Ratusan tahun lalu saat tanah sejuta lumbung padi dilanda perang
Seorang penempa dari negeri antah berantah datang ke tanah ini
Menyelasaikan delapan senjata untuk delapan bijaksana
Tiga orang dari kaum ksatria, tiga orang pendekar
Seorang maha resi dan sisanya untuk seorang anak petani
Berkat delapan pusaka dan delapan bijaksana
Peperangan berhasil dihentikan
Akan tetapi…. delapan pusaka masih memiliki cerita
Dua diantara tiga orang ksatria memegang pusaka menjadi raja
Sedangkan satu ksatria menghilang karena dirundung duka
Meninggalkan pusaka, lalu pergi dalam rengkuhan kegelapan sunyi
Ia berduka pada perubahan sahabat ksatrianya yang jadi Raja
Dua orang pendekar mendirikan perguruan di tempat terpisah
Dengan berbekal pusaka masing-masing meraih kejayaan
Seorang pendekar yang tersisa mengembara ke negeri antah berantah
Ditemani senjata pusaka lalu mengabdi pada raja-raja asing
Pusaka Maha Resi hilang dalam pertikaian berdarah antar keluarga
Sedangkan pusaka milik anak petani kembali di pangkuan ibu bumi
Yang tersisa kini hanya sebuah gada, menunggu majikan sejati
Menghantam bumi dengan awal mula cerita dan legenda baru…
Dengan khidmad seorang laki-laki renta bercerita di depan sekelompok anak kecil dimana ingus mereka turun dari cuping hidung mereka yang kotor serta penuh debu. Sebagian besar anak-anak itu tidak terlalu memperhatikan dongeng laki-laki tua itu karena mereka sudah terlalu sering mendengarkannya.
Hanya tiga orang anak kecil yang mendengarkan dongeng anak itu dengan sungguh-sungguh di tengah keramaian alun-alun kota sambil memandang sebuah tembok yang setinggi kuran lebih dua meter. Tembok itu terletak di pusat alun-alun serta dibangun melingkari sebuah pusaka yang menancap pada sebuah batu berwarna kecoklatan. Pusaka itu merupakan salah satu dari delapan pusaka yang diceritakan oleh laki-laki tua itu, sebuah gada kemerahan dengan pola hiasan berbentuk api yang menyala-nyala.
Gada itu memiliki gagang sepanjang dua meter dengan diameter gagang selebar sembilan sentimeter yang dihiasi dengan ornamen berbentuk api dan awan yang melingkari hampir setiap jengkal dari gagang gada tersebut. Pada bagian ujung gada itu, berbentuk bola dengan ukir-ukiran api berwarna merah menyala yang mengelilingi seluruh bagian ujung gada.
Pada bagian ujung gada terlihat relief binatang berkaki empat yang hanya memperlihatkan bagian kaki saja dikarenakan hampir seluruh dua pertiga bagian ujung gada terbenam dalam batu berwana cokelat. Gada yang menancap di batu cokelat itu seluruhnya tertutup oleh kain beludru berwarna kehijauan dengan motif sepasang kepala harimau yang menghadap ke arah kiri dan kanan. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja, kain pembungkus gada itu dibuka oleh juru kunci alun-alun selama setahun sekali.
Setiap tahun, pada acara tertentu diselenggarakan upacara adat untuk menghormati arwah leluhur serta Sang Pencipta Dunia. Setelah upacara itu pun biasanya diadakan ritual untuk mengambil gada yang menancap itu. Para pendekar, pejabat hingga ksatria melakukan ritual untuk kelayakan di depan gada pusaka tersebut, mereka mencoba mencabut senjata itu dari dalam batu cokelat besar sambil memanggil namanya dengan: Gada Kyai Samaja.
Sudah banyak para pendekar dari penjuru negeri maupun negara tetangga yang datang untuk menjajal kelayakan dirinya untuk memiliki pusaka gada Kyai Samaja. Akan tetapi tidak satu pun dari mereka yang layak di hadapan senjata pusaka itu. Gada Kyai Samaja tetap saja tidak dapat dicabut dari tempatnya bernaung, sesekali senjata itu ketika berusaha dicabut dari batu tempatnya berada, mengeluarkan hawa sangat panas yang membuat telapak tangan atau kedua lengan orang-orang yang mencoba untuk mencabut pusaka itu terbakar. Bahkan, pernah suatu kali seorang pendekar yang jumawa kedua lengannya hangus terbakar karena wataknya dianggap menghina dan membuat gada Kyai Samaja tersinggung.
Sebagai senjata pusaka, gada Kyai Samaja memiliki kemampuan untuk memilih siapa yang layak mencabutnya dari batu dan menjadi majikannya. Bila dianggap tidak layak, gada Kyai Samaja akan memberikan reaksi penolakan dengan cara membuat dirinya menjadi sangat berat hingga tidak dapat dicabut dari batu tempatnya berada. Selain itu gada Kyai Samaja juga memberikan tanda penolakan berupa hawa panas membakar saat berusaha dicabut oleh orang yang dianggapnya tidak layak. Karena kemampuannya itulah, orang-orang di kota begitu menghormati pusaka gada Kyai Samaja tersebut dan melibatkannya dalam berbagai upacara suci untuk menghormati leluhur mereka beserta Sang Pencipta.
Dan, gada itu pun juga menjadi bagian dari masyarakat di kota Lamunarta, kota yang terkenal karena para pandai besi dan perkakasnya hingga ke seluruh penjuru negeri Beragam orang-orang pun mendatangi kota Lamunarta tidak hanya untuk memesan senjata, namun mengunjungi alun-alun kota melihat wujud gada pusaka Kyai Samaja. Tidak terkecuali bagi seorang pemuda belasan tahun yang mengunjungi alun-alun kota Lamunarta sambil duduk tidak jauh dari sosok laki-laki tua yang bercerita tentang hikayat pusaka-pusaka kuno kepada tiga anak ingusan itu.
Pemuda itu memiliki postur tubuh tegap dengan tinggi kira-kira seratus tujuh puluh sentimeter. Kulitnya yang kecoklatan dibungkus oleh pakaian katun berwarna coklat yang kasar serta celana pendek hingga sebatas lutut. Rambutnya yang begitu pendek disembunyikan dibalik ikat kepala berwarna hitam yang memiliki motif daun serta sulur berwarna kecoklatan.
Dengan mata sedikit sipit, hidung lurus serta wajah terlihat ramah, pemuda itu berkeliling alun-alun tanpa mengenakan alas kaki. Pada pergelangan kaki kiri pemuda itu mengenakan gelang terbuat dari lilitan akar yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk anyaman berwarna hijau muda. Sementara pada pergelangan tangan pemuda itu juga dilikat oleh gelang dengan bahan yang sama serta warna yang senada.
Setelah Pemuda itu duduk menguping dongeng hikayat delapan pusaka dari laki-laki tua itu, Ia kemudian berjalan-jalan mengitari alun-alun dengan santai. Sambil mengagumi keramaian disekitarnya serta tembok menjulang yang melindungi gada pusaka Kyai Samaja, pemuda itu tetap melanjutkan langkahnya. Para pedagang, orang-orang yang berkerumun serta kesibukan alun-alun membuat pemuda itu begitu kagum hingga membuat hingga membuat langkahnya kurang fokus lalu secara tidak sengaja menabrak seseorang laki-laki berusia akhir dua puluh tahunan. Laki-laki itu pun terlihat begitu kaget saat bertabrakan hingga membuat sebuah benda dalam genggamannya kemudian terjatuh. Benda itu rupanya sebuah tempat minum yang terbuat dari keramik.
“Maaf. ” Kata pemuda itu dengan membungkukkan badan.
“Maaf katamu!?” Teriak laki-laki itu sambil memandang tempat minum dari keramik yang sudah hancur berkeping-keping yang kemudian membuat semua orang yang berada di sekitar tempat itu menoleh kepada pemuda dan laki-laki itu.
“Ada apa ini.” Sela sebuah suara menggelegar yang membuat pemuda dan laki-laki itu menoleh menuju sumber suara.
Pemilik suara itu adalah seorang laki-laki setinggi hampir dua meter dengan kulit kecoklatan mengkilap. Kulitnya terlihat gelap bukan karena terlalu banyak terpapar cahaya matahari, namun karena terlalu banyak mengkonsumsi tuak serta minuman keras lain hingga membuat kulitnya menghitam terlihat seperti terbakar. Meski demikian, Ia terlihat begitu menakutkan dengan berbagai bekas luka di wajahnya yang nyaris tanpa rambut dan alis serta kedua mata yang melotot berwarna merah. Beberapa gigi depannya tidak utuh lagi dengan menyisakan beberapa lubang pada deretan mulutnya saat laki-laki tinggi besar itu berbicara.
Laki-laki itu terlihat mengenakan pakaian seperti para pendekar pada umumnya, kemeja gelap tanpa lengan yang tidak dikancingkan serta celana pendek dengan warna senada dengan kemeja miliknya. Kedua kakinya yang besar mengenakan alas kaki tebal terbuat dari kulit lembu bermutu tinggi. Sementara beberapa perhiasan menggantung di lengan kiri serta pergelangan kaki kanannya. Sepasang anting permata juga menggantung di telinganya yang ukurannya lebih besar dari orang kebanyakan. Jelas, laki-laki tinggi besar itu bukan pendekar sembarangan karena mengenakan perhiasan yang cukup mencolok. Terlebih lagi Ia tidak berada di tempat itu seorang diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Trisna Tris
baru nyimak luuuurr.....
2022-07-22
1
Erni Sari
hai like datang
2022-03-02
2
Maret
oke👍
2022-01-18
0