” Wardhana terlihat takut bercampur bingung saat melihat keenam jawara pengikutnya ambruk.

Melihat rekan-rekannya kalah dengan begitu singkat, para jawara yang tersisa hanya termangu, kali ini mereka ragu untuk menyerang Baruna secara bersama-sama untuk kedua kalinya. Mereka gentar melihat gerakan Baruna yang begitu cepat hingga sulit ditangkap oleh penglihatan mereka. Mengetahui para jawara itu gentar usai menyaksikan kehebatan jurus-jurus Baruna, Ranggaseta begitu kesal pada para jawara itu.

“Kalian ini anjing-anjing Bupati tidak berguna. Hanya berani menyalak jika di depan perempuan dan anak-anak.”

Para jawara hanya menciut saat Ranggaseta berkata demikian, ajudan Bupati itu kemudian memaki-maki mereka semua dengan sesekali menyemburkan umpatan-umpatan kasar. Wardhana hanya menatap dengan setengah ketakutan ketika melihat Ranggaseta memarahi anak buahnya. Selain dengan ayahnya, anak Bupati Lamunarta

itu juga begitu takut jika sedang berhadapan dengan Ranggaseta yang sedang marah. Meski pun sama-sama pendekar, kedudukan Ranggaseta sebagai ajudan utama sang Bupati Lamunarta jauh lebih tinggi dibandingkan para jawara itu. Ditambah lagi dengan Ranggaseta memiliki  kemampuan bela diri yang sangat hebat, membuat mereka semakin segan pada Ranggaseta.

Para jawara itu hanya bisa pasrah sebagai bawahan, ketika Ranggaseta memperlakukan mereka dengan sesuka hati. Termasuk dengan kebiasaan Ranggaseta memaki atau melontarkan kata-kata yang membuat hati panas, saat para jawara  melakukan kesalahan atau gagal menjalankan tugas. Adegan cukup janggal pun terjadi ketika sosok para jawara yang umumnya memiliki reputasi menakutkan di mata orang banyak, menundukkan kepala seperti anak kecil yang sedang dimarahi. Meski demikian, sorot mata para jawara itu begitu mengkilat penuh kebencian serta dendam saat Ranggaseta memunggungi mereka semua. Dari dalam hati mereka yang dikuasai dendam, mereka bertekat akan membalas segala perlakuan semena-mena Ranggaseta bila memiliki kesempatan untuk melakukannya.

Amarah Ranggaseta pada para jawara membuatnya melupakan tujuannya untuk mengalahkan Baruna untuk sesaat. Meski demikian, Baruna tidak mengambil kesempatan untuk melarikan diri atau menyerang mendadak Ranggaseta meski pun memiliki kesempatan untuk melakukannya. Ia pun dengan sabar menunggu Ranggaseta memaki-maki para jawara itu untuk beberapa lama. Kemudian setelah puas memaki-maki para jawara itu, Ranggaseta menyadari bahwa melupakan tujuannya mengalahkan  Baruna. Saat kembali ingat mengenai Baruna, Ranggaseta kemudian menyadari jika adik seperguruannya itu sama sekali tidak mengambil keuntungan ketika Ranggaseta sedang lengah dan melampiaskan emosinya kepada para jawara itu..

“Kenapa kau tidak melarikan diri atau menyarangku saat lengah tadi?” Tanya Ranggaseta dilanda keheranan saat melihat sikap Baruna.

Baruna hanya menghela nafas lalu berkata. “Untuk apa Kakang, jika kau lebih kuat dari

padaku, kau bisa mengejarku saat diriku tadi melarikan diri. Kalau pun aku menyerang mendadak, jika Kakang Ranggaseta lebih kuat dariku seranganku juga tidak begitu berarti. Seandainya tadi aku melarikan diri dari sini pun, akan semakin banyak orang-orang yang mengejarku. Cara terbaik yang bisa kupikirkan saat ini hanya mengalahkan mereka, dan memastikan mereka tidak akan lagi memburu diriku."

“Jadi menurutmu lebih baik kau mengalahkan para pendekar yang sedang memburumu?”

Baruna mengangguk. “Jika aku tidak segera mengalahkan mereka secepatnya satu lawan satu, orang-orang yang memburuku akan semakin bertambah banyak dan membuat diriku tambah kerepotan karena pada akhirnya diriku harus menghindar atau melawan mereka semua sekaligus.”

“Huh…jika demikian, akulah orang terakhir yang memburumu, karena jasadmu akan dipajang di kota Lamunarta nanti.” Ranggaseta menyeringai galak.

“Itu jika Kakang bisa menang dariku. Kakang bukan orang pertama yang memburuku dengan alasan membalaskan dendam mendiang Guru. Tetapi, sayangnya bukan orang terakhir yang memburuku.”

“Sialan, kau meremehkanku rupanya!?”

“”Aku tidak meremehkan Kakang, yang kukatakan adalah kenyataan yang tidak bisa Kakang sangkal dan hindari lagi. Kakang bukan orang yang terkuat di perguruan Harimau Bulan, aku sudah bertemu beberapa saudara seperguruan  kita yang jauh lebih kuat dari Kakang. Mereka semua mengatakan akan membunuhku untuk membalaskan dendam Guru. Tapi usaha mereka semua berakhir dengan kegagalan. Kenyataannya aku bisa berada di kota ini bertemu dengan Kakang adalah buktiknya.”

“DIAM KAU!” Raung Ranggaseta sambil menusukkan tombaknya.

Suara desingan kencang yang seolah-olah merobek udara terdengar saat tombak Ranggaseta melesat mengincar lambung Baruna. Akan tetapi udara disekitar Ranggaseta seolah-olah berpusar dan membentuk aliran angin janggal yang menghambat pergerakannya. Ranggaseta kemudian mengenali bahwa angin yang menghalangi geraknya, merupakan salah satu kemampuan dari keris pusaka Rudra Arutala. Hal tersebut justru membuat dirinya ditambah disapu amarah yang menjadi-jadi. Ia justru semakin beringas dan makin bernafsu untuk melubangi tubuh Baruna dengan serangan-serangan tombak Kyai Pralananta miliknya. Meski demikian, pusaka Rudra Arutala mampu membantu Baruna mengatasi serangan-serangan ganas dari Ranggaseta.

Baruna yang berhasil menghindari serangan-serangan Ranggaseta kemudian berinisiatif menyerang dengan tongkatnya. Ia pun menyabetkan tongkatnya beberapa kali dengan kepala bagian samping Ranggaseta sebagai sasarannya. Serangan Baruna pun ditangkis menggunakan siku dan punggung tangan oleh Ranggasuta hingga tongkat Baruna mengeluarkan bunyi dengungan cukup kencang saat tongkatnya bertubrukan dengan pelindung lengan dan siku milik Ranggaseta.

“Akan kubunuh kau!” Raung Ranggaseta membalas dengan mengayunkan tombaknya dan melakukan tebasan menyamping, namun serangan itu berhasil dihindari oleh Baruna yang dibantu oleh hembusan angin dari Rudra dengan melompat di udara hingga setinggi tiga meter dan kepala Baruna nyaris menyentuh langit-langit bangunan

rumah makan.

“Ayo Ranggaseta, kalahkan dia!” Wardhana berteriak memberi semangat pada ajudan ayahnya itu.

Di atas udara, Baruna kemudian membalas jurus Ranggaseta dengan pukulan tongkat yang langsung ditangkisnya menggunakan senjata tombak miliknya. Tombak milik Ranggaseta sangat tajam hingga hembusan angin yang tercipta dari serangannya pun dapat menggores benda-benda disekitarnya. Benda-benda disekitar Ranggaseta

pun tergores atau terbelah setiap Ia mengayunkan tombaknya. Desain bilah tombak Ranggaseta yang kuat namun lentur membuat tombak miliknya dapat melengkung hingga sudut tertentu, sehingga memiliki pengaruh pada pola serangannya. Alur serangan tombak Ranggaseta pun tidak selalu bersifat kaku dan tegak lurus, sesekali serangan tombak Ranggaseta meliuk tajam seperti cambuk atau menukik bagaikan ular mematuk mangsanya. Alur serangan Ranggaseta begitu beragam serta sulit untuk ditebak, ditambah lagi dengan ketajaman tombak miliknya membuat serangan Ranggaseta sangat mematikan bahkan bagi pendekar berpengalaman sekali pun.

Meski serangan-serangan Ranggaseta begitu mematikan, kenyataanya mampu dihadapi Baruna dengan mudah. Baruna yang dibantu keris Rudra Arutala  dapat mengatasi jurus-jurus tombak Ranggaseta.  Sesekali, Baruna membalas dengan jurus tongkatnya, meski juga dapat ditangkis oleh Ranggaseta karena keluwasan tombak miliknya. Desain tombak Ranggaseta membuatnya dapat menggunakan jurus untuk bertahan dan juga menyerang dalam waktu singkat.  Untuk sesaat mereka saling imbang bertukar jurus-jurus yang sama persis dari satu perguruan bela diri.

“Apa yang kaulakukan Ranggaseta?” Desak Wardhana terlihat bosan mengamati duel tombak dan tongkat tersebut. “Cepat hajar dia sebelum perempuan itu pergi jauh!”

“DIAM, DASAR BABI CENGENG!” Bentak Ranggaseta. “Kalau kau ingin perempuan itu, kejar sana sendiri.”

Bentakan Ranggaseta benar-benar menguras keberanian Wardhana hingga anak bupati itu pun beringsut mundur dan kemudian bergabung bersama para jawara yang juga mengamati pertarungan antara Ranggaseta melawan Baruna. Meski mereka membenci Ranggaseta, mereka semua begitu kagum melihat kedua pendekar itu terlihat saling bertukar jurus dengan seimbang. Di dalam benak para jawara, pertarungan mereka berdua layak mendapatkan gelar sebagai pertarungan pendekar terbaik di Kota Lamunarta. Meski tidak saling mengutarakan pendapat masing-masing, berdasarkan pengalaman mereka, para jawara sepakat jika hasil akhir pertarungan itu belum jelas, karena di antara mereka berdua, belum ada yang terlihat mendominasi pertarungan. Hingga setelah keduanya saling bertukar puluhan jurus, tanpa aba-aba, Ranggaseta dan Baruna kemudian melompat mundur sejauh beberapa meter untuk saling mengamati sekaligus memikirkan strategi terbaik untuk mengalahkan lawan.

“Aku sangsi apakah benar kau yang membunuh Guru.” Ranggaseta kemudian memulai pembicaraan.  “Jurusmu sangat sederhana dan mudah ditebak. Apalagi daya rusaknya sangat kecil karena dirimu menggunakan tongkat, bukan tombak yang menjadi senjata utama perguruan kita. Dari jurus-jurusmu itu, Kau sepertinya tidak benar-benar serius untuk melawanku.”

“Aku berkelahi tidak untuk membunuh, Kakang.” Jawab Baruna dengan pelan hingga nyaris seperti berbisik.

“Lalu untuk apa Kau menyerangku dengan tongkat?” Tiba-tiba Ranggaseta terperangah untuk sesaat saat dirinya sepertinya menyadari sesuatu. “Sensasi ini…saat melancarkan jurus tongkarmu tadi, kau juga menggunakan ajian Harimau Mengendus Bayangan untuk membacaku rupanya. Lancang benar kau!” Geram

Ranggaseta.

“Maaf kulakukan ajian itu untuk melihat sejauh mana karakter sejati Kakang Ranggaseta yang sebenarnya. Pada awalnya aku heran mengapa serangan Kakang begitu ganas serta penuh aura membunuh yang amat pekat. Setiap ayunan serangan tombak kakang juga berbau darah yang sangat kental. Rasanya jurus-jurus Kakang seperti selalu

meminta tumbal nyawa manusia setiap kali Kakang melakukannya. Tapi, semuanya menjadi jelas saat aku merapal ajian Harimau Mengendus Bayangan. Jurus-jurus Kakang begitu terlatih serta tajam, tetapi selalu Kakang gunakan untuk membunuh atau melukai orang hingga cacat sehingga jurus-jurus Perguruan Harimau Bulan yang Kakang kuasai menjadi jurus yang sangat haus darah. Sudah berapa orang yang Kakang bunuh sejak meninggalkan perguruan?” Tanya Baruna dengan tatapan prihatin.

“Huh…murid durhaka yang sudah membunuh Guru sepertimu, tidak layak untuk menghakimiku. ”Dengus Ranggaseta. “Susah payah Guru merawat dan membesarkanmu menjadi salah satu murid kesayangannya, dan inikah balasannya Baruna?”

Baruna tidak bersuara sedikit pun. Ia hanya menatap Ranggaseta lekat-lekat dengan tetapan prihatin seolah-olah mengasihani jalan hidup Ranggaseta. Melalui ajian Harimau Mengendus Bayangan, Baruna dapat mengetahui jika  jalan hidup yang selama ini ditempuh oleh Ranggaseta benar-benar penuh dengan pembantaian dan darah, sekali pun hal tersebut dilakukan atas nama membela junjungannya. Jauh di dalam hatinya Baruna menyimpan kebanggaan pada kakak seperguruannya itu yang telah menjadi tokoh yang cukup disegani di kota tempatnya berada sekarang ini. Akan tetapi, Baruna tidak setuju jalan hidup Ranggaseta dalam menjalani hari-harinya sebagai abdi seorang Bupati. Perbedaan cara pandang itulah yang menyebabkan Baruna dan Ranggaseta sepertinya tidak akan bisa akur. Bahkan bila mendiang Guru mereka  masih hidup, hubungannya dengan Ranggaseta sepertinya tidak akan pernah berjalan dengan baik.

“Bahkan seekor anjing pun tidak akan berniat membunuh orang yang memberinya makan selama bertahun-tahun. Tapi, kelakuanmu saat ini justru lebih rendah dari pada seekor anjing. Aku akui diriku memang sudah membunuh banyak orang saat melaksanakan tugas mengabdi kepada junjunganku. Tapi yang kulakukan adalah sebuah tugas selayaknya abdi Kerajaan yang memiliki tanda bakti kepada seorang Raja. Sebagai seorang pendekar sejati, diriku tidak lari dari tanggung jawab atas dosaku. Tapi kau jauh berbeda denganku, sebagai seorang pendekar pun, dirimu tidak mengakui kesalahan saat membunuh Guru. Kau juga berkilah mengaku tidak mencuri keris pusaka Rudra Arutala yang jelas-jelas saat ini berada di tanganmu. Yang lebih parah lagi adalah dirimu selama ini melarikan diri dan bersembunyi seperti seorang pengecut!” Telunjuk Ranggaseta menuding Baruna dengan gemetar menahan amarah. “Kau tewas berkali-kali di tanganku pun belum lunas untuk membalas semua dosa-dosamu,”

Baruna tidak menjawab caci maki dari Ranggaseta, ia justru tersenyum muram sambil menatap sorot mata haus darah dari kakak seperguruannya itu. Pada suatu titik, Baruna akhinya menyadari jika dirinya tidak dapat lagi meluruskan tuduhan bahwa dirinya menjadi penyebab kematian Guru. Ia juga kesulitan untuk menjelaskan apa

yang sebenarnya terjadi hingga keris pusaka Rudra Arutala bisa berada padanya. Di dalam hati Baruna menangis dalam kebisuan, mempertanyakan apakah tidak ada lagi orang yang mempercayai dirinya lagi. Berbulan-bulan dirinya melarikan diri hingga tidak terasa tiga tahun lebih hidup menggelandang dari kota-ke kota tanpa tujuan dan akhir perjalanan.

“Kalau Kakang dahulu mempelajari ajian Harimau Mengendus Bayangan, tentu Kakang dapat mengerti sejauh mana diriku yang sejati. Dengan ajian itu Kakang juga dapat mengetahui kebenaran dibalik kematian mendiang Guru. Apakah kepekaan batin yang menjadi dasar dari ajian Harimau Mengendus Bayangan  menjadi kebas karena Kakang sudah terlalu banyak membunuh orang?”

“Mau aku membunuh satu atau berlaksa-laksa nyawa itu bukan urusanmu. Aku di sini mencari makan dan menjadi seorang abdi, bukan untuk diajari bocah sepertimu. Aku akan tetap mengabdi kepada junjunganku dan terus melaksanakan tugas darinya selama masih bernafas di tanah ini!”

“Begitu…jadi Kakang tidak ingin berhenti untuk terus mencelakai orang dengan mengatasnamakan tugas dari junjungan Kakang?” Baruna menghela nafas panjang. “Jika demikian, dengan berat hati akan kupastikan hari ini Kakang tidak dapat menggunakan ilmu bela diri untuk menyakiti orang lain.”

Terpopuler

Comments

asta guna

asta guna

mantab

2024-02-23

0

Hendra Yana

Hendra Yana

gasssssssss polll terus

2023-07-10

0

Trisna Tris

Trisna Tris

wah.... tambah asyik dan keren certamu Thor.... lanjut....

2022-07-22

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 1. Delapan Pusaka
3 2. Ganti Rugi
4 3. Tendangan Melawan Tendangan
5 4. Celeng Geni
6 5. Anak Bupati
7 6. Murid Durhaka
8 7. Ranggaseta si Tombak Darah
9 8. Keris Tanpa Bilah
10 9. Kembang Api
11 10. Dendam Para Pengkhianat
12 11. Menggiring Cakiya
13 12. Lolos dari Belenggu
14 13. Cakiya Bertemu Baruna
15 14. Menirukan Jurus Lawan
16 15. Racun
17 16. Ksatria Bermata Zamrud
18 17. Junjungan yang Rendah Hati
19 18. Tombak Kyai Pralananta
20 19. Hukuman
21 20. Panggil Namaku
22 21. Akibat Perbuatan di Masa Lalu
23 22. Raung Ledakan
24 23. Perguruan Harimau Matahari
25 24. Amarah Dua Pendekar
26 25. Naga Sungai Melayang di Kolam Arwah
27 26. Tongkat yang Bernyanyi
28 27. Tangis Setelah Nyanyian
29 28. Para Harimau Terlelap.
30 29. Tujuan
31 30. Cara Bertahan Hidup
32 31. Senjata Misterius
33 32. Kutukan Kolam Darah
34 33. Wujud Asli
35 34. Hutan Pedang
36 35. Keris Garudayana
37 36. Pedang Garudayana
38 37. Ajian Ringin Rusa
39 38. Serangga Menghampiri Api
40 39. Langkah Sunyi Bangau Putih
41 40. Pohon Bodhi
42 41. Burung Hantu dan Ajian Lebur Saketi
43 42. Tenunan Jaring Laba-laba
44 43. Mata Harimau
45 44. Nafas Naga
46 45. Sengat Lebah
47 46. Kupu-Kupu Lincah
48 47. Bukan Singa atau Harimau
49 48. Serigala Angin
50 49. Kalah Karena Ikan.
51 50. Gajah dan Babi Hutan
52 51. Mulut Manis Kerbau Pemarah
53 52. Elang, Bangau, Gagak & Burung Hantu
54 53. Perang Dua Puluh Satu Hari
55 54. Satu-satunya yang Tersisa
56 55. Perisai Pelindung
57 56. Perdikan
58 57. Dua Senjata Pusaka Suci
59 58. Keputusan Nawaruni
60 59. Wadilaka
61 60. Obrolan Sebelum Tidur
62 61. Daun Tertiup Angin
63 62. Judi Sabung Ayam
64 63. Golongan Hitam dan Putih
65 64. Pemimpin Golongan Hitam
66 65. Juru Antar
67 66. Para Penunggang
68 67. Raden Tumenggung Aji Angsana
69 68. Lima Ratus Keping Emas
70 69. Ajian dan Pusaka
71 70. Debu dan Asap
72 71. Lari
73 72. Di Balik Batu
74 73. Tongkat Bulan Menggebuk Macan
75 74. Para Harimau Terperangkap Siasat
76 75. Nafas Bara Api Harimau Matahari
77 76. Keahlian Cakiya
78 77. Nafas Api Emas Harimau Matahari
79 78. Neraka dan Gunung Harimau
80 79. Harimau Memuntahkan Bola-Bola Api
81 80. Srigunting Putih Mematuk Harimau
82 81. Lima Matahari Emas
83 82. Menggebuk Delapan Harimau
84 83. Auman Harimau Mengoyak Bayangan
85 84. Auman Perang Harimau Matahari
86 85. Serigala Angin dan Harimau Matahari
87 86. Satu Wiracaya dan Tiga Pendekar
88 87. Akar Baja Mencambuk Harimau
89 88. Jejak Langkah
90 89. Kesepakatan dan Aroma Jiwa
91 90. Tapak Sisik Besi Ular Hitam
92 91. Pemburu yang Diburu
93 92. Langkah Seribu Para Harimau
94 93. Basikan
95 94. Ajian Setri Durbiksa
96 95. Baruna dan Nawaruni
97 96. Bangsawan Kota Raja di Basikan
98 97. Kunjungan Misterius
99 98. Sura Kenanga
100 99. Kaum Lentera Pengetahuan
101 100. Keadilan Bagi Hansa
102 101. Hansa Wismawa dan Sekar Lembayung
103 102. Dari Mata Si Hujan Berkat
104 103.Tuduhan Membuat Kekacauan
105 104. Para Saksi yang Meragukan
106 105. Menuju Penjara
107 106. Mencari Hansa
108 107. Bersama Kyai Langgamsurta dan Sekar Lembayung
109 108. Pesta
110 109. Menyiapkan Drama Persidangan
111 110. Sidang Kedua Hansa Wismawa
112 111. Mata Angsa yang Bercahaya
113 112.Keris Kyai Dasa Windraya
114 113. Trisula Kyai Arnawa
115 114. Pedang Ganda dan Tombak Putih
116 115. Naga Awan dan Tombak Biru Laut
117 116. Nawaruni Sokyawiya
118 117. Unggas Melawan Naga Laut
119 118. Pembangkangan Dyaraksa
120 119. Demi Keluarga
121 120. Badai Api
122 121. Mulut Penuh Tanah
123 122. Rapat Gelap
124 123. Air Mata Hansa Wismawa
125 124. Di Sekitar Gapura
126 125. Sembilan Orang
127 126. Gajah Awan Menusukkan Tombak
128 127. Karma Dilyawara
129 128. Dilarang untuk Mati.
130 129. Bayaran
131 130. Tiga Pemabuk
132 131. Burung Pemangsa
133 132. Mahisa Menunggu Perintah
134 133. Seekor Anjing Hitam
135 134. Wanita Penuh Bekas Luka
136 135. Kegelisahan Mahisa
137 136. Enam Harimau Merah
138 137. Enam Singgasana
139 138. Bayangan Bermahkota Duri
140 139. Cermin Berbingkai Emas
141 140. Serpihan Masa Lalu Mahisa
142 141. Dendam Seperti Racun
143 142. Amarah Semakin Pekat
144 143. Pengkhianatan Iblis Bermuka Pucat
145 144. Sore yang Kelam di Lamunarta
146 145. Baratadya dan Jaka Wisa
147 146. Kehebatan Nenek Nuryi dan Ki Atwani
148 147. Kematian Adiwardhana
149 148. Dua Ular Raksasa
150 149. Amarah Widyata
151 150. Menyelaraskan Jiwa
152 151. Keputusan Widyata
153 152. Api Unggun Biru
154 153. Tinju Berhias Api Biru
155 154. Melompat dan Menjatuhkan Diri
156 155. Beradu Jurus Pukulan Celeng Geni Menghantam Bara Api
157 156. Suku Raksasa Paruh Hitam
158 157. Zirah Sisik dan Pedang Batu
159 158. Si Tapak Kucing
160 159. Taring dan Cakar Suku Raksasa Paruh Hitam
161 160. Tumbal Marga Sokyawiya
162 161. Menghilangnya Cakiya
163 162. Sayap-Sayap Patah
164 163. Simbol Ular Perak
165 164. Anak Panah Misterius
166 165. Martir Pembawa Pesan
167 166. Jaganastra dan Alap-alap Biru
168 167. Cerita Enam Suku
169 168. Si Kembar dan Aji Angsana
170 169. Kematian Aji Angsana
171 170. Salyaraka dan Sedyaraka dari Perguruan Harimau Bulan
172 171. Ajian Kijang Apuran dan Senjata dari Embun Beku.
173 172. Darah Pendekar Haus Darah
174 173. Obrolan Dua Pendekar dari Dua Zaman
175 174. Perubahan Zaman yang Mengejutkan
176 175. Kemampuan Berbahaya Cakiya
177 176. Ajian Dawala Tiwikrama
178 177. Kekuatan Dua Raksasa Putih
179 178. Raksasa Putih Melawan Bocah Rambut Merah
180 179. Taktik Cakiya Melumpuhkan Sedyaraka
181 180. Akhir Pertarungan Melawan Si Kembar
182 181. Langit-langit Kayu
183 182. Ketua Suku Raksasa Sayap Hitam
184 183. Tandu Langit
185 184. Naga Bumi dan Anak Sulung
186 185. Harimau Bertemu Hiu dan Angsa.
187 186. Cerita Sedih Dyaraksa
188 187. Kejanggalan Kasus Dyaraksa
189 188. Surat-Surat
190 189. Harimau Tombak dan Harimau Pedang Kembar
191 190. Dendam Para Jawara pada Mahisa.
192 191.Busur Silang Tersembunyi.
193 192. Panah dan Amarah
194 193. Awan Karana
195 194. Perubahan Liar dan Harimau Matahari
196 195. Naga Bintang Melawan Harimau Matahari
197 196. Taktik Dyaraksa
198 197. Tukang Judi Sabung Ayam Jadi Pejabat
199 198. Mantra dan Bahan Peledak.
200 199. Jurus Rahasia Perguruan Harimau Matahari
201 200. Akhir Pertempuran di Gang Tikus
202 201. Perubahan Liar Senaraksa
203 202. Rumah Seorang Teman.
204 203. Pedagang Rempah-rempah
205 204. Saudara Seperguruan Kyai Langgamsurta
206 205. Tungku Bulus Anawa
207 206. Ayah yang Mencemaskan Anak
208 207. Pedati dan Tong Kayu
209 208. Arak dan Penjaga Gerbang Kota
210 209. Jangkrik Emas
211 210. Makam Raksasa
212 211. Rudra Arutala Sang Serigala
213 212. Aqni Samaja Sang Gajah
214 213. Pertarungan di Ruang Jiwa-Jiwa
215 214. Suara di Dalam Benak
216 215. Api Perak
217 216. Mimpi Buruk Cakiya.
218 217. Kisah Ksatria dan Si Anak Sulung
219 218. Pusaka Singa Kencana Arkananta
220 219. Pangeran dari Marga Simachandra
221 220. Bangsawan yang Pintar
222 221. Recamadya Anala.
223 222. Wanita dengan Mulut Berbisa.
224 223. Penguasa Harimau
225 224. Serangan Kilat Cakiya.
226 225. Harimau dan Tiga Perempuan
227 226. Wujud Sejati Pusaka Tira Cempaka
228 227. Kaum Jelata
229 228. Rusuk yang Tertusuk Ranting.
230 229. Wujud Sejati yang Terurai
231 230. Siasat Terakhir Tira Cempaka
232 Pengumuman
233 231. Busur Cincin Ungu
234 232. Baruna dan Recamadya Anala
235 233. Rahasia dari Recamadya Anala
236 234. Perubahan Liar Recamadya Anala
237 235. Pertarungan Dua Serigala
238 236. Dua Serigala Beradu Taring
239 237. Rahasia Bangsa Cakar Perak
240 238. Dua Serigala Mengamati Ayam Jantan
241 239. Keris Adwikara Simachandra
242 240. Menjejak Setengah Kekalahan
243 Pengumuman
244 241. Bayangan Membara dan Cincin Taring Putih.
245 242. Baruna, Sumber Kegelapan di Hati
246 243. Dua Harimau dan Ayam Berbulu Merah
247 244. Ujian Pewaris Pusaka
248 245. Lebih Seperti Budak dan Majikan
249 246. Menghalau Serangan dengan Satu Lengan
250 247. Ular dan Bangau Mematuk Dua Ekor Harimau
251 248. Telapak Ular Hitam Bersisik Api Perak.
252 249. Jurus Terlarang Harimau Bulan
253 250. Api Beku
254 251. Matinya Pewaris Adwikara Simachandra
255 252. Hembusan Obat dan Rempah
256 253. Kegelisahan dari Orang Asing
257 254. Taring Beku Pusaka Simachandra
Episodes

Updated 257 Episodes

1
Prolog
2
1. Delapan Pusaka
3
2. Ganti Rugi
4
3. Tendangan Melawan Tendangan
5
4. Celeng Geni
6
5. Anak Bupati
7
6. Murid Durhaka
8
7. Ranggaseta si Tombak Darah
9
8. Keris Tanpa Bilah
10
9. Kembang Api
11
10. Dendam Para Pengkhianat
12
11. Menggiring Cakiya
13
12. Lolos dari Belenggu
14
13. Cakiya Bertemu Baruna
15
14. Menirukan Jurus Lawan
16
15. Racun
17
16. Ksatria Bermata Zamrud
18
17. Junjungan yang Rendah Hati
19
18. Tombak Kyai Pralananta
20
19. Hukuman
21
20. Panggil Namaku
22
21. Akibat Perbuatan di Masa Lalu
23
22. Raung Ledakan
24
23. Perguruan Harimau Matahari
25
24. Amarah Dua Pendekar
26
25. Naga Sungai Melayang di Kolam Arwah
27
26. Tongkat yang Bernyanyi
28
27. Tangis Setelah Nyanyian
29
28. Para Harimau Terlelap.
30
29. Tujuan
31
30. Cara Bertahan Hidup
32
31. Senjata Misterius
33
32. Kutukan Kolam Darah
34
33. Wujud Asli
35
34. Hutan Pedang
36
35. Keris Garudayana
37
36. Pedang Garudayana
38
37. Ajian Ringin Rusa
39
38. Serangga Menghampiri Api
40
39. Langkah Sunyi Bangau Putih
41
40. Pohon Bodhi
42
41. Burung Hantu dan Ajian Lebur Saketi
43
42. Tenunan Jaring Laba-laba
44
43. Mata Harimau
45
44. Nafas Naga
46
45. Sengat Lebah
47
46. Kupu-Kupu Lincah
48
47. Bukan Singa atau Harimau
49
48. Serigala Angin
50
49. Kalah Karena Ikan.
51
50. Gajah dan Babi Hutan
52
51. Mulut Manis Kerbau Pemarah
53
52. Elang, Bangau, Gagak & Burung Hantu
54
53. Perang Dua Puluh Satu Hari
55
54. Satu-satunya yang Tersisa
56
55. Perisai Pelindung
57
56. Perdikan
58
57. Dua Senjata Pusaka Suci
59
58. Keputusan Nawaruni
60
59. Wadilaka
61
60. Obrolan Sebelum Tidur
62
61. Daun Tertiup Angin
63
62. Judi Sabung Ayam
64
63. Golongan Hitam dan Putih
65
64. Pemimpin Golongan Hitam
66
65. Juru Antar
67
66. Para Penunggang
68
67. Raden Tumenggung Aji Angsana
69
68. Lima Ratus Keping Emas
70
69. Ajian dan Pusaka
71
70. Debu dan Asap
72
71. Lari
73
72. Di Balik Batu
74
73. Tongkat Bulan Menggebuk Macan
75
74. Para Harimau Terperangkap Siasat
76
75. Nafas Bara Api Harimau Matahari
77
76. Keahlian Cakiya
78
77. Nafas Api Emas Harimau Matahari
79
78. Neraka dan Gunung Harimau
80
79. Harimau Memuntahkan Bola-Bola Api
81
80. Srigunting Putih Mematuk Harimau
82
81. Lima Matahari Emas
83
82. Menggebuk Delapan Harimau
84
83. Auman Harimau Mengoyak Bayangan
85
84. Auman Perang Harimau Matahari
86
85. Serigala Angin dan Harimau Matahari
87
86. Satu Wiracaya dan Tiga Pendekar
88
87. Akar Baja Mencambuk Harimau
89
88. Jejak Langkah
90
89. Kesepakatan dan Aroma Jiwa
91
90. Tapak Sisik Besi Ular Hitam
92
91. Pemburu yang Diburu
93
92. Langkah Seribu Para Harimau
94
93. Basikan
95
94. Ajian Setri Durbiksa
96
95. Baruna dan Nawaruni
97
96. Bangsawan Kota Raja di Basikan
98
97. Kunjungan Misterius
99
98. Sura Kenanga
100
99. Kaum Lentera Pengetahuan
101
100. Keadilan Bagi Hansa
102
101. Hansa Wismawa dan Sekar Lembayung
103
102. Dari Mata Si Hujan Berkat
104
103.Tuduhan Membuat Kekacauan
105
104. Para Saksi yang Meragukan
106
105. Menuju Penjara
107
106. Mencari Hansa
108
107. Bersama Kyai Langgamsurta dan Sekar Lembayung
109
108. Pesta
110
109. Menyiapkan Drama Persidangan
111
110. Sidang Kedua Hansa Wismawa
112
111. Mata Angsa yang Bercahaya
113
112.Keris Kyai Dasa Windraya
114
113. Trisula Kyai Arnawa
115
114. Pedang Ganda dan Tombak Putih
116
115. Naga Awan dan Tombak Biru Laut
117
116. Nawaruni Sokyawiya
118
117. Unggas Melawan Naga Laut
119
118. Pembangkangan Dyaraksa
120
119. Demi Keluarga
121
120. Badai Api
122
121. Mulut Penuh Tanah
123
122. Rapat Gelap
124
123. Air Mata Hansa Wismawa
125
124. Di Sekitar Gapura
126
125. Sembilan Orang
127
126. Gajah Awan Menusukkan Tombak
128
127. Karma Dilyawara
129
128. Dilarang untuk Mati.
130
129. Bayaran
131
130. Tiga Pemabuk
132
131. Burung Pemangsa
133
132. Mahisa Menunggu Perintah
134
133. Seekor Anjing Hitam
135
134. Wanita Penuh Bekas Luka
136
135. Kegelisahan Mahisa
137
136. Enam Harimau Merah
138
137. Enam Singgasana
139
138. Bayangan Bermahkota Duri
140
139. Cermin Berbingkai Emas
141
140. Serpihan Masa Lalu Mahisa
142
141. Dendam Seperti Racun
143
142. Amarah Semakin Pekat
144
143. Pengkhianatan Iblis Bermuka Pucat
145
144. Sore yang Kelam di Lamunarta
146
145. Baratadya dan Jaka Wisa
147
146. Kehebatan Nenek Nuryi dan Ki Atwani
148
147. Kematian Adiwardhana
149
148. Dua Ular Raksasa
150
149. Amarah Widyata
151
150. Menyelaraskan Jiwa
152
151. Keputusan Widyata
153
152. Api Unggun Biru
154
153. Tinju Berhias Api Biru
155
154. Melompat dan Menjatuhkan Diri
156
155. Beradu Jurus Pukulan Celeng Geni Menghantam Bara Api
157
156. Suku Raksasa Paruh Hitam
158
157. Zirah Sisik dan Pedang Batu
159
158. Si Tapak Kucing
160
159. Taring dan Cakar Suku Raksasa Paruh Hitam
161
160. Tumbal Marga Sokyawiya
162
161. Menghilangnya Cakiya
163
162. Sayap-Sayap Patah
164
163. Simbol Ular Perak
165
164. Anak Panah Misterius
166
165. Martir Pembawa Pesan
167
166. Jaganastra dan Alap-alap Biru
168
167. Cerita Enam Suku
169
168. Si Kembar dan Aji Angsana
170
169. Kematian Aji Angsana
171
170. Salyaraka dan Sedyaraka dari Perguruan Harimau Bulan
172
171. Ajian Kijang Apuran dan Senjata dari Embun Beku.
173
172. Darah Pendekar Haus Darah
174
173. Obrolan Dua Pendekar dari Dua Zaman
175
174. Perubahan Zaman yang Mengejutkan
176
175. Kemampuan Berbahaya Cakiya
177
176. Ajian Dawala Tiwikrama
178
177. Kekuatan Dua Raksasa Putih
179
178. Raksasa Putih Melawan Bocah Rambut Merah
180
179. Taktik Cakiya Melumpuhkan Sedyaraka
181
180. Akhir Pertarungan Melawan Si Kembar
182
181. Langit-langit Kayu
183
182. Ketua Suku Raksasa Sayap Hitam
184
183. Tandu Langit
185
184. Naga Bumi dan Anak Sulung
186
185. Harimau Bertemu Hiu dan Angsa.
187
186. Cerita Sedih Dyaraksa
188
187. Kejanggalan Kasus Dyaraksa
189
188. Surat-Surat
190
189. Harimau Tombak dan Harimau Pedang Kembar
191
190. Dendam Para Jawara pada Mahisa.
192
191.Busur Silang Tersembunyi.
193
192. Panah dan Amarah
194
193. Awan Karana
195
194. Perubahan Liar dan Harimau Matahari
196
195. Naga Bintang Melawan Harimau Matahari
197
196. Taktik Dyaraksa
198
197. Tukang Judi Sabung Ayam Jadi Pejabat
199
198. Mantra dan Bahan Peledak.
200
199. Jurus Rahasia Perguruan Harimau Matahari
201
200. Akhir Pertempuran di Gang Tikus
202
201. Perubahan Liar Senaraksa
203
202. Rumah Seorang Teman.
204
203. Pedagang Rempah-rempah
205
204. Saudara Seperguruan Kyai Langgamsurta
206
205. Tungku Bulus Anawa
207
206. Ayah yang Mencemaskan Anak
208
207. Pedati dan Tong Kayu
209
208. Arak dan Penjaga Gerbang Kota
210
209. Jangkrik Emas
211
210. Makam Raksasa
212
211. Rudra Arutala Sang Serigala
213
212. Aqni Samaja Sang Gajah
214
213. Pertarungan di Ruang Jiwa-Jiwa
215
214. Suara di Dalam Benak
216
215. Api Perak
217
216. Mimpi Buruk Cakiya.
218
217. Kisah Ksatria dan Si Anak Sulung
219
218. Pusaka Singa Kencana Arkananta
220
219. Pangeran dari Marga Simachandra
221
220. Bangsawan yang Pintar
222
221. Recamadya Anala.
223
222. Wanita dengan Mulut Berbisa.
224
223. Penguasa Harimau
225
224. Serangan Kilat Cakiya.
226
225. Harimau dan Tiga Perempuan
227
226. Wujud Sejati Pusaka Tira Cempaka
228
227. Kaum Jelata
229
228. Rusuk yang Tertusuk Ranting.
230
229. Wujud Sejati yang Terurai
231
230. Siasat Terakhir Tira Cempaka
232
Pengumuman
233
231. Busur Cincin Ungu
234
232. Baruna dan Recamadya Anala
235
233. Rahasia dari Recamadya Anala
236
234. Perubahan Liar Recamadya Anala
237
235. Pertarungan Dua Serigala
238
236. Dua Serigala Beradu Taring
239
237. Rahasia Bangsa Cakar Perak
240
238. Dua Serigala Mengamati Ayam Jantan
241
239. Keris Adwikara Simachandra
242
240. Menjejak Setengah Kekalahan
243
Pengumuman
244
241. Bayangan Membara dan Cincin Taring Putih.
245
242. Baruna, Sumber Kegelapan di Hati
246
243. Dua Harimau dan Ayam Berbulu Merah
247
244. Ujian Pewaris Pusaka
248
245. Lebih Seperti Budak dan Majikan
249
246. Menghalau Serangan dengan Satu Lengan
250
247. Ular dan Bangau Mematuk Dua Ekor Harimau
251
248. Telapak Ular Hitam Bersisik Api Perak.
252
249. Jurus Terlarang Harimau Bulan
253
250. Api Beku
254
251. Matinya Pewaris Adwikara Simachandra
255
252. Hembusan Obat dan Rempah
256
253. Kegelisahan dari Orang Asing
257
254. Taring Beku Pusaka Simachandra

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!