Mereka kemudian mengambil senjata yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan bergerak dengan cepat mengepung Cakiya. Seluruh gerombolan itu kini mengepung Cakiya dengan bersenjatakan parang, pedang dan bilah keris yang dilumuri dengan racun yang dapat melumpuhkan lawan. Dengan satu kali aba-aba mereka pun serentak menyerang Cakiya dari segala arah.
Akan tetapi, Cakiya lebih cekatan dari gerombolan itu. Sebelum mereka menyerang, Cakiya sudah memasang kuda-kuda dengan menekuk sedikit lututnya lalu menerobos kepungan dengan cara menyeruduk para pengepungnya. Terdengar suara dentuman ringan karena langkah kuda-kuda Cakiya sebelum melancarkan jurusnya yang kemudian diikuti lompatan ke depan dengan kecepatan tinggi.
Tubuh Cakiya pun bertabrakan dengan beberapa anggota gerombolan itu hingga beberapa dari mereka terpental sejauh beberapa meter dan mengalami cidera. Akan tetapi, luka-luka yang diderita mereka tidak terlalu parah.
“Hah!?” Sang pemimpin gerombolan yang terengah-engah serta susah payah untuk berdiri menahan sakit karena bagian sendi kaki yang bergeser, terkejut mengetahui Cakiya mengeluarkan sebuah gerakan yang tidak asing lagi baginya. Apalagi ketika melihat beberapa anak buahnya yang telah mengepung Cakiya justru kalah terkena salah satu jurus yang selama ini susah payah dipelajarinya selama bertahun-tahun. “Itu jurus Celeng Mananduk Harimau.” Gumamnya sambil masih mengatur nafas dan menahan rasa sakit yang demikian hebat pada pergelangan kakinya.
Wajah pemimpin gerombolan itu berubah ketakutan ketika mengetahui bahwa Cakiya begitu menguasai jurus-jurus andalannya. Bahkan jurus-jurus itu begitu dikuasai oleh Cakiya dengan kualitas yang mendekati sempurna. Tidak ada kuda-kuda yang keliru, teknik pernafasan saat mengambil jurus pun sangat akurat.
Bahkan, pemimpin gerombolan itu baru pertama kali melihat seseorang melancarkan jurus Perhuruan Celeng Geni dengan begitu kuatnya hingga hampir seluruh orang anak buahnya pun terpental. Salah satu anak buahnya terluka hingga mengeluarkan darah pada bagian wajah karena tertanduk oleh kepala Cakiya.
“Da…dari mana kau mempelajari jurus ini bocah!?” Wajah pemimpin gerombolan itu menunjukkan ekspresi heran bercampur takut.
“Tentu saja dari sumbernya langsung.“ Sahut Cakiya dari kejauhan dengan tertawa geli waktu mendengar pertanyaan dari pemimpin gerombolan itu.
Salah satu anggota gerombolan itu yang berada di belakang Cakiya mencoba melemparkan batu dari belakang dengan kepala bagian belakang Cakiya sebagai sasarannya. Akan tetapi, entah bagaimana caranya Cakiya sudah mengetahui bahwa ada serangan dari jarak jauh yang ditujukan padanya.
Alih-alih menghindar atau menangkis dengan pedang yang digenggamnya, Ia justru memutar tubuhnya, lalu memukul batu yang melesat dengan kecepatan tinggi itu dengan sekali pukulan. Diiringi suara dua kali dentuman yang nyaris muncul secara bersamaan batu sebesar kepalan tangan orang dewasa itu pun hancur menjadi serpihan dalam sekali pukulan.
Tidak hanya efek pukulan dari jurus itu yang memiliki daya rusak hingga membuat batu hancur berkeping-keping, efek dari jurus itu juga membuat kerusakan yang tidak bisa dianggap remeh. Selain jejak berupa retakan pada tempat Cakiya melancarkan jurus itu, bara api yang membara juga muncul dari sela-sela retakan tersebut. Sisa-sia serpihan batu yang hancur berkeping-keping akibat dari jurus pukulan Cakiya pun bagaikan terbakar menyala-nyala
seperti bara api, seolah-olah serpihan batu tersebut berasal dari isi perut gunung berapi.
“ Itu jurus Celeng Geni Menghantam Bara Api, salah satu dari jurus pamungkas Delapan Pukulan Celeng Geni” Komentar sang pemimpin gerombolan secara reflek saat melihat dengan mata kepalanya sendiri Cakiya mampu melakukan jurus tersebut.
“Benar sekali tebakan Tuan, jurus ini adalah salah satu dari beberapa alasan mengapa Perguruan ini disebut sebagai Perguruan Celeng Geni.” Kata Cakiya.
Tubuh pemimpin gerombolan itu berkeringat dingin sewaktu mengetahui Cakiya benar-benar menguasai jurus tersebut. Jurus itu merupakan yang paling sulit dipelajari dari rangkaian jurus Perguruan Celeng Geni. Dirinya pernah mendengar jika setiap seratus orang yang mempelajari jurus Perguruan Celeng Geni, hanya satu orang yang sanggup mencapai tingkat tertinggi dengan menguasai jurus pukulan Celeng Geni Menghantam Bara Api. Jurus ini konon begitu mengerikan, sebab mampu membakar tubuh serta organ dalam lawan dalam sekali serang.
“Kenapa bocah seperti itu bisa menguasai jurus ini!?” Raung pemimpin gerombolan itu dengan penuh frustasi mengetahui kemampuan Cakiya dalam hal bela diri sedemikian tinggi.
“Jika Tuan belajar jurus dari Perguruan Celeng Geni secara langsung dari sumbernya, tentu akan mengerti mengapa saya bisa mempelajari jurus ini. Tuan sendiri sepertinya belajar jurus ini dari orang lain yang bukan berasal dari Perguruan Celeng Geni.” Jawab Cakiya. Meski Cakiya posisinya seolah-olah di atas angin dari gerombolan itu, Ia mencoba tetap berlaku santun serta bersikap sopan kepada lawan bicaranya. “Sudut dari kuda-kuda Anda keliru, pola pernafasan tuan juga terputus-putus sehingga banyak tenaga yang terbuang sia-sia. Sepertinya karena terlalu banyak begadang, mabuk-mabukan serta bermalas-malasan membuat tumpul jurus-jurus Tuan.” Tambahnya.
Sang pemimpin gerombolan hanya memandang Cakiya dengan ngeri sekaligus kagum bagaimana pemuda seusia belasan tahun sudah begitu memahami tentang berbagai jurus sebuah aliran bela diri dengan sangat detail serta mampu menerapkannya hingga nyaris sempurna. Bahkan, Cakiya dengan jeli dapat mengetahui berbagai kelemahan pemimpin gerombolan itu saat melancarkan jurus dari Perguruan Celeng Geni miliknya.
“Si…siapa yang mengajarimu jurus-jurus itu?”
“Saya belajar sendiri Tuan.” Senyum tipis penuh arti terpancar dari wajah Cakiya.
Sambil berkata demikian Cakiya mendekati pemimpin gerombolan itu yang kini sudah menatap ngeri dirinya. Demikian pula dengan para anggota gerombolan itu segera beringsut mundur dan kemudian bersembunyi di balik pemimpin punggung mereka.
“Lakukan sesuatu Kakang, tolong kami.” Bisik salah satu angota gerombolan dengan suara lirih penuh ketakutan saat mengetahui jika Cakiya bukanlah pendekar sembarangan.
Sang pemimpin tidak menjawab permintaan dari anak buahnya. Ia justru berteriak lantang memerintahkan anak buahnya. “Kalian semua yang dapat melarikan diri, pergilah cari bantuan dari teman-teman kita!”
Sebagian dari gerombolan itu kemudian melarikan diri dari gang sempit itu, akan tetapi sebagian anggota gerombolan yang lain tidak dapat melarikan diri dari gang sempit itu karena terhalang oleh Cakiya, termasuk juga pemimpin dari gerombolan itu.
Melihat anggota gerombolan itu yang kabur, Cakiya kemudian mengambil kesimpulan bahwa mereka memang sekelompok pengacau yang hanya berniat memeras orang-orang lemah yang tidak berdaya. Ia menduga bahwa gerombolan ini melakukan siasat untuk memeras korbannya tidak lebih dari sekali. Cakiya pun berniat untuk memberi pelajaran kepada orang-orang itu.
“Wah-wah kupikir Tuan-Tuan semua adalah pendekar pemberani yang tidak takut berduel hingga gugur demi nilai yang diyakini, atau membela orang-orang tertindas. Ternyata tubuh Tuan-Tuan sekalian yang sangar dan menakutkan itu, tidak lebih dari pajangan saja. Sementara, ilmu bela diri Tuan-Tuan yang dipelajari seadanya pun digunakan untuk hal-hal buruk yang merugikan orang lain.” Komentar Cakiya dengan wajah datar.
Jika sebelumnya ejekan Cakiya membuat para anggota gerombolan itu tersulut emosinya, kali ini situasinya berbeda. Para gerombolan itu tidak bereaksi apa pun saat Cakiya memprovokasi mereka. Wajah mereka justru memucat dan kegarangan mereka seolah-olah minggat dari seluruh anggota gerombolan yang tersisa di tempat itu. Meski demikian sorot wajah kewaspadaan tetap terpancar dari sudut wajah mereka.
Mereka sepertinya siap dengan segala kemungkinan yang dilakukan oleh Cakiya, termasuk juga kehilangan anggota tubuh karena ditebas golok milik pemimpin mereka yang kini sudah berpindah tangan dalam genggaman Cakiya.
“Sepertinya anda semua layak untuk menguji kehebatan golok ini.” Cakiya menyeringai lebar sambil mengambil kuda-kuda untuk menebas musuh.
Sementara itu, wajah para gerombolan yang tersisa itu semakin memucat, bahkan beberapa diantara mereka matanya berkaca-kaca. Termasuk laki-laki yang tidak sengaja bertabrakan dengan Cakiya dan melibatkan gerombolan itu di alun-alun. Raut penyesalan bercampur rasa takut sangat jelas terlihat dari ekspresi wajahnya.
Dirinya tidak menyangka jika selama ini siasatnya bersama gerombolan itu untuk memeras orang-orang asing yang singgah di kota Lamunarta yang selama in iberhasil, kali ini harus berakhir dengan kegagalan yang membuat tidak hanya dirinya yang akan celaka, namun semua teman-temannya yang berada di gerombolan itu. Nasib buruk hari ini memang sungguh-sungguh berpihak pada dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Erni Sari
like
2022-03-02
3
Maret
mantap
2022-01-18
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
sukaaaaa
2021-10-14
0