CHAPTER 8

5 DESEMBER 1989

Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak semalam karena aku terus memikirkan mimpiku. Kenapa aku bisa mimpi sebrutal itu? Rasa takut tidak kunjung hilang malam itu dan kegelapan malam karena listrik yang mati juga tidak membantu membuatku tenang.

Rasa lega menghampiriku ketika aku kaget terbangun dan cahaya matahari pagi mulai merambat masuk ke dalam kamar. Jam masih menunjukkan pukul 5.30 pagi. Aku segera memakai jaketku dan pergi keluar untuk melihat matahari terbit.

Garis pantai di depan villa tertutup oleh air pasang yang tinggi, sehingga ombak-ombak kecil terhempas di halaman. Aku berdiri tepat di depan batas air dan menikmati dinginnya air laut yang membasahi kakiku. Angin sepoi-sepoi dan hangatnya cahaya keemasan matahari pagi menenangkan kepalaku yang penat. Begitu damainya saat ini.

Dari kejauhan aku melihat sebuah perahu kecil yang semakin lama semakin mendekat. Di atas perahu ada tante Marice dan tante Nona yang dengan giat mendayung kearahku.

"Tabea!" seru keduanya setelah turun dari perahu dan mengikatkan perahu kecil mereka ke palang disamping perahu kami.

Kami bertiga pun masuk dan mulai mengobrol sambil menyiapkan sarapan pagi. Tante Marice ternyata datang membawa undangan perayaan pra-natal di gereja untuk kami. Aku dan tante Marice mengobrol tentang acara natal itu sementara tante Nona membuat sepoci teh hangat ketika terdengar bunyi ketukan di pintu depan, akupun segera pergi untuk membukakannya.

Di depan pintu berdiri Yohanes dan ayahnya yang kini kuingat bernama Yusuf. Mereka berdua datang membawa 1 tandan pisang, singkong dan seekor ikan yang sangat besar untuk kami.

Aku mempersilahkan mereka masuk bertepatan dengan Adit, Rosa dan Nining yang baru saja turun dari kamar. Adit dan Rosa menyambut Yusuf dan Yohanes dengan sangat bersahabat dan mengundang mereka untuk sarapan pagi bersama di gazebo.

"Ini siapa? Kemarin kakek tidak sempat kenalan, nih," kata pak Yusuf sambil berjongkok untuk berkenalan dengan Nining.

Nining yang biasanya suka berkenalan dengan orang baru dan tidak pemalu justru bersembunyi di belakang mamanya ketika diajak kenalan oleh pak Yusuf.

"Ning, kok gitu sih sama kakek," bujuk Rosa.

"Nining takut, ma sama teman kakek yang hitam itu," bisik Nining pada Rosa.

Meski berbisik, kami semua bisa mendengar perkataan Nining dan tertawa terbahak-bahak karena teman hitam kakek yang dimaksudkan Nining pastilah Yohanes.

"Aduh, sedih deh om Yohanes di panggil hitam, dek," canda Yohanes.

"Kamu nih, Ning. Kamu kan udah kenal kemarin sama om Yohanes," kata Adit sambil memeluk Nining. "Yuk, pak, kita sarapan dulu. Mbak Ran, tolong ajak tante Marice sama tante Nona, ya."

Sarapan pagi kami terlihat sederhana tapi begitu enak, mungkin karena dinikmati bersama-sama. Sedari mulai makan aku memperhatikan Nining yang terlihat takut dan tidak mau melihat kearah pak Yusuf, entah kenapa anak itu.

Setelah makan, Adit berkata ingin memakan pisang yang dibawa pak Yusuf tadi, aku lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan pisang tersebut untuk kami makan sebagai pencuci mulut sementara tante Nona membereskan meja.

"Biar saya bantu," kata Yohanes yang tidak kusangka sudah berdiri di sampingku.

Aku menyerahkan sebilah pisau yang sedang kupegang dan dengan cepat dan rapi Yohanes memotong 1 sikat pisang yang akan kubawa ke gazebo.

"Terima kasih," kataku sambil lalu.

"Sama-sama," balas Yohanes namun pandangannya terus padaku.

"Iya?" tanyaku berpikir mungkin ada yang mau dia sampaikan.

"Ah, tidak apa-apa," jawabnya sambil tersenyum malu dan segera berjalan kembali ke gazebo.

Aku tertawa geli, entah apa maksud dari percakapan kecil kami tadi. Apakah dia sedang merayuku? Ampun deh, Rani! Masa seorang pemuda kekar dan tampan seperti Yohanes mau sama tante-tante tua kayak aku, sih?

Aku memandang lagi pisang yang dibawa oleh pak Yusuf dan Yohanes dan merasa agak ragu untuk memakannya karena tampilan buah itu yang tidak menggugah selera.

Tampilan luar pisang itu tidak mulus dan banyak bintik-bintik merah di kulitnya meski begitu akhirnya kumakan juga buahnya dan ketika di makan ternyata rasanya begitu enak dan manis tidak seperti pisang-pisang berkulit mulus tapi tawar rasanya yang sering dijual di supermarket di Jakarta. Pisang itu disebut pisang gapi merah. 

"Gimana rasa pisangnya? Kamu suka?" tanya Yohanes dengan penuh perhatian dan nada yang lembut meski suaranya begitu dalam dan berat. Pandangan matanya fokus pada mataku membuatku tersipu malu dan salah tingkah. Aku tidak pernah seperti ini pada siapapun apalagi pada seorang pemuda yang usianya sama dengan Adit.

"Iya, enak," jawabku singkat tidak ingin lagi berbicara panjang lebar karena rasa malu-ku.

Sementara itu, Adit dan sekeluarga di ajak pak Yusuf untuk pergi mengunjungi taman buahnya di sebuah pulau kecil yang hanya berjarak 10 menit perjalanan menggunakan perahu. Ajakan itu diterima dengan gembira oleh Adit dan Rosa. Aku bisa melihat semangat menyala di mata Adit, sudah lama aku tidak melihat dia bersemangat melakukan apapun sejak skandal politik pak Subroto, lagipula Adit sangat suka bercocok tanam jadi ajakan pak Yusuf benar-benar menggembirakan baginya.

Mereka juga mengajakku dan tante Marice tapi, kami berdua harus menolak. Tante Marice harus mempersiapkan bekal untuk di bawa John karena sore ini dia akan berlayar kembali ke Manado. Sedangkan aku hanya ingin beristirahat dirumah. Aku sangat lelah dan mengantuk karena tidak tidur tenang semalam, dan jujur saja, aku merasa agak tidak nyaman dengan Yohanes.

Entahlah, tidak nyaman sepertinya bukan kata-kata yang tepat. Ini pertama kalinya ada orang yang menaruh perhatian padaku, mungkin aku salah mengerti dengan sikap Yohanes tapi, sampai aku tahu perasaan apa ini aku pikir sebaiknya aku menjaga jarak dengannya. Entahlah, aku bingung.

Setelah sarapan pagi kami selesai, Adit dan Rosa pergi bersiap-siap sedangkan aku membantu Nining untuk mengganti baju dan mengepak baju renang dan mainan air yang akan dia bawa ke taman buah.

"Nining semalam tidur nyenyak, gak?" tanyaku pada Nining sembari memakaikan baju pantainya yang berwarna kuning cerah.

"Gak, semalam Nining ngobrol dengan teman baru, bi Ran," jawabnya dengan serius.

"Teman baru? Siapa?"

"Namanya David. Dia punya banyak teman tapi yang paling suka ngomong hanya si David aja."

"Cerewet dong si David," candaku.

Aku pikir Nining sudah selesai melewati masa teman khayalannya tahun lalu, ternyata hal itu muncul lagi di sini dengan nama baru: David.

Setelah selesai aku dan Nining turun ke ruang tamu dimana Adit dan Rosa sudah menunggu.

"Yakin gak mau ikut, mbak?" tanya Rosa. "Biasanya mbak Rani yang paling semangat kalau ke taman."

"Aku mau istirahat aja, Ros. Semalam aku gak bisa tidur, mimpi buruk."

"Mungkin kecapean kali ya, mbak. Aku juga semalam mimpi buruk banget sampe kebangun gemetaran! Kecapean kayaknya kita," cerita Rosa sebelum keluar rumah.

Aku mengikuti Adit dan Rosa menuju pantai yang ternyata sudah surut, menampilkan hamparan pasir putih yang berkilau diterpa sinat matahari. Yusuf dan Yohanes membantu Adit, Rosa dan Nining naik perahu mereka.

"Apa aku membuatmu tidak nyaman, Ran?" tanya Yohanes ketika semua orang sudah naik dan dia kembali ke daratan untuk melepaskan tali perahu yang diikat di palang.

Aku hanya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Pertanyaan Yohanes begitu terang-terangan dan menuntut kejujuran.

"Apa karena itu kamu gak mau ikut?" tanya Yohanes lagi.

"Gak kok, aku hanya capek aja, semalam aku gak bisa tidur karena mimpi buruk," jawabku akhirnya.

"Oke, mungkin lain kali, ya," katanya lagi dengan wajah kecewa sebelum menaiki perahunya dan mendayung pergi.

Orang itu membuatku bingung. Sebuah perasaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya perlahan mulai berdenyut dalam diriku. Oh, betapa konyolnya!

Tidak lama setelah rombongan Adit pergi, tante Marice juga pergi kali ini dengan berjalan kaki menyebrangi batu melengkung yang akses jalannya sudah terbuka. Perahunya di tinggal untuk tante Nona yang akan pulang sore nanti.

"Jangan lupa ibadah pra-natalnya nanti sore, ya! Jam 5 di gereja!" seru tante Marice sebelum dia menyebrangi batu melengkung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!