Baruna kemudian menggenggam tongkatnya dengan satu tangan dan kemudian mengibaskan sebelah lengannya dengan lengan kiri. Hembusan angin mengitari lengan kiri Baruna dan kemudian berpindah menuju ujung tongkat Baruna yang terbuat dari logam. Ujung tongkat Baruna yang terbuat dari logam dihempas oleh angin yang berpusar-pusar dari pusaka keris Rudra Arutala hingga membuat tongkat itu mengeluarkan bunyi panjang bernada tinggi. Seluruh orang ditempat itu mengerutkan wajah ketika tongkat itu mengeluarkan bunyi, sedangkan Ranggaseta secara misterius kehilangan keseimbangan saat tongkat itu mengeluarkan suara. Pandangan Ranggaseta menjadi berputar-putar, sementara keseimbangannya menjadi kacau, kepalanya pun seperti dicengkram oleh lengan raksasa tidak kasat mata hingga membuat kesadarannya kacau.
“Bedebah…sihir macam apa ini!?” Umpat Ranggaseta.
“Ini bukan sihir Kakang. Saat aku berada dalam pelarian, aku memperoleh informasi jika suara dengan nada tertentu ternyata dapat mempengaruhi manusia dan juga binatang. Sebelumnya aku sengaja memukulkan tongkatku berkali-kali agar bunyinya dapat menjangkau pendengaranmu beberapa kali dengan tujuan merusak keseimbanganmu. Lalu ditambah suara dari tongkat yang dibantu angin yang dihembuskan Rudra Arutala membuat beberapa indramu kacau dan kesadaranmu menurun. ”
Ranggaseta kemudian menyadari bahwa selama ini serangan Baruna ternyata mempunyai tujuan lain. Baruna rupanya berniat mengacaukan beberapa indra Ranggaseta dan membuatnya pingsan melalui rangkaian serangan yang menurut Ranggaseta lemah dan dapat diatasinya dengan mudah. Kesadaran Ranggaseta yang menurun serta panca indranya yang dikacaukan Baruna membuatnya secara insting bergerak menjauh untuk menjaga jarak. Ia melompat mundur dengan bersandar pada tiang bambu. Dengan lengan gemetar serta nafas memburu penuh amarah yang sangat menggelegak, Ranggaseta mati-matian mempertahankan kesadarannya. Meski demikian tekad Ranggaseta untuk mengalahkan Baruna tidak surut hanya karena nyaris pingsan atau panca indranya menjadi kacau akibat serangan gelombang suara yang dilancarkan Baruna. Dengan menggeram murka, Ranggaseta justru sekuat tenaga mematahkan jari kelingking sebelah kiri serta menggigit bibirnya hingga berdarah agar kesadarannya kembali. Apa yang dilakukan Ranggaseta berhasil membuat kesadaran Ranggaseta kembali, tetapi pandangannya masih berputar-putar serta tubuhnya merasa bagaikan di atas kapal terombang-ambing di tengah badai.
Melihat apa yang dilakukan Ranggaseta, Baruna tertegun melihat keteguhan serta niatnya untuk tetap memenangkan pertarungan tersebut. Akan tetapi, Baruna tidak memiliki waktu untuk mengagumi tekad lawannya, dirinya harus bersiap-siap menanti serangan balasan dari Ranggaseta yang justru terlihat makin mengganas
seperti hewan buas yang tersudut. Ranggaseta terlihat menatap Baruna sambil mengambil kuda-kuda sambil menggumamkan bisikan lirih namun penuh emosional. Baruna mengenali apa yang dilakukan Ranggaseta adalah membaca mantra khusus sebelum melakukan jurus pamungkas dari aliran Harimau Bulan.
“Jurus Harimau Bulan Mengoyak Langit!” Raung Ranggaseta sambil bersiap melemparkan tombak Kyai Pralananta sekuat tenaga.
Namun, karena masih terpengaruh oleh serangan gelombang suara yang dihasilkan oleh senjata tongkat Baruna, Gerakan Ranggaseta menjadi lebih lamban dari pada sebelumnya. Di saat Ranggaseta akan melemparkan tombak Kyai Pralananta, Baruna bergerak mendekat dengan cara memutari Ranggaseta lalu dengan cekatan menyodok bahu Ranggaseta saat melempar tombak sehingga sudut serangannya bergeser beberapa derajat. Dengan memanfaatkan tempo serangan Ranggaseta, Baruna tidak hanya menghindari serangan lemparan tombak Kyai Pralananta dari Ranggaseta, tetapi juga merubah jalur jurus lemparan tombak Ranggaseta hingga tombak Kyai Pralananta bergerak melenceng lalu melesat menuju anak buah Wardhana yang mengamati pertarungan antara Baruna melawan Ranggaseta.
Tombak yang dilempar Ranggaseta bergerak dengan kecepatan luar biasa membentuk jalur yang berputar mengitari tempat itu. Kemampuan tombak pusaka Kyai Pralananta milik Ranggaseta adalah jika dilempar dengan kecepatan tinggi sambil membaca mantra khusus, senjata itu melesat cukup jauh dengan jalur melingkar serta menembus apapun yang sanggup dilewatinya. Karena jalur serangannya berubah, tombak Kyai Pralananta melesat tidak terkendali menyasar orang-orang yang berada di tempat itu secara acak. Beberapa anak buah Wardhana pun tertembus senjata tombak Kyai Pralananta yang melesat begitu cepatnya hingga para jawara itu tidak menyadari jika sebuah senjata mengoyak tubuh mereka. Para jawara itu pun meregang nyawa dengan cepat tanpa sempat merasakan sakit karena kehebatan daya rusak dari tombak Kyai Pralananta. Wardana sendiri tidak luput dari serangan tombak milik Ranggaseta tersebut, sebab setelah menembus tubuh beberapa anak buah Wardana, kecepatan tombak itu melambat dan kemudian menancap di paha kiri Wardhana. Jeritan kesakitan Wardhana membelah udara ketika tombak pusaka Ranggaseta menembus pahanya. Anak Bupati itu pun menangis histeris sambil berteriak-teriak melontarkan umpatan paling kasar yang pernah dipelajarinya.
Ranggaseta kemudian mengetahui jika serangannya telah salah mengenai sasaran, namun belum sempat Ia bereaksi, Baruna sudah melancarkan serangan kibasan tongkat tepat di bawah telinga kanannya. Ranggaseta pun ambruk dengan sedemikian cepat dengan posisi tertelungkup. Peristiwa tombak Kyai Pralananta yang melesat mengenai Wardhana dan anak buahnya serta Ranggaseta yang ambruk oleh jurus milik Baruna, terjadi begitu cepat di mata orang-orang yang berada di tempat itu hingga membuat mereka semua bingung. Bahkan, mereka semua tidak bereaksi apa pun ketika Baruna dengan kecepatan gerak yang luar biasa kemudian melanjutkan serangannya dengan menyasar lengan Ranggaseta. Tongkat Baruna melesat bagaikan kilatan halilintar menyambar bertubi-tubi menghancurkan tulang pergelangan tangan serta jari Ranggaseta dengan kecepatan luar biasa. Barulah ketika darah membasahi rumah makan serta tangisan kesakitan Wardhana memenuhi tempat itu selama beberapa detik,para jawara anak buah Wardhana kemudian menyadari apa yang terjadi.
“APA YANG KAULAKUKAN!?” Teriak jawara salah satu anak buah Wardhana ketika melihat majikannya berteriak kesakitan dan kedua lengan Ranggaseta diremukkan oleh Baruna.
“Kalau majikanmu yang terluka, itu salah dia sendiri berada pada tempat dan waktu yang salah. Sedangkan untuk kakang seperguruanku, Aku memang sengaja melumpuhkan kedua lengannya agar Ranggaseta tidak lagi menggunakan bela diri aliran Harimau Bulan untuk menyakiti dan membunuh orang. ” Jawab Baruna pelan. “Tangannya sudah menghitam dan terlalu anyir bau darah karena terlalu banyak membunuh. Entah berapa nyawa yang sudah dilenyapkan oleh Ranggaseta.”
Kata-kata Baruna tidak dapat didengar oleh para jawara itu dengan jelas karena teriakan Wardhana yang semakin
menjadi-jadi para jawara anak buahnya segera mencabut tombak Kyai Pralananta yang menancap di paha kirinya. Dengan wajah pucat serta nafas yang terengah-engah, anak Bupati itu akhirnya dapat mencabut tombak tersebut. Para jawara kemudian mengikat pahanya agar pendarahannya tidak semakin parah, serta mengoleskan ramuan obat darurat yang dibawa para jawara jika sewaktu-waktu mereka mengalami luka.
“Mari Raden kita tinggalkan tempat ini, biar kami semua yang mengurus semuanya.” Usul salah satu jawara yang langsung disetujui oleh Wardhana dengan erangan kesakitan dan anggukan pelan.
“Awas kau!” Maki Wardhana terpincang-pincang sambil dipapah anak buahnya meninggalkan tempat itu.
Sambil berteriak-teriak kesakitan serta mengumbar tidak terhitung umpatan yang ditujukan kepada Baruna dan Ranggaseta, keberadaan Wardhana kemudian menghilang dari tempat itu, lalu beberapa saat kemudian terdengar suara ringkikan kuda. Rupanya Wardhana meninggalkan tempat itu dengan mengendarai kuda yang sebelumnya ditambatkan tidak jauh dari rumah makan.
Kali ini, di tempat itu, hanya tersisa para jawara bersama Baruna yang saling menatap tajam menunggu inisiatif masing-masing pihak. Mereka saling menatap dengan penuh kewaspadaan untuk beberapa saat, hingga suara keras ledakan membuyarkan konsentrasi mereka semua yang berada di rumah makan itu. Begitu pula dengan pemiliki warung makan yang kemudian beteriak-teriak kaget serta ketakutan dari balik dapur saat mendengar suara ledakan tersebut. Ledakan yang sangat kencang tersebut terjadi tidak jauh dari rumah makan dan terjadi sebanyak dua kali. Ledakan pertama terjadi terasa begitu dekat dengan Baruna serta para jawara yang berada di tempat itu. Sementara ledakan kedua terdengar seperti jauh di atas langit disertai dengan kilatan cahaya berwarna merah serta kuning terang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Ayi Sudrajat
penjahat tdk di bunuh...kurang sadis Thor...!?
2021-11-11
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
ledakan apa itu?
2021-10-14
4
Yukity
mampir Thor...
mampir juga di novelku ya..
GADIS TIGA KARAKTER
2021-08-12
2