Gerombolan itu disapu rasa keterkejutan dan keheranan yang luar biasa, ketika golok yang dipersiapkan untuk menakuti atau bahkan melukai korbannya justru berpindah tangan ke tangan korban mereka secara misterius. Terlebih lagi pemuda itu, yang seharusnya menjadi mangsa mereka tidak menunjukkan rasa takut saar diintimidasi gerombolan itu. Pemuda itu justru begitu santai serta sesekali tersenyum mengamati tingkah laku mereka.
“Ba…bagaimana bisa golok itu bisa berada di tangan bocah itu.” Komentar salah satu anggota gerombolan itu dengan kaget.
“Hei kembalikan golok milikku!” Bentak pemimpin gerombolan itu. “Sekarang tidak hanya merusak dan mencela tokoh masyarakat di sini, tapi kau sudah berani mencuri senjata. Kau tahu, di kota ini hukuman bagi pencuri barang-barang seperti itu adalah hukuman gantung di alun-alun.” Ancamnya dengan melotot marah.
“Hajar saja dia Kakang!” Timpal salah satu anak buahnya.
“Patahkan saja kakinya supaya tidak sembarangan menabrak orang.” Sahut laki-laki yang tadi menabrak Cakiya di alun-alun. Laki-laki itu secara tidak sengaja sudah menunjukkan jati diri yang sebenarnya dengan begitu mudahnya berbaur di tengah-tengah gerombolan itu tanpa rasa canggung sedikit pun.
“Benar, patahkan saja kedua kakinya hehehehe.” Sahut salah satu anggota gerombolan itu.
“Maaf, Tuan-Tuan, Anda semua sepertinya salah memilih mangsa. ” Cakiya memutar-mutar goloknya dengan santai sambil terkekeh-kekeh. “Ada pepetah lama dari tempat kelahiran saya bahwa seekor ulat buah jangan sesekali menantang ayam.”
“Jadi kau anggap kami ulat buah….kurang ajar!” Umpat salah satu gerombolan.
Cakiya hanya mengangguk pelan sambil menatap gerombolan itu dengan tatapan tenang tanpa beban sekalipun dikepung oleh lusinan orang berwajah sangar dan berperawakan menakutkan.
“Meski pun ulatnya banyak dan dipimpin ulat buah yang ukurannya dua atau tiga kali lipat ulat buah yang lain, tetap saja tidak berarti di hadapan seekor ayam.”
Sang pemimpin gerombolan terpancing oleh kalimat yang dilontarkan oleh Cakiya, matanya melotot marah serta tubuh bagian atasnya memerah. Otot-otot di dahi dan lehernya pun bermunculan. Lalu sambil berteriak penuh amarah kepada Cakiya, pemimpin gerombolan itu benar-benar ingin menghajar Cakiya dengan sekuat tenaga. Ia tidak peduli apakah Cakiya hidup atau mati nantinya, baginya amarahnya terlampiaskan itu yang paling penting.
“Bocah kurang ajar!” Raungnya melancarkan kuda-kuda lalu mengeluarkan tendangan dengan cara mengayunkan salah satu kakinya secara menyamping.
“Itu kuda-kuda jurus Tendangan Celeng Geni (tendangan babi hutan api)
milik Kakang!” Seru salah satu anggota gerombolan dengan kagum.
Kuda-kuda dari jurus tendangan itu begitu kuat serta cepat hingga pijakan tempat pemimpin gerombolan menimbulkan bekas berupa ceruk sedalam beberapa sentimeter dengan tanah yang retak-retak. Melihat sang pemimpin melancarkan jurus Tendangan Celeng Geni, Cakiya kemudian membalas dengan gerakan tendangan yang sama persis dengan jurus yang ditujukan kepadanya. Bahkan Gerakan tendangan Cakiya terlihat jauh lebih luwas jika dibandingkan dengan sang pemimpin gerombolan.
“Ju…jurusnya sama persis dengan jurus milik Kakang.” Komentar salah satu gerombolan itu yang menyadari bahwa Cakiya rupanya juga menguasai jurus yang sama dengan pemimpinnya.
Kedua jurus tendangan yang dilancarkan Cakiya dan pemimpin gerombolan itu saling beradu di tanah dan kemudian menyebabkan suara ledakan keras bercampur dengan hempasan angin panas yang menyengat kulit. Dua jurus dahsyat beradu selain menimbulkan ledakan dan hempasan angin, juga turut membuat kerusakan disekitarnya.
Lantai tempat berpijak Cakiya dan pemimpin gerombolan itu juga turut mengalami kerusakan hingga retak-retak karena efek dari kuda-kuda jurus tendangan celeng geni. Meski demikian, tendangan milik Cakiya lebih kuat hingga sang pemimpin gerombolan itu pun terpental dengan sendi pergelangan kaki yang bergeser dari
tempatnya. Pemimpin gerombolan itu kemudian terpental karena efek tendangan Cakiya lebih kuat dan kemudian jatuh terjengkang dengan punggung dahulu yang menyentuh tanah.
“Kakang!” Seru salah satu anggota gerombolan dengan kaget ketika melihat pimpinan mereka jatuh
terjangkang lalu berguling-guling kesakitan di atas tanah.
“Kurang ajar!” Maki salah satu rekannya yang lain tidak terima melihat pemimpin mereka
kalah dalam adu jurus.
“Serang dia secara bersama-sama.” Usul anggota gerombolan yang lain.
“Benar, sekuat apa pun dia, jika kita serang bersama-sama pasti kalah!” Sahut salah satu rekan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Erni Sari
like datang
2022-03-02
3
Ghiie-nae
salam dari jodohku Cinta Pertamaku 🙏
2022-02-28
0
Maret
sukaa
2022-01-18
0