Laki-laki tinggi besar itu dikelilingi oleh anak buahnya yang mengenakan pakaian nyaris seragam dengannya. Mereka terlihat berjumlah belasan orang serta terlihat begitu menghormati keberadaan laki-laki tinggi besar itu. Pemuda itu pun menyadari bahwa dirinya akan terseret dalam masalah saat gerombolan yang dipimpin laki-laki tinggi besar itu muncul.
“Ah Kakang.” Sapa laki-laki yang ditabrak pemuda itu kepada laki-laki tinggi besar dengan sangat sopan. “Bocah ini menabrak saya hingga tempat minum keramik warisan orang tua saya yang berharga hancur berkeping-keping.” Wajah laki-laki itu berusaha untuk terlihat untuk sedih sambil menunjukkan serpihan keramik yang disebut sebagai benda berharga warisan mendiang orang tuanya.
“Jadi kau yang bikin onar di wilayah kami!?” Laki-laki tinggi besar itu mendelik kepada pemuda itu.
Pemuda itu hanya menatap gerombolan itu cukup lama dengan wajah tenang serta sikap yang sama sekali tidak menunjukkan rasa takut kepada gerombolan itu. Sikapnya yang demikian membuat para gerombolan itu menjadi kesal karena sikap pemuda itu seakan-akan tidak memiliki rasa hormat dan bahkan rasa segan kepada mereka.
“Hei bocah ingusan, kalau ditanya jawab!” Sahut salah satu gerombolan itu.
“Sudah berani bikin onar, sekarang kau berani tidak sopan dengan tokoh masyarakat di sini!”
Pemuda itu pun menatap orang-orang yang marah itu dengan ekspresi bingung, Ia hanya tidak sengaja menabrak seorang laki-laki dan dalam waktu singkat dirinya sudah dikepung puluhan orang bertampang sangar dan berwatak galak.
Melihat kejadian yang menimpa pemuda itu, orang-orang mulai menjauh dari mereka sambil berbisik-bisik bahwa orang-orang yang dipimpin laki-laki tinggi besar itu rupanya tidak hanya sekumpulan pendekar, namun juga gerombolan pengacau yang suka mencari masalah dengan orang luar wilayah mereka. Ditambah lagi, jika sasaran mereka adalah orang yang berjalan sendirian akan diperas hartanya hingga habis tidak bersisa.
Bersama dengan laki-laki yang mengaku kehilangan tempat minum keramik berharganya, pemuda itu pun kemudian digiring pada sebuah gang sempit pada sebuah pemukiman yang berada tidak jauh dari alun-alun. Gang itu begitu sepi, buntu, serta remang-remang karena tertutup dengan bangunan di sekitarnya. Hanya beberapa garis tipis sinar matahari yang menembus di langit-langit gang itu. Tempat itu seolah-olah dibuat sedemikian sempurna bagi orang-orang berhati jahat untuk mencelakakan orang lain secara sembunyi-sembunyi.
“Sekarang kau harus bertanggung jawab karena mencelakai teman kami.” Kata salah satu dari gerombolan itu.
“Celaka soal apa?” Kekeh pemuda itu.
“Gara-gara kau menabraknya tadi, benda berharga miliknya rusak.” Kata salah satu anggota gerombolan sambil menunjuk laki-laki itu.
Laki-laki itu kemudian menunjukkan sebuah benda yang kini menjadi serpihan kepada pemuda itu. Laki-laki itu terlihat marah saat menunjukkan sisa-sisa keramik itu, namun kedua matanya saling bertemu dengan mata laki-laki tinggi besar dan para anak buahnya seolah-olah memberi tanda. Rupanya laki-laki itu sudah bersekongkol dengan para gerombolan itu untuk menjebak pemuda itu menguras hartanya habis-habisan. Pemuda itu pun juga menyadari bahwa dirinya akan dicelakai oleh orang-orang itu, tetapi Ia tidak terlihat panik, bahkan terkesan tenang serta menikmati situasi yang sedang dialaminya.
“Kau harus ganti rugi.” Kata laki-laki itu.
“Bayar!” Sahut anggota gerombolan itu.
“Bayar!” Yang lain kemudian membebek dengan teriakan yang tidak kalah lantang.
“Ganti rugi bedebah!” Maki anggota gerombolan yang lain.
“Wah-wah Tuan-Tuan, tolong jangan buru-buru emosi dahulu.” Pemuda itu berusaha menenangkan gerombolan itu sambil menangkat kedua telapak tangannya. “Berapa aku harus menggantinya?” Tanya laki-laki itu sambil merogoh saku di pakaiannya?
“Sepuluh keping emas!” Kata pemimpin gerombolan itu menunjukkan serpihan keramik yang kini sudah mulai berpindah tangan kepadanya.
“Wah, Tuan jika uang sebanyak itu, tentu saat ini aku belum punya.” Balas pemuda itu. “Bagaimana jika besok siang aku bawa dua belas keping emas di alun-alun itu.”
“Enak saja kau bicara. Siapa yang bisa menjamin jika dirimu tidak melarikan diri saat akan membayar ganti rugi temanku ini.” Komentar pemimpun gerombolan itu. “Sudah membuat masalah, sekarang berani juga mengatur kami semua. Hei Bocah siapa namamu?”
“Cakiyartama Kukila.” Jawab pemuda itu. “Anda sekalian boleh memanggil saya Cakiya.”
“Hahahahaha namamu seperti unggas bocah.” Ejek salah satu gerombolan itu.
“Memang demikian, konon katanya saat aku lahir pada tengah hari semua ayam jantan berkumpul di rumahku dan berkokok secara serentak.” Jawab pemuda itu dengan santai.
“Tapi itu tidak membuatmu melunasi hutang-hutangmu sekarang.” Hardik salah satu dari gerombolan itu.
“Bayar sekarang!” Sahut rekannya.
“Sekarang!” Sahut yang lain.
“Atau jika tidak….” Salah satu gerombolan itu mengambil sesuatu dari balik
pinggangnya, akan tetapi Ia terkejut sewaktu benda yang disembunyikan di
belakang tubuhnya itu tiba-tiba menghilang.
“Lho?" Anggota gerombolan itu terlihat bingung ketika benda yang berada di balik
punggungnya tiba-tiba menghilang,
“Ada apa?” Tanya rekannya.
“Lho?” Ia tidak menjawab pertanyaan rekan-rekannya, akan tetapi sibuk mencari-cari
benda tersebut hingga memutar-mutar tubuhnya beberapa kali lalu mencari-cari
tempat disekitarnya. Bahkan Ia menggeledah beberapa rekannya yang berada tepat
di sebelahnya.
“Kamu sedang apa bodoh!?” Rekannya terlihat jengkel saat anggota gerombolan itu
menggeledah pinggang dan memutar-mutar tubuhnya.
“Kenapa kamu!?” Tanya ketua gerombolan itu.
“Tidak ada Kakang.” Jawab anggota itu dengan sibuk masih mencari-cari benda yang dicarinya,
“Apanya yang tidak ada?” Tanya ketua gerombolan itu dengan tidak sabar.
“Anu…” Jawab salah satu gerombolan itu dengan bingung sekaligus takut. “Anu Kakang…anu hilang.”
“Anu hilang apa!?” Bentak pemimpin gerombolan itu dengan geram.
“Anu-nya Kakang hilang…eh anu senjata untuk Kakang yang kita siapkan ditempat berkumpul kita sejak tadi pagi, tiba-tiba tidak ada.”
“UAPA!” Gelegar pemimpin gerombolan dengan mata melotot marah serta mulut yang tidak terkendali hingga beberapa tetes ludah menyembur dari mulutnya yang masih berbau minuman keras.
“Apakah Tuan-Tuan sekalian sedang mencari ini bukan?” Sela Cakiya tiba-tiba lalu
menunjukkan sebilah golok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Risfa
mangatt ka
2022-12-19
0
Trisna Tris
lanjut thor.... gk pakai lama....
2022-07-22
1
Erni Sari
semangat thor
2022-03-02
2