Mereka semua adalah pengikut dari Wardhana yang berjaga di luar serta menyusul majikan mereka ketika Wardhana memberikan tanda. Orang-orang di warung makan melihat kedatangan mereka sudah bisa memahami bahwa akan terjadi masalah atau keributan di rumah makan itu. Mereka semua kemudian meninggalkan rumah makan itu dengan terburu-buru sambil tidak lupa meninggalkan beberapa keping uang. Sementara sang pemilik warung bersembunyi di dapur ditemani beberapa pelayannya sambil mengintip dengan perasaan takut dan was-was meski di dalam hati, pemilik warung tidak henti-hentinya mengumbar sumpah serta mengutuk anak pejabat yang sedang membuat ulah di tempat usahanya tersebut.
“Hancur sudah tempat usahaku.” Desahnya sambil menahan tangis sedih bercampur kesal.
Mencium adanya hal yang kurang baik, wiracaya pengawal perempuan bangsawan itu, berusaha tetap tenang untuk menguasai situasi. Meski demikian, mereka tetap melindungi majikan mereka sambil menghunus sebilah keris secara diam-diam dari balik punggung mereka. Keris dua orang wiracaya itu memiiki bilah berbentuk lurus sepanjang tujuh puluh senti meter dengan hiasan pola berbentuk air mengalir pada bagian bilahnya. Sementara, relief seekor anjing berkepala naga menghiasi bilah bagian pangkal keris tersebut.
“Apa yang anda lakukan di sini Raden?” Seorang laki-laki tinggi besar tiba-tiba memasuki rumah makan itu. Suaranya begitu berat serta serak, terdengar bagaikan seekor binatang buas yang tengah terluka parah namun tetap mematikan bagi siapa pun yang berani mengusiknya.
Laki-laki dengan suara berat itu adalah seorang pendekar berkulit gelap yang mengenakan kemeja pakaian gaya jawara, namun dengan beberapa tambahan pelindung lengan bahu serta lutut khas prajurit kerajaan. Pakaiannya cukup janggal, campuran antara gaya jawara serta prajurit Kerajaan yang umumnya menjaga daerah-daerah tertentu di kota Lamunarta. Tubuh pendekar itu cukup kekar dengan tinggi seratus delapan puluh sentimeter serta memiliki bahu yang bidang dan tubuh yang tegap. Rambutnya yang seluruhnya berwarna putih karena uban membuatnya terlihat jauh lebih tua dari pada usia aslinya, yaitu sekitar akhir tiga puluh tahunan. Sementara kedua bola matanya yang berwarna kemerahan memberikan kesan menakutkan. Ia membawa sebilah tombak dengan gagang berwarna kemerahan, sementara pada bilahnya berwarna hitam keperakan dengan hiasan menyerupai pola api yang membara pada bagian tengah bilah, gambar harimau pada bagian pangkal bilahnya.
“Ranggaseta, kau tidak bersama Ayah?” Wardhana berkacak pinggang dengan ekspresi kesal melihat sosok pendekar tersebut.
“Tuan Bupati mendadak tidak enak badan, lalu memerintahkanku untuk mengikuti anda saat bersama para jawara meninggalkan rumah. Beliau sendiri, memiliki firasat jika kali ini Raden akan mencari masalah. ” Jawab Ranggaseta.
“Aku tidak mencari masalah!” Katanya sambil menendang-nendang lantai beberapa kali. “Tugasmu sebagai ajudan utama Ayah, adalah menjaganya saat bekerja melaksanakan tugasnya sebagai Bupati, bukan mengikutiku ke mana pun.”
Ranggaseta mengabaikan rengekan Wardhana, Ia justru sibuk melihat situasi rumah makan yang dikunjunginya. Pandangannya menyebar keseluruh penjuru rumah makan. Tempat itu, yang awalnya penuh dengan pengunjung kini menjadi sepi. Hanya tersisa laki-laki yang menghabiskan ikan bakarnya dengan lahap serta seorang perempuan ningrat ditemani dua wiracaya perempuan pengawalnya. Ranggaseta mengamati satu per satu pengunjung rumah makan yang tersisa itu. Kemudian, saat mengamati laki-laki yang sedang makan itu, dengan lebih jelas lagi, tubuh Ranggasuta tersentak karena kaget. Ia kemudian mematung beberapa saat, hingga kemudian tertawa dengan datar.
“Rupanya firasat tuan Bupati Adiwardhana benar-benar luar biasa. Tidak hanya mencegah Anda untuk berbuat onar, tetapi mempertemukan saya dengan empat orang yang paling dicari-cari di negeri ini.”
“Kau bilang apa Ranggaseta. Lihat di depan kita hanya ada tiga orang perempuan. Bukan empat. Tambah satu orang dari mana.” Wardhana lalu mengamati langit-langit dan dinding rumah makan. “Atau jangan-jangan memang ada orang yang sedang bersembunyi mengawal mereka bertiga?”
“Bukan Raden, orang yang keempat adalah laki-laki itu.” Ranggaseta kemudian menunjuk laki-laki yang tengah usai makan ikan bakar dengan lahapnya.
Mengetahui Ranggaseta menunjuk dirinya, Laki-laki itu hanya terdiam sambil mencuci tangannya menggunakan air di dalam mangkok yang sudah disiapkan untuknya. Sambil menatap tajam Ranggaseta Ia mengeringkan tangan menggunakan ujung ikat pinggangnya yang berwarna gelap.
“Baruna si murid durhaka. Terkutuk kau, berani menjejakkan kaki di kota ini. ” Kata Ranggaseta kepada laki-laki itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Abu Alfin
keren, lanjutkan
👍👍👍
2022-12-19
0
Maret
nice
2022-01-18
0
Kim Meera
next
2021-07-18
0