“Wah-wah, jadi Tuan Baruna berniat mengakhiri pertarungan yang luar biasa ini?” Tanya Cakiya dengan nada menyesal meski senyum tipis tergurat di wajahnya.
Baruna tidak menjawab pertanyaan Cakiya, Ia justru segara memasang jurus kuda-kuda untuk serangan pamungkas. Dari sorot wajah serta kuda-kuda Baruna, Cakiya menyadari jika Baruna benar-benar serius mengerahkan segala kemampuannya. Kali ini, Cakiya dapat meregang nyawa di tangan Baruna jika tidak sungguh-sungguh melawannya dengan segenap tenaga. Segala tenaga yang dimilikinya dipusatkan pada serangan pamungkasnya ini. Baruna pun melempar tombak Rudra Arutala miliknya sekuat tenaga dengan membisikkan nama jurus miliknya.
“Jurus Harimau Bulan Menerkan Langit.”
Tombak Rudra Arutala melesat bagaikan bintang jatuh dengan kilatan cahaya berwarna putih serta hembusan angin yang mengelilingi alur serangan tombak tersebut. Disertai hembusan angin kencang yang mencabik-cabik udara, serangan milik Baruna menembus hampir setiap benda yang dapat dilaluinya. Akan tetapi, Cakiya berhasil menghindari jurus tombak milik Baruna dengan melompat di udara dengan posisi salto ke belakang ketika tombak Rudra Arutala menyasar tubuhnya. Serangan lemparan tombak Baruna pun hanya mampu menusuk udara dan beberapa benda disekitarnya karena Cakiya berhasil menghindarinya dengan cukup mudah.
Namun, belum sempat Cakiya yang tengah berada di udara merasa senang karena berhasil menghindari jurus tombak Baruna, entah bagaimana caranya Cakiya melihat dengan mata kepala sendiri Baruna sudah menggenggam lagi tombak Rudra Arutala dengan hembusan angin yang mengelilingi lengan, kaki dan juga senjatanya. Baruna pun sekali melemparkan tombak Rudra Arutala dengan ulu hati Cakiya sebagai sasaran.
Di dalam benak Baruna, Cakiya tentu tidak dapat menghindari lemparan tombak tersebut saat berada di tengah-tengah udara. Sehebat apa pun seorang pendekar, Ia tidak dapat bergerak kemana pun jika tengah melayang di udara. Namun, sekali lagi suara desingan keras tombak Rudra Warsita Arutala pun melesat hanya mampu mengoyak ruang kosong serta tembok bambu yang berada di belakang Cakiya. Rupanya saat berada di udara, Cakiya menghimpun sebuah jurus pelindung berwarna keemasan tepat berada di pijakan kakinya, sehingga saat berada di udara Cakiya dapat menggunakan pelindung itu sebagai pijakan di udara, lalu menghindari serangan Baruna dengan melompat ke arah samping dan kemudian mendarat lembut di udara. Baruna yang pun terkejut saat Cakiya berhasil menghindari lemparan tombak Rudra Warsita Arutala. Sekilas Baruna juga melihat cahaya keemasan saat Cakiya akan berpijak di udara. Di dalam benaknya Baruna kagum pada kemampuan Cakita bahwa rupanya tidak hanya dirinya saja yang mampu memberikan kejutan dalam pertarungan ini.
Akan tetapi, rangkaian jurus Harimau Bulan Menerkam Langit milik Baruna tidak selesai sampai di situ saja. Kilatan tubuh Baruna tiba-tiba menerjang Cakiya disertai dengan hentakan dari tendangan lutut yang menyasar dada Cakiya. Di saat tendangan itu melesat, Cakiya dengan sigap segera membentuk jurus pelindung berwarna keemasan untuk melindunginya. Suara keras begaikan ledakan bergemuruh terdengar, saat tendangan Baruna beradu dengan tubuh Cakiya yang dilapisi jurus pelindung tersebut. Tubuh Cakiya pun terdorong, meski hanya sejauh setengah meter, sedangkan Baruna jatuh terduduk lalu berguling ke arah samping sambil menahan sakit pada lututnya. Lutut Baruna terasa seperti meledak ketika beradu dengan tubuh Cakiya yang tiba-tiba dilindungi oleh aura keemasan yang muncul dari tubuh Cakiya.
Pelindung keemasan itu pula yang digunakan oleh Cakiya sebagai pijakan untuk melompat di udara menghindari serangan lemparan tombak Baruna. Meski pelindung keemasan itu berhasil melindungi Cakiya dari tendangan lutut Baruna, Cakiya tidak dapat menyangkal bahwa jurus tendangan lutut Baruna yang ditujukan kepadanya benar-benar memberikan daya hancur yang luar biasa. Cakiya berpikir jika tidak dilindungi jurus pelindung keemasan tersebut, rongga dada serta organ dalam miliknya bisa terkoyak habis-habisan. Jurus Harimau Bulan Menerkam Langit sejatinya merupakan jurus yang digunakan dalam pertempuran melawan musuh dalam jumlah banyak. Setelah melempar tombak, umumnya pengguna jurus itu akan melancarkan jurus pukulan atau tendangan dengan menyasar beberapa lawan sekaligus. Jurus itu begitu mematikan hingga di dalam salah satu aturan perguruan bela diri Perguruan Harimau Bulan disebutkan bahwa jurus itu hanya digunakan dalam situasi perang atau mengancam nyawa.
Tapi, serangan terakhir dari rangkaian jurus Harimau Bulan Menerkam Langit milik Baruna tidak mempan saat beradu secara langsung jurus pelindung milik Cakiya. Baruna mengenali lagi jurus pelindung itu sebagai salah jurus dari Perguruan yang berada di daerah yang bernama Pancadaha. Jurus itu adalah salah satu rangkaian jurus dari sebuah aliran bela diri dimana untuk mempelajari semuanya setidaknya butuh waktu bertahun-tahun hingga mencapai tahap yang disebut sempurna. Akan tetapi, Baruna dengan mata kepala sendiri menjadi saksi jika Cakiya begitu menguasai jurus tersebut dengan sempurna. Serangan pamungkas Baruna hanya mampu mendorong Cakiya setengah meter, bahkan Ia tidak mengalami luka yang berarti setelah menerima jurus Harimau Bulan Menerkam Langit.
“Jurus Zirah Gajah Emas dari Perguruan Gajah Emas.” Gumam Baruna setelah menyadari jika serangan pamungkasnya gagal.
“Benar sekali Tuan.” Jawab Cakiya lalu menusukkan tombak ke arah Baruna sebanyak beberapa kali yang membuat Baruna terpaksa menangkisnya menggunakan tombak Rudra Arutala miliknya.
Dengan lincah, Cakiya lalu mengayunkan tombaknya beberapa kali dengan mengincar betis serta pergelangan kaki Baruna. Keheranan bercampur kagum menguasai Baruna yang melihat ketangguhan Cakiya usai menerima jurus terakhirnya, seolah-olah tidak merasakan sakit dari jurus tendangan yang merupakan bagian akhir dari jurus Harimau Bulan Menerkam Langit. Tidak hanya gagal melancarkan jurus pamungas, Baruna pun juga urung melarikan diri dari tempatnya berada sekarang.
“Kalau tidak ada jurus ini bisa-bisa dadaku remuk dan juga semua organku terkoyak oleh jurus tendangan dari Tuan yang hebat itu.” Komentar Cakiya sambil terus menyerang Baruna. “Sepertinya dari segi kemampuan kita seimbang.”
Baruna tidak menanggapi komentar Cakiya, karena dalam benaknya, Baruna sedang sibuk memaki dan memarahi dirinya sendiri yang menurutnya merupakan seorang perencana yang buruk. Kebiasaan buruknya itu tidak hanya soal mengatur uang, namun juga strategi pertempuran. Jika selama ini Baruna memenangkan pertempuran selama
dalam pelarian, itu hanya karena bakat dan kekuatannya, bukan karena strategi. Bahkan selama dalam pelarian, Baruna sering bertemu dengan orang-orang yang memburunya karena salah dalam perencanaan. Termasuk juga peristiwa pertemuannya dengan Ranggaseta hingga berakhir dengan meletusnya kembang api kemuning yang bisa saja mengundang seluruh jawara maupun para ksatria di seluruh penjru Kota Lamunarta untuk memburunya.
Usai Baruna gagal melancarkan jurus pamungkasnya kepada Cakiya, Cakiya menyadari bahwa serangannya tidak mampu mendesak Baruna lebih jauh lagi. Begitu pula sebaliknya. Mereka semua kemudian saling menjaga jarak serta hanya saling menatap tajam dengan penuh kewaspadaan. Meski kebisuan menyelimuti pertarungan mereka,
di dalam hati mereka saling menyanjung kehebatan masing-masing. Cakiya menganggap jika Baruna adalah lawan terberat yang dihadapinya saat ini, jurus-jurusnya begitu memiliki daya rusak, akan tetapi sebagian besar jurus-jurusnya nihil dengan keinginan membunuh lawan. Sebuah fenomena yang benar-benar langka menurut Cakiya.
Sementara, bagi Baruna ketika mengamati Cakiya berpendapat jika Cakiya merupakan ahli bela diri hebat sekaligus pembelajar yang memiliki bakat luar biasa dengan mampu meniru jurus-jurus lawan secara
sempurna. Ditambah lagi, dengan Cakiya dapat meniru jurus-jurus dari berbagai Perguruan yang terkenal. Baruna memprediksi jika Cakiya memiliki nasib baik, pendekar yang masih belia itu akan menjadi pendekar yang cukup disegani, bahkan bukan tidak mungkin akan menjadi legenda dalam dunia bela diri yang saat ini sedang terbagi menjadi dua golongan besar.
Di tengah kebisuan dua pendekar tersebut, mendadak mereka berdua merasakan sebuah sensasi aneh berupa rasa gatal bercampur rasa sakit yang demikian menusuk di leher. Sensasi itu begitu mengagetkan Cakiya hingga Ia melepas kuda-kuda jurusnya tanpa disadarinya. Pandangannya kemudian berpusar hebat dan cahaya putih tiba-tiba merambat di sekitar penglihatannya. Cakiya pingsan bersamaan dengan Baruna yang juga tidak sadarkan diri lalu jatuh ke tanah. Usai keduanya pingsan, empat orang berpakaian wiracaya dan seorang laki-laki muda dari kelas ksatria memasuki tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Sis Fauzi
Cakiya memang hebat.
2022-03-01
0
Maret
keren banget
2022-01-18
0
Dhina ♑
16
15) ⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐⭐♥️♥️♥️♥️♥️👍👍👍👍👍👍♥️♥️♥️♥️♥️⭐⭐⭐⭐⭐⭐♥️♥️♥️♥️👍👍👍👍👍♥️♥️♥️♥️👍👍👍👍👍♥️♥️♥️⭐⭐⭐⭐⭐♥️♥️♥️👍👍👍♥️♥️♥️♥️
2021-05-19
0