18. Tombak Kyai Pralananta

Puluhan prajurit pamong itu tiba dengan wajah garang, namun saat melihat sosok Mahisa yang berpakaian ksatria dengan simbol kepala harimau serta matahari  serta dikawal oleh empat orang wiracaya, mereka mendadak menjadi ramah. Simbol harimau dan matahari merupakan simbol bangsawan kelas atas dari Ibu Kota Kerajaan.

“Ah…Tu,Tuan.” Sapa pimpinan pasukan pamong kepada Mahisa. “Nama saya Notokusno pimpinan pasukan pamong dari gerbang Timur. Begitu melihat kembang api kemuning kami segera ke tempat ini untuk menyelidiki apa yang terjadi.”

Kepala pasukan pamong benar-benar tergugup-gugup ketika bertemu dengan Mahisa, yang mengenakan seragam khas kaum ksatria dari Ibu Kota. Belum lagi dengan fisik Mahisa yang berbeda jika dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya. Tubuh Mahisa begitu jangkung, wajahnya begitu tampan dengan hidung mancung seperti paruh burung elang serta sepasang mata hijau bagaikan permata zamrud. Baru pertama kali dalam hidupnya pimpinan pasukan pamong itu melihat orang dengan fisik yang demikian mengenakan pakaian khusus dari kaum ksatria sehingga Ia merasa canggung ketika bertemu dengan Mahisa.

Mahisa sendiri membalas sapaan pimpinan pasukan pamong itu dengan senyuman ramah, dan kemudian menundukkan kepala dengan posisi tubuh sedikit membungkuk. Hampir semua pasukan pamong yang berada di tempat itu begitu terkejut ketika melihat Mahisa menunduk dengan sopan kepada pasukan pamong seperti

mereka. Adab seorang ksatria umumnya tidak menyapa dahulu atau menundukkan kepala serta memberi salam dengan bahasa yang sopan serta tutur kata halus kepada prajurit rendahan seperti mereka. Namun, apa yang dilakukan Mahisa berlawanan dengan adab kaum ksatria pada umumnya. Melihat Mahisa yang begitu santun dan sopan membuat pasukan pamong semakin sungkan serta hormat pada Mahisa. Hati mereka tergerak ketika melihat sosok bangsawan rendah hati seperti itu.

“Namaku Mahisa Sabrang Kawanda, pengikut Tuan Yasodana dari Ibu Kota Kerajaan. Karena suatu alasan Tuan Yasodana kemudian mengutus kami di kota Lamunarta selama beberapa hari ini. Saat kami sedang melaksakan tugas, kami segera mengikuti tanda dari kembang api kemuning diledakkan oleh seseorang. Belakangan kami semua baru mengetahui jika kembang api kemuning rupanya dibunyikan Raden Wardhana.”

Para prajurit pamong itu mengangguk canggung ketika Mahisa memperkenalkan dirinya. “Baik Tuan, jika ada yang bisa kami bantu di sini, mohon jangan sungkan pada kami semua.” Sambut pimpinan pasukan pamong tersebut.

Mahisa kemudian memberikan perintah kepada para wiracaya pengikutnya dan para prajurit pamong untuk mencari senjata pusaka atau pun barang berharga yang dibawa orang-orang yang sudah tidak berdaya atau tidak sadarkan diri di tempat itu. Mereka lalu mengumpulkan semua senjata serta barang berharga di atas meja kayu rumah makan itu. Ketika mereka semua tengah mengumpulkan benda-benda tersebut, Mahisa lalu memberi perintah tambahan.

“Cari tombak milik Baruna itu.” Perintah Mahisa kepada wiracaya bertopeng kepala burung hantu tersebut."Sepertinya tombak itu merupakan salah satu wujud dari kemampuan Keris Rudra Arutala untuk berubah bentuk menjadi senjata lain."

Dibantu dua orang prajurit pamong, wiracaya bertopeng burung hantu tersebut mencari tombak milik Baruna. Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan tombak tersebut. Kemudian Mahisa memerintahkan Gagak Kanaka dan juga wiracaya bertopeng burung elang memncari tombak milik Baruna tersebut, meski hasilnya tetap saja nihil. Para prajurit pamong yang sudah selesai mengumpulkan barang-barang berharga yang lain menwarkan diri untuk membantu para wiracaya mencari tombak berwarna puih milik Baruna. Akan tetapi, keberadaan  tombak itu tidak ditemukan dimanapun bagaikan menghilang ditelan bumi.

“Tombaknya hilang.” Lapor wiracaya yang mengenakan topeng kepala burung elang.

“Apa!?” Mahisa tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya begitu mengetahui tombak pusaka yang merupakan perubahan dari keris pusaka Rudra Arutala itu hilang.

“Kami sudah berusaha mencari di manapun, tetapi tidak dapat menemukannya.”  Tambah Notokusno.

Mahisa hanya mengangguk muram, Ia seolah-olah sudah memahami apa yang terjadi. Rencananya Mahisa akan menyerahkan tombak putih tersebut kepada junjungan yang mengangkatnya menjasi seorang ksatria, Yasodana. Sayangnya, nasib baik kembali tidak berpihak pada Mahisa. Tombak itu mendadak hilang saat Mahisa dan

anak buahnya akan mencari senjata pusaka tersebut. Dengan leher terasa setengah tercekat karena disapu rasa kekecewaan, Ia berusaha memberi semangat kepada anak buahnya maupun para prajurit pamong.

“Delapan pusaka memang bukan pusaka sembarangan yang dapat direbut sedemikian mudah.” Kata Mahisa sambil mengangkat tombak Pralananta lalu mengagumi setiap detai ketajaman bilah mata tombak milik Ranggaseta itu. “Gada Arutala akan bertambah berat serta membakar siapa pun yang memaksanya menjadi pemiliknya. Kemungkinan pusaka milik Baruna ini juga memiliki strategi perlawanan agar tidak dimiliki oleh orang-orang yang dianggapnya tidak layak.”

“Lalu apa yang akan kita lakukan.” Tanya wiracaya bertopeng  kepala burung hantu.

“Soal Baruna itu, kita selesaikan secepat mungkin. Serahkan Baruna dan pendekar muda itu pada orang-orang Lamunarta. Aku juga ingin melihat apakah keris Rudra Arutala akan mencari majikan baru lagi setelah kematian Baruna. Pendekar muda itu sebaiknya juga dihukum mati, kudengar, Ia mencuri senjata dan berbuat keonaran di sekitar wilayah alun-alun. Kita harus memfokuskan diri pada misi utama kita.”

“Baik Tuan.” Jawab wiracaya bertopeng kepala burung hantu itu.

“Jika Tuan-Tuan prajurit sekalian tidak keberatan bagaimana jika dua ini kami

serahkan kepada Anda sekalian.” Mahisa lalu menunjuk Baruna serta Cakiya

yang  tidak sadarkan diri.

“”Baik Tuan Mahisa.” Jawab Notokusno.

“Bawa juga seorang ksatria serta dua orang jawara ini.” Mahisa menunjuk ksatria serta dua orang jawara yang pingsan dalam pertarungan melawan Baruna.

“Baik Tuan.”

“Selain itu, apakah anda  sekalian tidak keberatan untuk berjaga-jaga luar tempat ini?”

Para prajurit pamong mengangguk disusul dengan jawaban menyetujui usul dari Mahisa tersebut. Mereka pun segera mengamankan Baruna serta Cakiya, lalu membawa dua orang pendekar itu pergi dari rumah makan itu. Selain itu seorang ksatria serta dua orang jawara pengikutnya yang sebelumnya berduel melawan Baruna juga diangkut oleh para prajurit pamong.

Namun, ketika para prajurit pamong berniat membawa para jawara anak buah Wardhana serta Ranggaseta ke luar dari rumah makan itu, Mahisa melarangnya. Mahisa melarang  dengan alasan akan meminta keterangan dari para jawara itu. Para prajurit pamong pun tidak membantah perintah Mahisa selain karena sungkan bahwa Mahisa begitu sopan juga tidak ingin mendapat masalah jika berani membantah orang-orang dari Ibu Kota Kerajaan. Para pejabat Ibu Kota Kerajaan dikenal memiliki berbagai kemampuan bela diri yang hebat serta koneksi luas di kalangan para pejabat, sehingga keberadaan para pejabat dari Ibu Kota begitu disegani dan ditakuti oleh orang-orang dari luar daerah Ibu Kota.

Setelah seluruh prajurit pamong itu berada di luar, Mahisa lalu memerintahkan wiracaya yang mengenakan topeng kepala burung hantu dan kepala burung elang untuk membuat formasi di empat sisi ruangan. Para wiracaya itu kemudian mengangguk bersamaan, lalu berdiri di masing-masing sisi ruangan sambil menggumamkan mantra dalam bahasa yang sulit dipahami selama beberapa saat. Tempat itu yang pada awalnya cukup bising karena suara-suara dari orang-orang yang berkumpul di luar rumah makan itu, mendadak menjadi sunyi senyap. Udara di tempat itu yang awalnya begitu menyesakkan serta bau darah anyir mendadak tergantikan oleh aroma harum bunga-bunga yang menusuk. Mengetahui suasana tempat itu berubah drastis, Mahisa mengangguk puas dengan hasil kerja keempat anak buahnya tersebut,  Usai merapal jurus tersebut, para wiracaya meninggalkan formasi lalu bergabung bersama Mahisa sambil mengawasi sekeliling mereka jika ada seseorang tidak diundang yang berhasil menembus ajian pelindung yang mereka buat.

“Sekarang tidak ada yang bisa menguping pembicaraan kita. Bahkan jika prajurit pamong mencuri lihat, yang mereka lihat hanya ilusi.” Lapor wiracaya bertopeng kepala burung elang kepada Cakiya.

“Bagus Garuda Cemani. “Formasi ajian Tarian Catur Kamboja kalian semakin lama semakin baik. Rapalan mantra kalian semakin efisien dan cepat. Konsentrasi untuk mengendalikan energi juga semakin efisien.” Puji Mahisa.

“Terima Kasih” Garuda Cemani mengangguk mantab.

“Gara-gara kembang api kemuning itu kita kehilangan jejak.” Keluh wiracaya bertopeng kepala burung hantu sambil memeriksa senjata sitaan dan barang-barang berharga milik para jawara.

“Tidak usah sedih Arcaya Jingga. Mereka masih tidak jauh dari tempat ini.” Hibur Mahisa. “Hanya soal waktu sebelum kita bisa berhasil menangkap mereka bertiga.”

“Apa ada yang aneh dari barang-barang itu?” Tanya Garuda Cemani.

Arcaya hanya menggeleng sambil menggeram jengkel. “Hanya senjata-senjata sampah dan barang-barang receh dari logam mulia. Selebihnya tidak ada yang lain.”

“Begitu.” Gumam Garuda Cemani meski ada nada kekecawaan terdengar dari suaranya. “Hanya

senjata tombak Kyai Pralananta saja yang bisa kita dapat.”

“Tidak untungnya kita meladeni kembang api kemuning itu, toh juga akhirnya kita mengalami kerugian. Lihat racun bius yang dihamburkan Gagak Kanaka itu. Belum lagi dengan tenaga kita yang terkuras untuk membuat formasi Tarian Catur Kamboja itu. Yang kita dapat hanya puluhan bilah senjata yang cukup sulit dijual dan juga puluhan jawara tidak berdaya ini.” Keluh Arcaya.

“Kupikir kita mendapat untung dari keberadaan kita di tempat ini.” Bantah Gagak Kanaka. “Lihat, kita mendapat senjata pusaka Kyai Pralananta. Itu senjata pusaka kelas atas dimana hanya satu tingkat di bawah delapan pusaka suci. Senjata ini sudah beberapa generasi menjadi rebutan aliran hitam dan putih hingga kemudian dimiliki oleh Ranggaseta. Kalau kaujual senjata itu, kau bisa menjadi tuan tanah selama beberapa generasi.” Kekeh Gagak Kanaka.

Arcaya mundur beberapa langkah serta menunjukkan gestur ketakutan saat melihat tombak Kyai Pralananta yang digenggam oleh Mahisa tersebut.

“Jangan dekatkan benda itu padaku.” Ujar Arcaya gugup.

“Ada apa denganmu?” Kekeh Gagak Kanaka. “Tidak biasanya takut pada senjata atau benda mati.”

“Bodoh.” Maki Arcaya. “Kau tidak tahu senjata itu selalu membawa petaka banjir darah serta membawa sial bagi siapa pun pemiliknya. Senjata itu sudah malang melintang dalam beberapa perang besar, entah kenapa bisa dimiliki orang seperti Ranggaseta. Buang saja senjata itu di laut atau jurang.”

“”Wah kupikir kau tidak percaya tahayul.” Ejek Gagak Kanaka.

“Terserah.” Arcaya terlihat jengkel.

“Sudah jangan bertengkar.” Sela Garuda Cemani. “Bagaimana jika kita siapkan perbekalan selanjutnya untuk memburu mereka saja. Kita berangkat sebelum gelap, bagaimana Raden Mahisa?”

Mahisa berdecak sambil menghela nafas panjang lalu menjawab Garuda Camani. “Sudah kubilang jika tidak ada orang asing di sekitar kira, panggil nama panggilanku saja. Agak aneh kalau kalian semua menyebutku Tuan, Raden, Gusti atau panggilan-panggilan ala bangsawan itu atau semacamnya. Gelar itu hanya kesepakatan, yang terpenting adalah hasil kita dalam bekerja. Bekerja mengabdi kepada Tuan Yasodana.”

“Baik Ra…ah maksud saya Mahisa.” Jawab Garuda Cemani canggung.

“Lalu bagaimana dengan para jawara dan si Ranggaseta itu?” Tanya Gagak Kanaka.

“Bunuh mereka semua, termasuk si Ranggaseta itu. Kudengar mereka semua bertemu dengannya sebelum berduel melawan Baruna. Kita harus melenyapkan saksi-saksi yang tidak perlu tentang keberadaan orang-orang itu . Bakar juga tempat makan ini.” Wajah Mahisa menjadi sedinging es ketika menuding seorang ksatria dan dua orang jawara. “Untuk pendekar dan ksatria yang sudah tidak berdaya itu, pindahkan mereka ke tempat aman. Selain itu sebarkan berita  jika para jawara itu tewas akibat ulah Baruna. ”

“Lalu bagaimana dengan barang berharga mereka?” Tanya Gagak Kanaka sekali lagi.

“Tinggalkan saja barang-barang itu. Biar orang-orang sekitar yang mengurusnya. Kita

berangkat sebelum gelap.” Perintah Mahisa.

“A…apa benar senjata Kyai Pralananta itu akan Anda bawa?” Tanya Arcaya dengan nada suara khawatir bercampur ketakutan ketika menyadari jika Mahisa dari tadi tidak melepaskan tombak Kyai Pralananta dari genggamannya.

“Tidak usah khawatir dengan tahayul sahabatku. Mungkin pemilik-pemilik sebelumnya memiliki banyak kekurangan saat memiliki senjata ini, sehingga Kyai Pralananta memiliki reputasi yang sedemikian buruk. Tidak ada salahnya jika reputasi senjata pusaka ini akan kuperbaiki di tanganku.” Jawab Mahisa dengan senyum puas menimang-nimang tombak Kyai Pralananta.

Terpopuler

Comments

Sis Fauzi

Sis Fauzi

mau juga dong tombak pralanantanya

2022-03-01

2

Maret

Maret

fenomenal

2022-01-18

0

Alfin Thofar

Alfin Thofar

ada typo

2022-01-17

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 1. Delapan Pusaka
3 2. Ganti Rugi
4 3. Tendangan Melawan Tendangan
5 4. Celeng Geni
6 5. Anak Bupati
7 6. Murid Durhaka
8 7. Ranggaseta si Tombak Darah
9 8. Keris Tanpa Bilah
10 9. Kembang Api
11 10. Dendam Para Pengkhianat
12 11. Menggiring Cakiya
13 12. Lolos dari Belenggu
14 13. Cakiya Bertemu Baruna
15 14. Menirukan Jurus Lawan
16 15. Racun
17 16. Ksatria Bermata Zamrud
18 17. Junjungan yang Rendah Hati
19 18. Tombak Kyai Pralananta
20 19. Hukuman
21 20. Panggil Namaku
22 21. Akibat Perbuatan di Masa Lalu
23 22. Raung Ledakan
24 23. Perguruan Harimau Matahari
25 24. Amarah Dua Pendekar
26 25. Naga Sungai Melayang di Kolam Arwah
27 26. Tongkat yang Bernyanyi
28 27. Tangis Setelah Nyanyian
29 28. Para Harimau Terlelap.
30 29. Tujuan
31 30. Cara Bertahan Hidup
32 31. Senjata Misterius
33 32. Kutukan Kolam Darah
34 33. Wujud Asli
35 34. Hutan Pedang
36 35. Keris Garudayana
37 36. Pedang Garudayana
38 37. Ajian Ringin Rusa
39 38. Serangga Menghampiri Api
40 39. Langkah Sunyi Bangau Putih
41 40. Pohon Bodhi
42 41. Burung Hantu dan Ajian Lebur Saketi
43 42. Tenunan Jaring Laba-laba
44 43. Mata Harimau
45 44. Nafas Naga
46 45. Sengat Lebah
47 46. Kupu-Kupu Lincah
48 47. Bukan Singa atau Harimau
49 48. Serigala Angin
50 49. Kalah Karena Ikan.
51 50. Gajah dan Babi Hutan
52 51. Mulut Manis Kerbau Pemarah
53 52. Elang, Bangau, Gagak & Burung Hantu
54 53. Perang Dua Puluh Satu Hari
55 54. Satu-satunya yang Tersisa
56 55. Perisai Pelindung
57 56. Perdikan
58 57. Dua Senjata Pusaka Suci
59 58. Keputusan Nawaruni
60 59. Wadilaka
61 60. Obrolan Sebelum Tidur
62 61. Daun Tertiup Angin
63 62. Judi Sabung Ayam
64 63. Golongan Hitam dan Putih
65 64. Pemimpin Golongan Hitam
66 65. Juru Antar
67 66. Para Penunggang
68 67. Raden Tumenggung Aji Angsana
69 68. Lima Ratus Keping Emas
70 69. Ajian dan Pusaka
71 70. Debu dan Asap
72 71. Lari
73 72. Di Balik Batu
74 73. Tongkat Bulan Menggebuk Macan
75 74. Para Harimau Terperangkap Siasat
76 75. Nafas Bara Api Harimau Matahari
77 76. Keahlian Cakiya
78 77. Nafas Api Emas Harimau Matahari
79 78. Neraka dan Gunung Harimau
80 79. Harimau Memuntahkan Bola-Bola Api
81 80. Srigunting Putih Mematuk Harimau
82 81. Lima Matahari Emas
83 82. Menggebuk Delapan Harimau
84 83. Auman Harimau Mengoyak Bayangan
85 84. Auman Perang Harimau Matahari
86 85. Serigala Angin dan Harimau Matahari
87 86. Satu Wiracaya dan Tiga Pendekar
88 87. Akar Baja Mencambuk Harimau
89 88. Jejak Langkah
90 89. Kesepakatan dan Aroma Jiwa
91 90. Tapak Sisik Besi Ular Hitam
92 91. Pemburu yang Diburu
93 92. Langkah Seribu Para Harimau
94 93. Basikan
95 94. Ajian Setri Durbiksa
96 95. Baruna dan Nawaruni
97 96. Bangsawan Kota Raja di Basikan
98 97. Kunjungan Misterius
99 98. Sura Kenanga
100 99. Kaum Lentera Pengetahuan
101 100. Keadilan Bagi Hansa
102 101. Hansa Wismawa dan Sekar Lembayung
103 102. Dari Mata Si Hujan Berkat
104 103.Tuduhan Membuat Kekacauan
105 104. Para Saksi yang Meragukan
106 105. Menuju Penjara
107 106. Mencari Hansa
108 107. Bersama Kyai Langgamsurta dan Sekar Lembayung
109 108. Pesta
110 109. Menyiapkan Drama Persidangan
111 110. Sidang Kedua Hansa Wismawa
112 111. Mata Angsa yang Bercahaya
113 112.Keris Kyai Dasa Windraya
114 113. Trisula Kyai Arnawa
115 114. Pedang Ganda dan Tombak Putih
116 115. Naga Awan dan Tombak Biru Laut
117 116. Nawaruni Sokyawiya
118 117. Unggas Melawan Naga Laut
119 118. Pembangkangan Dyaraksa
120 119. Demi Keluarga
121 120. Badai Api
122 121. Mulut Penuh Tanah
123 122. Rapat Gelap
124 123. Air Mata Hansa Wismawa
125 124. Di Sekitar Gapura
126 125. Sembilan Orang
127 126. Gajah Awan Menusukkan Tombak
128 127. Karma Dilyawara
129 128. Dilarang untuk Mati.
130 129. Bayaran
131 130. Tiga Pemabuk
132 131. Burung Pemangsa
133 132. Mahisa Menunggu Perintah
134 133. Seekor Anjing Hitam
135 134. Wanita Penuh Bekas Luka
136 135. Kegelisahan Mahisa
137 136. Enam Harimau Merah
138 137. Enam Singgasana
139 138. Bayangan Bermahkota Duri
140 139. Cermin Berbingkai Emas
141 140. Serpihan Masa Lalu Mahisa
142 141. Dendam Seperti Racun
143 142. Amarah Semakin Pekat
144 143. Pengkhianatan Iblis Bermuka Pucat
145 144. Sore yang Kelam di Lamunarta
146 145. Baratadya dan Jaka Wisa
147 146. Kehebatan Nenek Nuryi dan Ki Atwani
148 147. Kematian Adiwardhana
149 148. Dua Ular Raksasa
150 149. Amarah Widyata
151 150. Menyelaraskan Jiwa
152 151. Keputusan Widyata
153 152. Api Unggun Biru
154 153. Tinju Berhias Api Biru
155 154. Melompat dan Menjatuhkan Diri
156 155. Beradu Jurus Pukulan Celeng Geni Menghantam Bara Api
157 156. Suku Raksasa Paruh Hitam
158 157. Zirah Sisik dan Pedang Batu
159 158. Si Tapak Kucing
160 159. Taring dan Cakar Suku Raksasa Paruh Hitam
161 160. Tumbal Marga Sokyawiya
162 161. Menghilangnya Cakiya
163 162. Sayap-Sayap Patah
164 163. Simbol Ular Perak
165 164. Anak Panah Misterius
166 165. Martir Pembawa Pesan
167 166. Jaganastra dan Alap-alap Biru
168 167. Cerita Enam Suku
169 168. Si Kembar dan Aji Angsana
170 169. Kematian Aji Angsana
171 170. Salyaraka dan Sedyaraka dari Perguruan Harimau Bulan
172 171. Ajian Kijang Apuran dan Senjata dari Embun Beku.
173 172. Darah Pendekar Haus Darah
174 173. Obrolan Dua Pendekar dari Dua Zaman
175 174. Perubahan Zaman yang Mengejutkan
176 175. Kemampuan Berbahaya Cakiya
177 176. Ajian Dawala Tiwikrama
178 177. Kekuatan Dua Raksasa Putih
179 178. Raksasa Putih Melawan Bocah Rambut Merah
180 179. Taktik Cakiya Melumpuhkan Sedyaraka
181 180. Akhir Pertarungan Melawan Si Kembar
182 181. Langit-langit Kayu
183 182. Ketua Suku Raksasa Sayap Hitam
184 183. Tandu Langit
185 184. Naga Bumi dan Anak Sulung
186 185. Harimau Bertemu Hiu dan Angsa.
187 186. Cerita Sedih Dyaraksa
188 187. Kejanggalan Kasus Dyaraksa
189 188. Surat-Surat
190 189. Harimau Tombak dan Harimau Pedang Kembar
191 190. Dendam Para Jawara pada Mahisa.
192 191.Busur Silang Tersembunyi.
193 192. Panah dan Amarah
194 193. Awan Karana
195 194. Perubahan Liar dan Harimau Matahari
196 195. Naga Bintang Melawan Harimau Matahari
197 196. Taktik Dyaraksa
198 197. Tukang Judi Sabung Ayam Jadi Pejabat
199 198. Mantra dan Bahan Peledak.
200 199. Jurus Rahasia Perguruan Harimau Matahari
201 200. Akhir Pertempuran di Gang Tikus
202 201. Perubahan Liar Senaraksa
203 202. Rumah Seorang Teman.
204 203. Pedagang Rempah-rempah
205 204. Saudara Seperguruan Kyai Langgamsurta
206 205. Tungku Bulus Anawa
207 206. Ayah yang Mencemaskan Anak
208 207. Pedati dan Tong Kayu
209 208. Arak dan Penjaga Gerbang Kota
210 209. Jangkrik Emas
211 210. Makam Raksasa
212 211. Rudra Arutala Sang Serigala
213 212. Aqni Samaja Sang Gajah
214 213. Pertarungan di Ruang Jiwa-Jiwa
215 214. Suara di Dalam Benak
216 215. Api Perak
217 216. Mimpi Buruk Cakiya.
218 217. Kisah Ksatria dan Si Anak Sulung
219 218. Pusaka Singa Kencana Arkananta
220 219. Pangeran dari Marga Simachandra
221 220. Bangsawan yang Pintar
222 221. Recamadya Anala.
223 222. Wanita dengan Mulut Berbisa.
224 223. Penguasa Harimau
225 224. Serangan Kilat Cakiya.
226 225. Harimau dan Tiga Perempuan
227 226. Wujud Sejati Pusaka Tira Cempaka
228 227. Kaum Jelata
229 228. Rusuk yang Tertusuk Ranting.
230 229. Wujud Sejati yang Terurai
231 230. Siasat Terakhir Tira Cempaka
232 Pengumuman
233 231. Busur Cincin Ungu
234 232. Baruna dan Recamadya Anala
235 233. Rahasia dari Recamadya Anala
236 234. Perubahan Liar Recamadya Anala
237 235. Pertarungan Dua Serigala
238 236. Dua Serigala Beradu Taring
239 237. Rahasia Bangsa Cakar Perak
240 238. Dua Serigala Mengamati Ayam Jantan
241 239. Keris Adwikara Simachandra
242 240. Menjejak Setengah Kekalahan
243 Pengumuman
244 241. Bayangan Membara dan Cincin Taring Putih.
245 242. Baruna, Sumber Kegelapan di Hati
246 243. Dua Harimau dan Ayam Berbulu Merah
247 244. Ujian Pewaris Pusaka
248 245. Lebih Seperti Budak dan Majikan
249 246. Menghalau Serangan dengan Satu Lengan
250 247. Ular dan Bangau Mematuk Dua Ekor Harimau
251 248. Telapak Ular Hitam Bersisik Api Perak.
252 249. Jurus Terlarang Harimau Bulan
253 250. Api Beku
254 251. Matinya Pewaris Adwikara Simachandra
255 252. Hembusan Obat dan Rempah
256 253. Kegelisahan dari Orang Asing
257 254. Taring Beku Pusaka Simachandra
Episodes

Updated 257 Episodes

1
Prolog
2
1. Delapan Pusaka
3
2. Ganti Rugi
4
3. Tendangan Melawan Tendangan
5
4. Celeng Geni
6
5. Anak Bupati
7
6. Murid Durhaka
8
7. Ranggaseta si Tombak Darah
9
8. Keris Tanpa Bilah
10
9. Kembang Api
11
10. Dendam Para Pengkhianat
12
11. Menggiring Cakiya
13
12. Lolos dari Belenggu
14
13. Cakiya Bertemu Baruna
15
14. Menirukan Jurus Lawan
16
15. Racun
17
16. Ksatria Bermata Zamrud
18
17. Junjungan yang Rendah Hati
19
18. Tombak Kyai Pralananta
20
19. Hukuman
21
20. Panggil Namaku
22
21. Akibat Perbuatan di Masa Lalu
23
22. Raung Ledakan
24
23. Perguruan Harimau Matahari
25
24. Amarah Dua Pendekar
26
25. Naga Sungai Melayang di Kolam Arwah
27
26. Tongkat yang Bernyanyi
28
27. Tangis Setelah Nyanyian
29
28. Para Harimau Terlelap.
30
29. Tujuan
31
30. Cara Bertahan Hidup
32
31. Senjata Misterius
33
32. Kutukan Kolam Darah
34
33. Wujud Asli
35
34. Hutan Pedang
36
35. Keris Garudayana
37
36. Pedang Garudayana
38
37. Ajian Ringin Rusa
39
38. Serangga Menghampiri Api
40
39. Langkah Sunyi Bangau Putih
41
40. Pohon Bodhi
42
41. Burung Hantu dan Ajian Lebur Saketi
43
42. Tenunan Jaring Laba-laba
44
43. Mata Harimau
45
44. Nafas Naga
46
45. Sengat Lebah
47
46. Kupu-Kupu Lincah
48
47. Bukan Singa atau Harimau
49
48. Serigala Angin
50
49. Kalah Karena Ikan.
51
50. Gajah dan Babi Hutan
52
51. Mulut Manis Kerbau Pemarah
53
52. Elang, Bangau, Gagak & Burung Hantu
54
53. Perang Dua Puluh Satu Hari
55
54. Satu-satunya yang Tersisa
56
55. Perisai Pelindung
57
56. Perdikan
58
57. Dua Senjata Pusaka Suci
59
58. Keputusan Nawaruni
60
59. Wadilaka
61
60. Obrolan Sebelum Tidur
62
61. Daun Tertiup Angin
63
62. Judi Sabung Ayam
64
63. Golongan Hitam dan Putih
65
64. Pemimpin Golongan Hitam
66
65. Juru Antar
67
66. Para Penunggang
68
67. Raden Tumenggung Aji Angsana
69
68. Lima Ratus Keping Emas
70
69. Ajian dan Pusaka
71
70. Debu dan Asap
72
71. Lari
73
72. Di Balik Batu
74
73. Tongkat Bulan Menggebuk Macan
75
74. Para Harimau Terperangkap Siasat
76
75. Nafas Bara Api Harimau Matahari
77
76. Keahlian Cakiya
78
77. Nafas Api Emas Harimau Matahari
79
78. Neraka dan Gunung Harimau
80
79. Harimau Memuntahkan Bola-Bola Api
81
80. Srigunting Putih Mematuk Harimau
82
81. Lima Matahari Emas
83
82. Menggebuk Delapan Harimau
84
83. Auman Harimau Mengoyak Bayangan
85
84. Auman Perang Harimau Matahari
86
85. Serigala Angin dan Harimau Matahari
87
86. Satu Wiracaya dan Tiga Pendekar
88
87. Akar Baja Mencambuk Harimau
89
88. Jejak Langkah
90
89. Kesepakatan dan Aroma Jiwa
91
90. Tapak Sisik Besi Ular Hitam
92
91. Pemburu yang Diburu
93
92. Langkah Seribu Para Harimau
94
93. Basikan
95
94. Ajian Setri Durbiksa
96
95. Baruna dan Nawaruni
97
96. Bangsawan Kota Raja di Basikan
98
97. Kunjungan Misterius
99
98. Sura Kenanga
100
99. Kaum Lentera Pengetahuan
101
100. Keadilan Bagi Hansa
102
101. Hansa Wismawa dan Sekar Lembayung
103
102. Dari Mata Si Hujan Berkat
104
103.Tuduhan Membuat Kekacauan
105
104. Para Saksi yang Meragukan
106
105. Menuju Penjara
107
106. Mencari Hansa
108
107. Bersama Kyai Langgamsurta dan Sekar Lembayung
109
108. Pesta
110
109. Menyiapkan Drama Persidangan
111
110. Sidang Kedua Hansa Wismawa
112
111. Mata Angsa yang Bercahaya
113
112.Keris Kyai Dasa Windraya
114
113. Trisula Kyai Arnawa
115
114. Pedang Ganda dan Tombak Putih
116
115. Naga Awan dan Tombak Biru Laut
117
116. Nawaruni Sokyawiya
118
117. Unggas Melawan Naga Laut
119
118. Pembangkangan Dyaraksa
120
119. Demi Keluarga
121
120. Badai Api
122
121. Mulut Penuh Tanah
123
122. Rapat Gelap
124
123. Air Mata Hansa Wismawa
125
124. Di Sekitar Gapura
126
125. Sembilan Orang
127
126. Gajah Awan Menusukkan Tombak
128
127. Karma Dilyawara
129
128. Dilarang untuk Mati.
130
129. Bayaran
131
130. Tiga Pemabuk
132
131. Burung Pemangsa
133
132. Mahisa Menunggu Perintah
134
133. Seekor Anjing Hitam
135
134. Wanita Penuh Bekas Luka
136
135. Kegelisahan Mahisa
137
136. Enam Harimau Merah
138
137. Enam Singgasana
139
138. Bayangan Bermahkota Duri
140
139. Cermin Berbingkai Emas
141
140. Serpihan Masa Lalu Mahisa
142
141. Dendam Seperti Racun
143
142. Amarah Semakin Pekat
144
143. Pengkhianatan Iblis Bermuka Pucat
145
144. Sore yang Kelam di Lamunarta
146
145. Baratadya dan Jaka Wisa
147
146. Kehebatan Nenek Nuryi dan Ki Atwani
148
147. Kematian Adiwardhana
149
148. Dua Ular Raksasa
150
149. Amarah Widyata
151
150. Menyelaraskan Jiwa
152
151. Keputusan Widyata
153
152. Api Unggun Biru
154
153. Tinju Berhias Api Biru
155
154. Melompat dan Menjatuhkan Diri
156
155. Beradu Jurus Pukulan Celeng Geni Menghantam Bara Api
157
156. Suku Raksasa Paruh Hitam
158
157. Zirah Sisik dan Pedang Batu
159
158. Si Tapak Kucing
160
159. Taring dan Cakar Suku Raksasa Paruh Hitam
161
160. Tumbal Marga Sokyawiya
162
161. Menghilangnya Cakiya
163
162. Sayap-Sayap Patah
164
163. Simbol Ular Perak
165
164. Anak Panah Misterius
166
165. Martir Pembawa Pesan
167
166. Jaganastra dan Alap-alap Biru
168
167. Cerita Enam Suku
169
168. Si Kembar dan Aji Angsana
170
169. Kematian Aji Angsana
171
170. Salyaraka dan Sedyaraka dari Perguruan Harimau Bulan
172
171. Ajian Kijang Apuran dan Senjata dari Embun Beku.
173
172. Darah Pendekar Haus Darah
174
173. Obrolan Dua Pendekar dari Dua Zaman
175
174. Perubahan Zaman yang Mengejutkan
176
175. Kemampuan Berbahaya Cakiya
177
176. Ajian Dawala Tiwikrama
178
177. Kekuatan Dua Raksasa Putih
179
178. Raksasa Putih Melawan Bocah Rambut Merah
180
179. Taktik Cakiya Melumpuhkan Sedyaraka
181
180. Akhir Pertarungan Melawan Si Kembar
182
181. Langit-langit Kayu
183
182. Ketua Suku Raksasa Sayap Hitam
184
183. Tandu Langit
185
184. Naga Bumi dan Anak Sulung
186
185. Harimau Bertemu Hiu dan Angsa.
187
186. Cerita Sedih Dyaraksa
188
187. Kejanggalan Kasus Dyaraksa
189
188. Surat-Surat
190
189. Harimau Tombak dan Harimau Pedang Kembar
191
190. Dendam Para Jawara pada Mahisa.
192
191.Busur Silang Tersembunyi.
193
192. Panah dan Amarah
194
193. Awan Karana
195
194. Perubahan Liar dan Harimau Matahari
196
195. Naga Bintang Melawan Harimau Matahari
197
196. Taktik Dyaraksa
198
197. Tukang Judi Sabung Ayam Jadi Pejabat
199
198. Mantra dan Bahan Peledak.
200
199. Jurus Rahasia Perguruan Harimau Matahari
201
200. Akhir Pertempuran di Gang Tikus
202
201. Perubahan Liar Senaraksa
203
202. Rumah Seorang Teman.
204
203. Pedagang Rempah-rempah
205
204. Saudara Seperguruan Kyai Langgamsurta
206
205. Tungku Bulus Anawa
207
206. Ayah yang Mencemaskan Anak
208
207. Pedati dan Tong Kayu
209
208. Arak dan Penjaga Gerbang Kota
210
209. Jangkrik Emas
211
210. Makam Raksasa
212
211. Rudra Arutala Sang Serigala
213
212. Aqni Samaja Sang Gajah
214
213. Pertarungan di Ruang Jiwa-Jiwa
215
214. Suara di Dalam Benak
216
215. Api Perak
217
216. Mimpi Buruk Cakiya.
218
217. Kisah Ksatria dan Si Anak Sulung
219
218. Pusaka Singa Kencana Arkananta
220
219. Pangeran dari Marga Simachandra
221
220. Bangsawan yang Pintar
222
221. Recamadya Anala.
223
222. Wanita dengan Mulut Berbisa.
224
223. Penguasa Harimau
225
224. Serangan Kilat Cakiya.
226
225. Harimau dan Tiga Perempuan
227
226. Wujud Sejati Pusaka Tira Cempaka
228
227. Kaum Jelata
229
228. Rusuk yang Tertusuk Ranting.
230
229. Wujud Sejati yang Terurai
231
230. Siasat Terakhir Tira Cempaka
232
Pengumuman
233
231. Busur Cincin Ungu
234
232. Baruna dan Recamadya Anala
235
233. Rahasia dari Recamadya Anala
236
234. Perubahan Liar Recamadya Anala
237
235. Pertarungan Dua Serigala
238
236. Dua Serigala Beradu Taring
239
237. Rahasia Bangsa Cakar Perak
240
238. Dua Serigala Mengamati Ayam Jantan
241
239. Keris Adwikara Simachandra
242
240. Menjejak Setengah Kekalahan
243
Pengumuman
244
241. Bayangan Membara dan Cincin Taring Putih.
245
242. Baruna, Sumber Kegelapan di Hati
246
243. Dua Harimau dan Ayam Berbulu Merah
247
244. Ujian Pewaris Pusaka
248
245. Lebih Seperti Budak dan Majikan
249
246. Menghalau Serangan dengan Satu Lengan
250
247. Ular dan Bangau Mematuk Dua Ekor Harimau
251
248. Telapak Ular Hitam Bersisik Api Perak.
252
249. Jurus Terlarang Harimau Bulan
253
250. Api Beku
254
251. Matinya Pewaris Adwikara Simachandra
255
252. Hembusan Obat dan Rempah
256
253. Kegelisahan dari Orang Asing
257
254. Taring Beku Pusaka Simachandra

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!