CHAPTER 16

Ternyata beginilah sakit hati itu! Aku sangat malu dan merasa bodoh dengan perasaan berbunga-bunga yang kurasakan pada Yohanes!

Aku pikir dia serius dengan perasaannya padaku, tapi mungkin aku memang sudah salah sejak awal karena mengizinkan diriku terlena dengan kata-kata manis dan perhatian kosong dari pria itu. Benar juga prasangkaku bahwa tidak mungkin pria muda dan tampan seperti Yohanes akan jatuh hati pada perawan tua sepertiku.

Entah apa dia memang mendekatiku tapi, kemudian mundur atau memang dia tidak pernah ada perasaan apapun padaku dan aku hanya salah mengerti dengan sikap ramahnya. Apapun itu aku sangat malu, dan di lubuk hatiku aku merasa sedih - sangat sedih.

Pagi tadi kami serumah pergi ke pasar Rabu, awalnya kami berencana untuk menggunakan perahu ke kampung tapi tante Nona menyarankan kami untuk berjalan kaki menyebrangi sungai saja karena akan ada banyak perahu nelayan yang menepi, kami akan kesulitan mendapatkan tempat untuk menambatkan perahu. Bertepatan juga dengan air pasang yang mulai surut - airnya sudah selutut ketika kami menyebrang - sehingga akan lebih muda bagi kami untuk sampai di kampung. Kami pun menggulung ujung celana kami sampai ke lutut agar tidak basah.

Benar juga kata tante Nona, ketika kami tiba sudah banyak sekali orang berkumpul di pinggir pantai dan perahu nelayan berjejer mengambil semua tempat penambatan perahu. Aku begitu bersemangat melihat keramaian yang tidak biasa di kampung ini, jantungku juga berdetak lebih kencang ketika Adit berseru bahwa dia melihat perahu milik pak Yusuf.

Namun, ketika kami tiba di depan perahu dan memanggil pak Yusuf, yang keluar adalah pak Marten yang mengatakan bahwa perahu milik pak Yusuf berada paling ujung dan memang cat perahunya sama dengan perahu milik pak Yusuf karena mereka mengerjakan pengecatan perahu bersama-sama malahan hampir semua perahu nelayan yang berjejer mempunyai corak warna yang mirip karena mereka semua di "traktir" cat oleh pak Yusuf.

Untuk beberapa saat aku merasa sedikit kecewa karena belum bisa bertemu Yohanes.

Kami pun berjalan dengan santai ke arah perahu pak Yusuf sementara tante Nona dan Rosa singgah untuk membeli apa saja yang kami lewati mulai dari: ikan segar, kepiting, udang, cumi-cumi dan masih banyak lagi.

Rosa terlihat begitu bersemangat, melihat hal-hal baru yang belum pernah kami temukan di Jakarta. Satu hal yang membuat Rosa berseru dengan senang adalah ketika dia menemukan seorang ibu yang menjual kue kering yang dia sukai; kue itu bernama kue bagea yang dibungkus dengan daun kelapa dan dibuat dari sagu dan kacang. Rosa memakannya kemarin ketika pergi ke tambak pak Yusuf dan jadi kecanduan kue kecil itu sejak hari itu.

Akhirnya kami tiba di depan kapal pak Yusuf yang sepi karena ternyata pak Yusuf tidak menjual hasil tangkapannya, malahan seluruh ikan yang dia dapat di bagikan pada teman nelayan yang lain dan dia hanya menyimpan beberapa ekor untuk mereka konsumsi sehari-hari; melaut hanya merupakan hobi bagi pak Yusuf dan Yohanes.

Aku ingat betapa jantungku berdetak kencang, ingin segera bertemu dan mengobrol dengan Yohanes. Ketika melihatnya sedang menurunkan peti es dari atas kapal aku merasa makin jatuh hati; lututku terasa lemas karena grogi! Aku begitu kagum dengan dia yang kekar dan kulitnya yang gelap berkilau dibawah cahaya mentari pagi.

Aku melihat-lihat ke dalam peti es yang di bawa turun oleh Yohanes dan menemukan ikan-ikan berukuran sedang dengan warna warni yang cantik yang belum pernah kulihat sebelumnya.

"Yoh, ini ikan apa namanya?" tanyaku berusaha untuk tenang agar tidak terlihat grogi.

Yohanes tidak menjawabku, dia menyikut seorang gadis yang ternyata adalah sepupunya yang bekerja di rumah mereka - Inggrid namanya - dan menyuruhnya untuk meladeniku sementara dia kembali ke dalam kapal dan tidak pernah lagi keluar sampai kami pulang.

Apakah dia marah? Apakah aku salah bicara kemarin? Apa yang sudah terjadi kemarin sehingga membuatnya cuek padaku?

Sekembalinya kami ke rumah, Adit, Rosa dan Nining pergi bermain dan bersantai di pinggir pantai sementara tante Nona kembali bekerja. Aku yang katanya sedang berlibur justru ingin sekali bekerja untuk mengalihkan pikiran sedihku ini agar tidak terus menerus memikirkan Yohanes.

Beberapa menit aku duduk terdiam di kamar, namun hasilnya aku hanya ingin menangis! Perempuan bodoh! Akhirnya aku memutuskan untuk duduk-duduk di gazebo dan melanjutkan membaca buku.

Beberapa menit mencoba namun, pikiranku masih saja tidak bisa dialihkan dari Yohanes dan sikapnya yang berubah padaku. Ingin rasanya aku mengetuk pintu rumahnya dan berbicara terus terang, tapi itu adalah hal yang bodoh, dan aku akan terlihat menyedihkan di mata semua orang!

Aku hanya termenung dan memandang kesekelilingku seperti orang yang kehabisan akal sehat. Terdengar dari jauh suara tawa bahagia Adit sekeluarga bercampur dengan suara deru ombak. Sesekali angin sepoi-sepoi bertiup dan dari balik tembok belakang terdengar suara seperti langkah kaki orang yang berjalan di rumput namun aku tahu, itu bukanlah orang, hanya bunyi gesekkan rumput. Meski begitu, lama kelamaan aku jadi merasa seperti sedang diawasi, beberapa kali aku menatap tembok belakang, mencari-cari siapa tahu aku bisa melihat orang dari balik pohon rindang dan rumput ilalang yang tumbuh lebat namun hanya kegelapan yang kulihat.

Suara langkah kaki dan perasaan diawasi terus kualami selama aku duduk di gazebo. Aku berpikir apakah aku masuk saja dan tiduran di kamar? Saat masih menimbang- nimbang, mataku tanpa sengaja menatap ke lantai 2 tepat di jendela kamar Adit dan Rosa; aku melihat tante Nona sedang berdiri, badanya membungkuk, tangan kanannya menutupi mulutnya seakan dia sedang menahan tangis, tangan kirinya seperti sedang membelai sesuatu, ketika ku julurkan leherku aku melihat sesuatu seperti kepala manusia yang sedang dielus tante Nona.

Apa mungkin itu Rosa atau Nining? Aku menoleh ke arah pantai dan melihat Adit sedang tiduran di kursi rotan dibawah payung sementara Rosa dan Nining sedang bermain istana pasir di dekatnya, lalu siapa orang yang sedang dielus ci Noni?

Dengan cepat aku berjalan kembali ke dalam rumah melewati pintu belakang. Ketika aku berjalan di dekat tembok belakang aku mendengar lagi suara langkah kaki dari baliknya diiringi dengan suara tarikan nafas seperti orang kaget yang diikuti suara langkah kaki orang-orang yang berlari. Suara-suara itu sangat jelas meski masih misteri apakah asalnya dari manusia ataukah hanya suara desiran angin? Apapun itu, aku tetap saja takut dan segera masuk ke dalam rumah.

Setelah meneguk segelas air, aku menaiki tangga ke lantai 2 untuk mengecek tante Nona. Dari bawah tangga terdengar sayup-sayup suara orang menangis yang membuatku yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi padanya. Dengan cepat aku menghampiri kamar Adit dan Rosa namun anehnya ketika aku masuk tante Nona sedang mengepel seperti tidak terjadi apa-apa, bahkan tidak ada tanda-tanda bahwa dia habis menangis. Kamar Rosa dan Adit juga kosong, tidak ada orang lain di dalam selain aku dan tante Nona.

"Tante Nona, gak apa-apa?" tanyaku untuk memastikan.

"Ada apa, ya?" tanyanya bingung.

"Gak ada apa-apa," jawabku singkat sebelum pergi meninggalkannya.

Aku merasa aneh dan hampir gila dengan penglihatan-penglihatan yang kualami di rumah ini! Aku berjalan dengan cepat sambil mengatur nafasku untuk menenangkan hati ini ketika langkahku terhenti; aku merasa melihat seseorang sedang duduk di sebuah kamar kosong yang entah kenapa pintunya terbuka sedikit.

Aku membuka pintu kamar kosong itu lebar-lebar dan tidak menemukan ada yang aneh di dalamnya, tidak juga ada orang yang sedang duduk di atas tempat tidur seperti yang tadi kulihat. Aku menutup pintu kamar itu dengan cepat dan segera turun bertepatan dengan datangnya Adit, Rosa dan Nining.

"Ning, ajak David makan siang, ya," aku mendengar Rosa berkata.

"Ih mama, David kan gak suka makan, ma!" seru Nining.

"Kok gitu? Nanti gak bisa gede dong Davidnya! Jadi anak kecil terus kalo males makan," kata Rosa lagi sambil cekikikan.

"David gak akan tumbuh dewasa, ma," kata Nining dengan santai.

Entah kenapa aku agak kesal mendengar percakapan Nining dan Rosa tadi. Sedari awal aku tidak begitu mendukung teman khayalan Nining, namun Rosa dan Adit bilang tidak apa-apa agar Nining menjadi orang yang kreatif kedepannya, tapi kali ini aku merasa agak takut dan merinding dengan David dan ingin agar Rosa dan Adit menghentikan Nining.

Ah entahlah, aku juga bingung dan kepalaku sakit lagi.

****

Aku ragu aku akan tertidur dengan nyenyak malam ini setelah apa yang terjadi tadi.

Sakit kepalaku membuatku sangat tersiksa sehingga akhirnya aku meminum obat sakit kepala yang selalu kubawa. Alhasil aku tertidur begitu lama dan ketika aku terbangun, aku mendapati kamarku mulai gelap karena cahaya matahari yang mulai memudar dari langit.

Saat bangun aku merasa begitu segar dan sakit kepalaku hilang tak berbekas meski begitu tetap ada perasaan tidak enak, takut dan kesedihan yang terus mengusik dari lubuk hatiku yang paling dalam. Aku memutuskan untuk mencari udara segar di pinggir pantai, menyaksikan pemandangan indah matahari terbenam yang selalu kusenangi.

Di luar langit berwarna hitam bercampur ungu kemerahan, sementara 1/4 bulatan matahari yang berwarna merah perlahan mulai terbenam di ufuk barat. Angin dingin dan ombak yang mulai meninggi menyambut kedatanganku.

Aku menoleh kebelakang, melihat lagi megahnya villa Lukas ini, begitu indah dan nyaman; dindingnya seakan menyerap warna merah matahari. Di beberapa tempat kegelapan mulai menyelimuti rumah ini, membuat bulu kudukku merinding.

Entah kenapa mata ini terpaku melihat ke sisi gelap bangunan ini dimana cahaya matahari yang lemah tidak mampu lagi menyinarinya. Perasaanku berkata bahwa kalau aku terus memperhatikan tempat gelap itu, aku bisa melihat sesuatu membalas pandanganku, dan pemikiran itu membuatku gemetar ketakutan. Akhirnya aku memalingkan pandanganku ketika ujung mataku menangkap pergerakan dari jendela kamar Adit dan Rosa.

Di depan jendela berdiri Rosa dan Nining yang sedang melambai padaku. Wajah mereka tidak begitu jelas karena pantulan merah cahaya matahari di jendela menutupinya. Aku melambaikan tanganku membalas lambaian mereka tiba-tiba kudengar teriakan dari arah pantai.

"Mbak Ran!" teriak Rosa sambil melambaikan tangannya dari atas perahu kecil yang sedang di dayung oleh Adit. Di sampingnya duduk Nining yang sedang memeluk boneka beruang kesayangannya.

"Kita dari kampung tadi, mau ngajakin mbak tapi mbak masih tidur," terang Adit sambil terus mendayung ke arah palang tempat mengikat perahu.

Kaki ini terasa lemas, jantungku serasa jatuh di perut membuatku mulas, ingin muntah tapi juga ingin berteriak karena takut! Kalau Rosa dan Nining bersama Adit di atas perahu, lalu siapa yang kulihat berdiri dan melambaikan tangan padaku tadi?

"Ayo masuk mbak!" ajakan Adit membuatku terkejut, rupanya aku tertegun begitu lama sehingga aku lupa membantu Adit, Rosa dan Nining untuk turun dari perahu.

"Kalian duluan aja, mbak sebentar lagi," kataku sambil terus memperhatikan laut yang mulai gelap dan bintang juga bulan purnama mulai bersinar di langit malam.

Di situlah aku, berdiri memperhatikan cakrawala yang mulai berganti gelap, rasa takut dan sakit hati berkecamuk dalam diriku.

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

Sebenar'a ada apa sie,,, g ada titik terang pai part ini,,,
Bosen tp bikin penasaran krn dikit obrolan bykan teror'a,,, deg"an teross

2022-02-25

0

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

MA⏤͟͟͞RGIE💖💞

akhirnya koment juga karena penasaran dan masih belum paham...

2021-12-03

0

Ananda Trizna

Ananda Trizna

sebenernya ada apa sih sma villanya

2021-11-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!