Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor

...🍁🍁🍁...

Jarak yang Ammar tempuh dari rumah menuju rumah sakit hanya butuh waktu setengah jam. Kini Ammar sudah sampai di tempat parkir rumah sakit. Setelah memarkirkan mobilnya, Ammar bergegas masuk ke dalam. Rumah sakit Pusat ini merupakan tempat ia memulai karir sebagai seorang Dokter Spesialis Kanker. Dengan cepat Ammar melangkahkan kakinya. Tanpa melihat ke sekitar, Ammar masih terus berjalan dengan cepat.

Tanpa Ammar sadari, sejak ia masuk ke rumah sakit ada seseorang yang memperhatikan dirinya dari jauh. Orang itu melihat Ammar yang sedang berjalan menuju ruangannya. Lalu orang itu pun mengikuti Ammar dari belakang. Setelah Ammar masuk ke ruangannya, Ammar keluar lagi dan terus berjalan menuju laboratorium.

Orang yang memperhatikan Ammar tadi masih terus mengikutinya sampai ruang labor. Setelah sampai di labor, Ammar meminta pada petugas labor untuk memeriksa darah yang ada di tisu tadi.

"Suster... tolong periksa darah yang ada di tisu ini. Tolong periksa dengan benar. Jangan sampai ada yang tertinggal." ujar Ammar yang baru datang lalu memberikan tisu berdarah itu pada seorang suster.

"Baik, Dokter." jawab Suster seraya mengambil sampel darah yang ada di tisu itu.

"Tolong berikan hasilnya secepat mungkin pada saya." ujar Ammar yang bicara terbata karena nafasnya tidak teratur.

"Baik, Dokter. Hasilnya akan keluar besok pagi karena darah di tisu ini sudah kering. Jadi akan sulit untuk memeriksanya." jawab Suster.

"Oke, tidak apa-apa. Hubungi saya kalau hasilnya sudah keluar. Saya butuh cepat hasil labor itu." ujar Ammar yang ingin berjalan keluar ruangan labor.

"Baik, Dokter." jawab Suster yang melihat Ammar berlalu keluar ruangan.

Ammar yang nafasnya masih belum teratur pun memilih untuk duduk. Namun saat ia ingin duduk, tiba-tiba ia terkejut saat seseorang yang ia kenali menepuk bahunya dari samping. Orang itu adalah orang yang mengikutinya sejak tadi.

"Ammar... kamu tidak apa-apa?"

"Astagfirullahalazim." ucap Ammar yang terkejut karena ada orang yang memegang bahunya.

"Kamu kenapa seperti orang yang ketakutan? Are you okey Am?" ujar orang itu lagi pada Ammar yang masih terkejut.

"Ya ampun, Dokter Ronald. Dokter mengagetkan saya saja. Saya kira siapa tadi." jawab Ammar yang berusaha tenang dan mengatur nafasnya.

Dokter Ronald... lebih panjangnya Dokter Ronald Armadanto. Seorang dokter spesialis kanker yang usianya satu tahun lebih tua dari Ammar. Dia adalah senior Ammar saat kuliah dulu. Mereka sangat dekat walaupun usia mereka yang berbeda. Mereka bersahabat sejak Ammar masuk semester empat. Saat itu Ammar mempunyai sebuah tugas kuliah dan tugas yang ia kerjakan itu sebelumnya juga pernah dikerjakan oleh Dokter Ronald.

Hal itu membuat Ammar sering bertanya tentang tugas pada Dokter Ronald dan membuat keduanya menjadi akrab. Suatu saat, Dokter Ronald sempat terpisah dengan Ammar karena lokasi koastnya yang berada di luar kota. Sedangkan Ammar masih menyelesaikan pendidikannya di Jakarta. Namun beberapa tahun kemudian, mereka kembali dipertemukan di RS ini sebagai rekan kerja. Sekilas tentang Dokter Ronald.

"Iya, ini saya. Bukan orang lain." jawab Dokter Ronald yang merasa heran melihat tingkah Ammar.

"Dokter sedang apa di sini?" tanya Ammar yang sudah mulai tenang dan melihat ke Dokter Ronald.

"Saya melihat kamu masuk dan berjalan ke sini. Saya kira ada yang urgent, makanya saya ikuti kamu. Kamu sedang apa di ruang labor?" ujar Dokter Ronald dan duduk di samping Ammar.

"Saya tidak apa-apa, Dok. Saya hanya ada perlu saja di ruangan ini. Ada sesuatu yang harus saya periksa." jawab Ammar yang duduk bersama Dokter Ronald.

"Apa yang ingin kamu periksa sampai kamu terlihat panik seperti tadi, Am?" tanya Dokter Ronald pada Ammar.

Sejak dekat dengan Ammar, Dokter Ronald memang memanggilnya dengan panggilan seperti itu. Ammar pun terdiam saat mendapat pertanyaan dari Dokter Ronald.

Apakah aku perlu menceritakan hal ini pada Dokter Ronald? Pada keluargaku saja aku belum menceritakan hal ini. Tapi ada baiknya aku cerita pada Dokter Ronald. Agar dia bisa membantuku untuk mencari solusi dari masalah ini. Gumam Ammar dalam hati.

"Hei, kenapa kamu diam? Saya sedang bicara sama kamu." ujar Dokter Ronald menyadarkan Ammar dengan menepuk pundaknya.

"Maaf Dokter, saya melamun." jawab Ammar yang tersadar dari lamunannya.

"Sepertinya sedang ada yang kamu pikirkan, Am. Cerita saja siapa tau saya bisa membantu kamu." ujar Dokter Ronald sambil menepuk bahu Ammar lagi.

Ammar pun menghela nafas saat mendengar perkataan Dokter Ronald. Ia tidak bisa lagi menahan sesak yang memenuhi hati dan kepalanya saat ini. Lalu...

"Saya menemukan tisu berdarah di kamar adik perempuan saya, dok. Sejak kemarin sikap adik saya itu banyak berubah. Dia tidak pernah telat bangun pagi, tapi kemarin dan hari ini, dia bangun telat lagi bahkan lewat dari jam biasanya. Dia sering melamun dan wajahnya sering pucat, mudah lelah dan lesu juga, Dok." jelas Ammar yang mengusap wajahnya karena merasa khawatir dengan Dhina.

"Lalu? Apa kamu sudah menanyakan hal itu padanya? Saya tau betul kamu, Am. Kamu sangat menyayangi adik perempuanmu itu. Pasti saat ini pikiran kamu sedang kacau dan khawatir." ujar Dokter Ronald yang berusaha menenangkan Ammar.

"Saya sudah coba bertanya, Dok. Tapi tetap saja, dia tidak mau jujur dengan saya ataupun masnya yang lain. Dia selalu bilang baik-baik saja. Tapi hati saya selalu menolak dengan apa yang dia katakan. Setelah menemukan tisu itu, saya langsung ke sini dan meminta Suster untuk memeriksanya. Hasilnya keluar besok, Dok. Jujur saya takut dan khawatir sekali dengan kondisi adik saya." tutur Ammar yang matanya sudah mulai berkaca-kaca.

"Kamu tenang saja, Am. Selama hasilnya belum keluar, kita masih bisa berdo'a agar tidak terjadi sesuatu yang serius pada adik kamu. Saya akan bantu kamu, Am. Kamu jangan khawatir." ujar Dokter Ronald yang berusaha menenangkan Ammar.

"Terima kasih, Dok. Setidaknya untuk saat ini pikiran saya sedikit lega. Saya harus mempersiapkan diri untuk menerima semua kemungkinan yang akan terjadi pada adik saya. Terima kasih sekali lagi, Dok. Sudah mau mendengarkan cerita saya." ujar Ammar yang meraih tangan Dokter Ronald.

"Kamu tidak perlu berterima kasih, Am. Kamu sudah saya anggap seperti adik saya sendiri. Saya senang bisa membantu kamu. Jadi jangan segan untuk bercerita pada saya." jawab Dokter Ronald yang menganggukan kepalanya dan dibalas anggukan oleh Ammar.

Setelah bercerita tentang perubahan sikap Dhina pada Dokter Ronald, kini Ammar sudah merasa lebih tenang. Ia tidak punya pilihan lain dan memilih menceritakan masalah yang sedang ia hadapi pada sahabatnya sendiri. Kini mereka berdua kembali ke rutinitas untuk memeriksa kondisi setiap pasien.

Sebagai seorang dokter, Ammar harus tetap profesional dalam menangani pasiennya. Walaupun pikirannya saat ini masih tertuju pada Dhina, tapi tanggung jawab dan tugas sebagai seorang dokter harus tetap ia jalani dengan baik dan benar. Semua ini demi menjaga reputasinya sebagai dokter.

***

Saat ini Sadha sedang melakukan meeting dengan para klien. Di ruangan meeting Sadha yang sedang memperhatikan presentasi dari klien tiba-tiba teringat kembali dengan adik perempuannya. Kondisi Dhina yang tidak baik membuat konsentrasi Sadha hilang. Sadha tetap melihat ke arah layar monitor tapi pikirannya melayang pada adik perempuannya yang saat ini sedang berada di rumah. Saat presentasi selesai, Sadha pun tidak menyadarinya, bahkan pada saat salah satu klien yang mulai bertanya pada Sadha terkait kesepakatan antara perusahaannya dan perusahaan klien itu.

"Bagaimana Pak Sadha, apakah ada yang belum jelas dari presentasi kami?" tanya seorang klien pada Sadha.

Sadha yang melamun pun tidak merespon sang klien.

"Pak Sadha... apakah ada yang ingin anda tanyakan pada kami terkait kesepakatan ini?" tanya ulang klien tadi pada Sadha dan ia masih tetap diam.

Melihat Sadha yang masih terdiam, membuat para klien menjadi heran. Lalu sekretaris Sadha yang duduk di sebelah Sadha, berusaha untuk menyadarkan bosnya itu dari lamunan.

"Pak Sadha... apakah anda baik-baik saja Pak?" tanya sekretaris Sadha yang menepuk bahunya dari belakang.

"Eh, iya. Saya baik-baik saja. Silakan lanjutkan presentasinya." jawab Sadha yang tersadar.

"Presentasinya sudah selesai dari tadi, Pak. Kini mereka sedang bertanya pada Pak Sadha." ujar sekretaris Sadha yang berbisik dan memberitahu bahwa presentasi telah selesai.

"Oh, iya. Saya minta maaf atas sikap saya tadi. Apa pertanyaannya bisa diulangi kembali?" jelas Sadha dan membuat semuanya jadi heran melihat sikap Sadha yang tidak seperti biasanya.

"Apakah ada yang ingin Pak Sadha tanyakan terkait kesepakatan kita ini?" tanya ulang klien tadi pada Sadha.

"Melihat presentasi dan proposal dari perusahaan kalian, rasanya saya tidak perlu mengajukan pertanyaan lagi. Saya menyetujui kesepakatan ini. Kalau begitu, selamat menjalankan proyek. Saya harap kita akan sama-sama untung dengan kesepakatan ini." ujar Sadha yang beranjak dan bersalaman dengan klien itu.

"Baik, terima kasih kembali Pak Sadha. Kami senang bisa bekerja sama dengan perusahaan ini." jawab klien itu sambil membalas salaman Sadha.

Meeting pun selesai. Lalu Sadha langsung beranjak dari duduknya dan keluar dari ruang meeting. Perempuan yang menjadi sekretaris Sadha, mengikutinya keluar ruangan dan berusaha untuk memanggilnya.

"Sadha, tunggu aku!" pekik seorang wanita sekaligus sekretaris Sadha dari arah ruang meeting dan berlari menghampirinya.

Sadha hanya melihat ke belakang saat wanita itu memanggilnya. Sadha pun mengacuhkan wanita itu lalu melanjutkan langkah menuju ruangannya.

Setelah sampai, Sadha langsung masuk dan duduk di kursinya sambil mengusap wajah dan kepalanya yang sedang memikirkan kondisi Dhina. Sekretaris Sadha pun terus mengikuti Sadha karena merasa heran dengan teman sekaligus atasannya itu.

"Sadha... kamu kenapa sih?" hardik wanita itu yang masuk ke ruangan Sadha.

"Kamu itu tidak punya sopan santun ya. Aku ini atasan kamu. Panggil Pak atau apalah yang lebih sopan. Formal sedikit kalau di kantor." ujar Sadha yang membenarkan posisi duduknya.

"Biasanya juga seperti ini. Hanya di saat tertentu saja aku memanggilmu dengan sebutan itu." jawab wanita itu lalu duduk di depan Sadha.

Sadha hanya diam saat wanita cantik itu duduk di depannya. Lalu...

"Kamu kenapa Sad? Dari tadi kamu diam terus. Kamu ada masalah ya? Tidak biasanya kamu seperti ini." ujar wanita cantik yang ada di depan Sadha.

"Ya ampun, Vanny. Kamu itu bisa diam tidak. Aku sedang malas berdebat sama kamu. Jangan berisik!" jawab Sadha pada wanita yang bernama Vanny itu.

Vanny... nama lengkapnya Vanny Dwiputri. Seorang wanita cantik, putih, tinggi dan juga pintar. Dia adalah teman Sadha saat kecil dan kini menjadi sekretaris Sadha di perusahaan tempat ia bekerja.

Vanny sempat terpisah dengan Sadha saat mereka lulus SMP karena Vanny harus ikut pindah dengan orang tuanya ke luar kota. Namun karena Vanny mendapat beasiswa kuliah yang sama dengan Sadha, membuat mereka berdua dipertemukan kembali. Awalnya Sadha tidak mengenali Vanny karena waktu SMP Vanny tidak cantik seperti sekarang.

Saat ini mereka mengakui hanya sebagai sahabat. Memang, tipe pria yang dingin seperti Sadha tidak mudah untuk dekat dengan seorang wanita. Saat ini hanya Vanny satu-satunya wanita yang dekat dengan Sadha. Sekilas tentang Vanny.

"Habisnya sikap kamu itu aneh. Saat meeting saja kamu masih bisa melamun. Untung saja klien kita tidak banyak protes, kalau tidak akan hancur meeting tadi karena lamunan kamu itu." ceroteh Vanny yang masih menyandarkan tubuhnya ke kursi kerja.

"Aku lagi banyak pikiran." jawab Sadha sembarang pada Vanny dan membuat Vanny merasa bingung.

"Banyak pikiran? Orang dingin seperti kamu ini bisa juga ya banyak pikiran. Aku pikir orang yang sifatnya dingin itu, tidak peduli dengan sekitarnya." ujar Vanny yang memainkan ponselnya.

"Jangan asal bicara kamu. Aku itu dingin hanya pada orang yang tidak dan baru aku kenal. Kalau sama keluarga, aku tidak dingin seperti itu." jawab Sadha yang jengah lalu beranjak dari duduknya.

"Kamu sedang ada masalah keluarga. Ada masalah apa Sad? Cerita saja, toh kita juga sudah bersahabat lama. Aku sering cerita ke kamu, kamu juga sering cerita ke aku. Tidak ada salahnya untuk saling berbagi cerita agar beban kita tidak berat." ujar Vanny yang ikut berdiri dan menghampiri Sadha.

"Aku belum bisa cerita sekarang, Van. Aku juga belum tau kepastian dari masalah yang sedang mengganggu pikiran ku ini. Sejak kemarin pikiranku memang sedikit kacau hingga tidur aku pun jadi tidak enak." jawab Sadha yang kembali mengusap kepalanya sendiri karena masih kepikiran dengan Dhina.

"Tidak apa-apa, aku mengerti. Aku do'akan agar masalahmu cepat selesai ya, Sad. Kalau butuh teman curhat, jangan segan untuk temui aku." ujar Vanny yang berusaha membuat Sadha tenang sambil meraih bahu Sadha.

"Terima kasih banyak, Van. Kamu memang sahabat baik aku dari kecil. Aku janji akan cerita, kalau masalahnya sudah selesai." jawab Sadha seraya meraih tangan Vanny yang ada di pundaknya dan membalikkan tubuhnya.

"Sama-sama, itu gunanya sahabat. Kalau begitu aku keluar ya. Aku ingin melanjutkan pekerjaan dan membuat laporan meeting tadi agar kamu bisa tanda tangan." ujar Vanny yang tersenyum pada Sadha.

"Oke... nanti kalau sudah selesai langsung berikan padaku ya." jawab Sadha sambil melepaskan genggaman tangannya pada Vanny.

"Siap, Bos." jawab Vanny sambil hormat dan berlalu pergi menuju tempatnya bekerja.

Setelah Vanny keluar dari ruangan Sadha, Vanny langsung melanjutkan pekerjaannya. Begitu pula dengan Sadha. Dengan pikiran yang masih kacau, membuat Sadha selalu hilang konsentrasi. Kasih sayang yang begitu besar pada sang adik perempuan satu-satunya, membuat dirinya selalu dirundung kecemasan yang tak terhingga. Sadha takut, adik perempuannya itu tiba-tiba jadi sakit ataupun ada hal lain. Apalagi dengan sifat Dhina yang tertutup, membuat Sadha semakin sulit untuk mengetahui sesuatu.

Setelah meeting tadi sebenarnya ia ingin menelpon Dhana yang sedang bersama Dhina di rumah saat ini. Tapi karena takut Dhana curiga, Sadha pun mengurungkan niatnya. Rasanya Sadha ingin cepat pulang, tapi ia harus profesional. Bagaimana pun juga Sadha baru saja naik jabatan beberapa hari yang lalu. Jadi ia harus mempertanggung jawabkan posisinya saat ini dan menyampingkan masalah pribadi saat berada di kantor.

.

.

.

.

.

Happy reading All❤️❤️❤️

Terpopuler

Comments

coni

coni

Dhina lihatlah kakak²mu udah pada khawatir, untung mas Ammar gercep😌😌😌

2021-05-01

0

Arthi Yuniar

Arthi Yuniar

Kasian Dhina semoga dia tidak menderita sakit parah

2021-04-13

0

Nofi Kahza

Nofi Kahza

ammar pinter deh langsung gercep gk nunggu lama lngsung bertindak..

amar n sadha bener2 dbuat frustasi krn memikirkan keadaan dhina. dhina kamu beruntung banget punya kakak2 cowok yg sangat sayang ma kamu🥰

2021-03-09

4

lihat semua
Episodes
1 Pengenalan Tokoh
2 Episode 1 ~ Cemberut Pagi
3 Episode 2 ~ Dhana Bad Mood
4 Episode 3 ~ Rencana Ibu
5 Episode 4 ~ Rencana Ibu (2)
6 Episode 5 ~ Prank untuk Para Mas
7 Episode 6 ~ On The Way Puncak
8 Episode 7 ~ Mulai Aneh
9 Episode 8 ~ Awal Kesedihan
10 Episode 9 ~ Kecurigaan Ammar
11 Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha
12 Episode 11 ~ Tisu Berdarah
13 Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor
14 Episode 13 ~ Kepanikan Dhana
15 Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina
16 Episode 15 ~ Emosi Tingkat Dewa
17 Episode 16 ~ Diagnosis Mengerikan
18 Episode 17 ~ Kecewa
19 Episode 18 ~ Kenyataan Pahit
20 Episode 19 ~ Adek itu Penerang Hidup Kita!
21 Episode 20 ~ Ingin Jagung Bakar
22 Episode 21 ~ Diganggu Preman
23 Episode 22 ~ Foundation
24 Episode 23 ~ Acara di Kantor Ayah
25 Episode 24 ~ Pertengkaran berakhir Fatal
26 Episode 25 ~ Masuk Rumah Sakit
27 Episode 26 ~ Kondisi Dhina
28 Episode 27 ~ Utang Penjelasan
29 Episode 28 ~ Terpukul
30 Episode 29 ~ Hilang
31 Episode 30 ~ Ikatan Bathin Dhana dan Dhina
32 Episode 31 ~ Minta Maaf
33 Episode 32 ~ Berjodoh?
34 Epidode 33 ~ Mimpi Buruk
35 Episode 34 ~ Boleh Pulang
36 Episode 35 ~ Ngungsi dan Curhat
37 Episode 36 ~ Memar Lagi
38 Episode 37 ~ Balas Dendam
39 Episode 38 ~ Tamu Pagi Hari
40 Episode 39 ~ Tamu Tak Diundang
41 Episode 40 ~ Mobil Merah Mencurigakan
42 Episode 41 ~ Selalu Kepikiran
43 Episode 42 ~ Makan Malam Bersama
44 Episode 43 ~ Kedatangan Vanny
45 Episode 44 ~ Berenang
46 Episode 45 ~ Tenggelam
47 Episode 46 ~ Incaran Pertama
48 Episode 47 ~ Teror Dimulai!!!
49 Episode 48 ~ Introgasi
50 Episode 49 ~ Sepemikiran
51 Episode 50 ~ Demam Tinggi
52 Episode 51 ~ Ibu Murka
53 Episode 52 ~ Kejutan
54 Episode 53 ~ Rasa Penasaran Imam
55 Episode 54 ~ Topeng Hantu
56 Episode 55 ~ Hari Bersejarah
57 Episode 56 ~ Mobil Merah Itu Lagi?
58 Episode 57 ~ Datang ke Rumah Ibel
59 Episode 58 ~ Mengungkapkan Perasaan
60 Episode 59 ~ Berangkat Keluar Kota
61 Episode 60 ~ Rahasia Masa Lalu
62 Episode 61 ~ Air Mata Kesedihan
63 Episode 62 ~ Jatuh Korban Lagi
64 Episode 63 ~ Mengetahui sesuatu
65 Episode 64 ~ Musuh Dalam Selimut
66 Episode 65 ~ Masa Lalu Terbongkar
67 Episode 66 ~ Kemoterapi
68 Episode 67 ~ Kembali ke Jakarta
69 Episode 68 ~ Kekesalan Imam
70 Episode 69 ~ Mencari Tau
71 Episode 70 ~ Harus Merelakan Mahkota Hitam
72 Episode 71 ~ Botak Bersama
73 Episode 72 ~ Kembali ke Cafe itu
74 Episode 73 ~ Rekaman CCTV
75 Episode 74 ~ Muntah-muntah
76 Episode 75 ~ Karyawati Baru
77 Episode 76 ~ Barang Bukti
78 Episode 77 ~ Hari Ulang Tahun Ayah
79 Episode 78 ~ Orang Asing
80 Episode 79 ~ Merubah Rencana
81 Episode 80 ~ Gelisah
82 Episode 81 ~ Kebakaran Besar
83 Episode 82 ~ Usaha Penyelamatan
84 Episode 83 ~ Bertanggung Jawab
85 Episode 84 ~ Niat Busuk Mira Sebenarnya
86 Episode 85 ~ Trauma dan Syok
87 Episode 86 ~ Mata Sembap
88 Episode 87 ~ Penyelidikan
89 Episode 88 ~ Keraguan Hati Rezky
90 Episode 89 ~ Jalan Menuju Kebenaran
91 Episode 90 ~ Obat Asing
92 Episode 91 ~ Kecelakaan Maut
93 Episode 92 ~ Kebenaran Dugaan Uci
94 Episode 93 ~ Stadium Tiga
95 Episode 94 ~ Hari Yang Melelahkan
96 Episode 95 ~ Jalan-jalan di Mall
97 Episode 96 ~ Rakha???
98 Episode 97 ~ Janji Dhina
99 Episode 98 ~ Dihadang Komplotan Begal
100 Episode 99 ~ Permintaan Dhina
101 Episode 100 ~ Silsilah Keluarga
102 Episode 101 ~ Melepas Rindu
103 Episode 102 ~ Tidak Ingin Menjadi Penghalang
104 Episode 103 ~ Phobia Kata Mati
105 Episode 104 ~ Semakin Sakit
106 Episode 105 ~ Perihal Jam Tangan
107 Episode 106 ~ Rezky Masih Hidup???
108 Episode 107 ~ Kebenaran Sesungguhnya
109 Episode 108 ~ Tidak Tega
110 Episode 109 ~ Dua Kemungkinan Buruk
111 Episode 110 ~ Menuruti Permintaan Dhina
112 Episode 111 ~ Kuatkan lah Adikku...
113 Episode 112 ~ Harus Kuat dan Tegar
114 Episode 113 ~ Bertemu Kakek dan Nenek
115 Episode 114 ~ Racauan Saudara Kembar
116 Episode 115 ~ Komunikasi Bathin
117 Episode 116 ~ Setitik Kebahagiaan
118 Episode 117 ~ Penyesalan Rezky
119 Episode 118 ~ Ide Konyol Dhana
120 Episode 119 ~ Hasil Tes Laboratorium
121 Visual
122 Episode 120 ~ Salam Dari Surga Untuk Mas
123 Episode 121 ~ Misteri Wanita Pincang
124 Episode 122 ~ Meminta Bantuan
125 Episode 123 ~ Ketakutan Ayah
126 Episode 124 ~ Perasaan Ibel Tidak Enak
127 Episode 125 ~ Si Kembar Sakit Berjama'ah
128 Episode 126 ~ Tes Mendadak
129 Episode 127 ~ Rasa itu Telah Hilang
130 Episode 128 ~ Aku Mencintaimu, Dhina...
131 Episode 129 ~ Kabar Baik Dibalik Air Mata
132 Episode 130 ~ Operasi Sumsum Tulang
133 Episode 131 ~ Rasa Syukur Tak Terhingga
134 Episode 132 ~ Teringat Janji Mas Ammar
135 Episode 133 ~ Kebahagiaan Ibel
136 Episode 134 ~ Aksi Penembakan Keji
137 Episode 135 ~ Rasa Yang Datang Terlambat
138 Episode 136 ~ Diantar Kakak Misterius
139 Episode 137 ~ Surat Rumah Sakit
140 Episode 138 ~ Masih Menjadi Teka-Teki
141 Episode 139 ~ Acara Reuni Kampus
142 Episode 140 ~ Aksi Brutal Pria Hitam
143 Episode 141 ~ Pengakuan Pilu Rezky
144 Episode 142 ~ Berusaha Menjelaskan
145 Episode 143 ~ Mereka Butuh Waktu, Dek...
146 Episode 144 ~ Berusaha Membuang Ego
147 Episode 145 ~ Rumah Itu Menyeramkan
148 Episode 146 ~ Disekap Wanita Pincang
149 Episode 147 ~ Mira Telah Kembali
150 Episode 148 ~ Kegilaan Mira
151 Episode 149 ~ Situasi Yang Sulit
152 Episode 150 ~ Kehendak Tuhan
153 Episode 151 ~ Selamat Jalan Kak Rezky...
154 Episode 152 ~ Kenangan Manis
155 Episode 153 ~ Tetap Waspada
156 Episode 154 ~ Dijodohkan???
157 Episode 155 ~ Mati Satu Tumbuh Seribu
158 Episode 156 ~ Bisa Merasakan
159 Episode 157 ~ Malam Pengajian
160 Episode 158 ~ Cara Yang Tak Sama
161 Episode 159 ~ Bucin
162 Episode 160 ~ Pasrah Tapi Penasaran
163 Episode 161 ~ First Kiss
164 Episode 162 ~ Baru Menyadari
165 Episode 163 ~ Balapan
166 Episode 164 ~ Si Kembar Dalam Bahaya
167 Episode 165 ~ Selamat Dari Maut
168 Episode 166 ~ Masalah Lama
169 Episode 167 ~ Berita Bahagia
170 Episode 168 ~ Isi Hati Adik Perempuan
171 Episode 169 ~ Hadiah Kecil Untuk Dhina
172 Episode 170 ~ Labil
173 Episode 171 ~ Tindakan Ayah
174 Episode 172 ~ Pengakuan Preman Sialan
175 Episode 173 ~ Belanja Bulanan
176 Episode 174 ~ Kasih Sayang Kakak Ipar
177 Episode 175 ~ Komplikasi
178 Episode 176 ~ Adikku Sayang Adikku Malang
179 Episode 177 ~ Perang Bathin
180 Episode 178 ~ Terpaksa Berbohong
181 Episode 179 ~ Cuci Darah
182 Episode 180 ~ Dasar Mesum
183 Episode 181 ~ Berbohong Lagi
184 Episode 182 ~ Seperti Fast And Furious
185 Episode 183 ~ Bukan Peduli
186 Episode 184 ~ Botol Minum
187 Episode 185 ~ Menceritakan Kronologi
188 Episode 186 ~ Hinaan Yang Kejam
189 Episode 187 ~ Hukuman Tetap Berlaku
190 Episode 188 ~ Tidak Ingin Mengorbankan
191 Episode 189 ~ Air Mata Si Kembar
192 Episode 190 ~ Su'udzon Pada Si Kembar
193 Episode 191 ~ Firasat Mulai Muncul
194 Episode 192 ~ Terhalang Restu
195 Episode 193 ~ Mengantar Undangan
196 Episode 194 ~ Siksaan Penjara
197 Episode 195 ~ Mengunjungi Mira
198 Episode 196 ~ Jambret Nakal
199 Episode 197 ~ Bertemu Umi
200 Episode 198 ~ Tangis Jatuh Ke Dalam
201 Episode 199 ~ Firasat Buruk Umi
202 Episode 200 ~ Tanda-Tanda
203 Episode 201 ~ Hari Persiapan
204 Episode 202 ~ Kenangan Masa Kecil
205 Episode 203 ~ Firasat Paman dan Bibi
206 Episode 204 ~ Diam-Diam Cinta
207 Episode 205 ~ Firasat Dhana
208 Episode 206 ~ Dua Amplop Putih
209 Episode 207 ~ Pagi Yang Sibuk
210 Episode 208 ~ Akad Nikah
211 Episode 209 ~ Menjelang Resepsi
212 Episode 210 ~ Menunggu Kabar
213 Episode 211 ~ Tangis Pilu Keluarga
214 Episode 212 ~ Permintaan Terakhir Adek
215 Episode 213 ~ Tuhan Lebih Sayang Adek
216 Episode 214 ~ Bahagia Berselimut Duka
217 Episode 215 ~ Untuk Yang Terakhir Kali
218 Episode 216 ~ Tenanglah Di Sana, Sayang...
219 Episode 217 ~ Surat Terakhir Adek
220 Episode 218 ~ Permintaan Maaf Mira
221 Episode 219 ~ Salam Perpisahan
222 Surat Cinta Author dan Dhina
223 Boneps 1 ~ Serupa Tapi Tak Sama
224 Boneps 2 ~ Antara Kasihan dan Cinta
225 Boneps 3 ~ Masih Terbalut Duka
226 Boneps 4 ~ Bukan Halusinasi
227 Boneps 5 ~ Cerita Pilu Seorang Mala
228 Boneps 6 ~ Menantikan Jawaban
229 Boneps 7 ~ Penerang itu Seakan Kembali
230 Boneps 8 ~ Berbeda Dunia
231 Boneps 9 ~ Harus Benar-benar Pergi
232 Boneps 10 ~ Selamat Tinggal (Ending)
233 Pengumuman Novel Baru
234 Pemberitahuan Novel Sekuel
235 Novel Sekuel Sudah Rilis
Episodes

Updated 235 Episodes

1
Pengenalan Tokoh
2
Episode 1 ~ Cemberut Pagi
3
Episode 2 ~ Dhana Bad Mood
4
Episode 3 ~ Rencana Ibu
5
Episode 4 ~ Rencana Ibu (2)
6
Episode 5 ~ Prank untuk Para Mas
7
Episode 6 ~ On The Way Puncak
8
Episode 7 ~ Mulai Aneh
9
Episode 8 ~ Awal Kesedihan
10
Episode 9 ~ Kecurigaan Ammar
11
Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha
12
Episode 11 ~ Tisu Berdarah
13
Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor
14
Episode 13 ~ Kepanikan Dhana
15
Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina
16
Episode 15 ~ Emosi Tingkat Dewa
17
Episode 16 ~ Diagnosis Mengerikan
18
Episode 17 ~ Kecewa
19
Episode 18 ~ Kenyataan Pahit
20
Episode 19 ~ Adek itu Penerang Hidup Kita!
21
Episode 20 ~ Ingin Jagung Bakar
22
Episode 21 ~ Diganggu Preman
23
Episode 22 ~ Foundation
24
Episode 23 ~ Acara di Kantor Ayah
25
Episode 24 ~ Pertengkaran berakhir Fatal
26
Episode 25 ~ Masuk Rumah Sakit
27
Episode 26 ~ Kondisi Dhina
28
Episode 27 ~ Utang Penjelasan
29
Episode 28 ~ Terpukul
30
Episode 29 ~ Hilang
31
Episode 30 ~ Ikatan Bathin Dhana dan Dhina
32
Episode 31 ~ Minta Maaf
33
Episode 32 ~ Berjodoh?
34
Epidode 33 ~ Mimpi Buruk
35
Episode 34 ~ Boleh Pulang
36
Episode 35 ~ Ngungsi dan Curhat
37
Episode 36 ~ Memar Lagi
38
Episode 37 ~ Balas Dendam
39
Episode 38 ~ Tamu Pagi Hari
40
Episode 39 ~ Tamu Tak Diundang
41
Episode 40 ~ Mobil Merah Mencurigakan
42
Episode 41 ~ Selalu Kepikiran
43
Episode 42 ~ Makan Malam Bersama
44
Episode 43 ~ Kedatangan Vanny
45
Episode 44 ~ Berenang
46
Episode 45 ~ Tenggelam
47
Episode 46 ~ Incaran Pertama
48
Episode 47 ~ Teror Dimulai!!!
49
Episode 48 ~ Introgasi
50
Episode 49 ~ Sepemikiran
51
Episode 50 ~ Demam Tinggi
52
Episode 51 ~ Ibu Murka
53
Episode 52 ~ Kejutan
54
Episode 53 ~ Rasa Penasaran Imam
55
Episode 54 ~ Topeng Hantu
56
Episode 55 ~ Hari Bersejarah
57
Episode 56 ~ Mobil Merah Itu Lagi?
58
Episode 57 ~ Datang ke Rumah Ibel
59
Episode 58 ~ Mengungkapkan Perasaan
60
Episode 59 ~ Berangkat Keluar Kota
61
Episode 60 ~ Rahasia Masa Lalu
62
Episode 61 ~ Air Mata Kesedihan
63
Episode 62 ~ Jatuh Korban Lagi
64
Episode 63 ~ Mengetahui sesuatu
65
Episode 64 ~ Musuh Dalam Selimut
66
Episode 65 ~ Masa Lalu Terbongkar
67
Episode 66 ~ Kemoterapi
68
Episode 67 ~ Kembali ke Jakarta
69
Episode 68 ~ Kekesalan Imam
70
Episode 69 ~ Mencari Tau
71
Episode 70 ~ Harus Merelakan Mahkota Hitam
72
Episode 71 ~ Botak Bersama
73
Episode 72 ~ Kembali ke Cafe itu
74
Episode 73 ~ Rekaman CCTV
75
Episode 74 ~ Muntah-muntah
76
Episode 75 ~ Karyawati Baru
77
Episode 76 ~ Barang Bukti
78
Episode 77 ~ Hari Ulang Tahun Ayah
79
Episode 78 ~ Orang Asing
80
Episode 79 ~ Merubah Rencana
81
Episode 80 ~ Gelisah
82
Episode 81 ~ Kebakaran Besar
83
Episode 82 ~ Usaha Penyelamatan
84
Episode 83 ~ Bertanggung Jawab
85
Episode 84 ~ Niat Busuk Mira Sebenarnya
86
Episode 85 ~ Trauma dan Syok
87
Episode 86 ~ Mata Sembap
88
Episode 87 ~ Penyelidikan
89
Episode 88 ~ Keraguan Hati Rezky
90
Episode 89 ~ Jalan Menuju Kebenaran
91
Episode 90 ~ Obat Asing
92
Episode 91 ~ Kecelakaan Maut
93
Episode 92 ~ Kebenaran Dugaan Uci
94
Episode 93 ~ Stadium Tiga
95
Episode 94 ~ Hari Yang Melelahkan
96
Episode 95 ~ Jalan-jalan di Mall
97
Episode 96 ~ Rakha???
98
Episode 97 ~ Janji Dhina
99
Episode 98 ~ Dihadang Komplotan Begal
100
Episode 99 ~ Permintaan Dhina
101
Episode 100 ~ Silsilah Keluarga
102
Episode 101 ~ Melepas Rindu
103
Episode 102 ~ Tidak Ingin Menjadi Penghalang
104
Episode 103 ~ Phobia Kata Mati
105
Episode 104 ~ Semakin Sakit
106
Episode 105 ~ Perihal Jam Tangan
107
Episode 106 ~ Rezky Masih Hidup???
108
Episode 107 ~ Kebenaran Sesungguhnya
109
Episode 108 ~ Tidak Tega
110
Episode 109 ~ Dua Kemungkinan Buruk
111
Episode 110 ~ Menuruti Permintaan Dhina
112
Episode 111 ~ Kuatkan lah Adikku...
113
Episode 112 ~ Harus Kuat dan Tegar
114
Episode 113 ~ Bertemu Kakek dan Nenek
115
Episode 114 ~ Racauan Saudara Kembar
116
Episode 115 ~ Komunikasi Bathin
117
Episode 116 ~ Setitik Kebahagiaan
118
Episode 117 ~ Penyesalan Rezky
119
Episode 118 ~ Ide Konyol Dhana
120
Episode 119 ~ Hasil Tes Laboratorium
121
Visual
122
Episode 120 ~ Salam Dari Surga Untuk Mas
123
Episode 121 ~ Misteri Wanita Pincang
124
Episode 122 ~ Meminta Bantuan
125
Episode 123 ~ Ketakutan Ayah
126
Episode 124 ~ Perasaan Ibel Tidak Enak
127
Episode 125 ~ Si Kembar Sakit Berjama'ah
128
Episode 126 ~ Tes Mendadak
129
Episode 127 ~ Rasa itu Telah Hilang
130
Episode 128 ~ Aku Mencintaimu, Dhina...
131
Episode 129 ~ Kabar Baik Dibalik Air Mata
132
Episode 130 ~ Operasi Sumsum Tulang
133
Episode 131 ~ Rasa Syukur Tak Terhingga
134
Episode 132 ~ Teringat Janji Mas Ammar
135
Episode 133 ~ Kebahagiaan Ibel
136
Episode 134 ~ Aksi Penembakan Keji
137
Episode 135 ~ Rasa Yang Datang Terlambat
138
Episode 136 ~ Diantar Kakak Misterius
139
Episode 137 ~ Surat Rumah Sakit
140
Episode 138 ~ Masih Menjadi Teka-Teki
141
Episode 139 ~ Acara Reuni Kampus
142
Episode 140 ~ Aksi Brutal Pria Hitam
143
Episode 141 ~ Pengakuan Pilu Rezky
144
Episode 142 ~ Berusaha Menjelaskan
145
Episode 143 ~ Mereka Butuh Waktu, Dek...
146
Episode 144 ~ Berusaha Membuang Ego
147
Episode 145 ~ Rumah Itu Menyeramkan
148
Episode 146 ~ Disekap Wanita Pincang
149
Episode 147 ~ Mira Telah Kembali
150
Episode 148 ~ Kegilaan Mira
151
Episode 149 ~ Situasi Yang Sulit
152
Episode 150 ~ Kehendak Tuhan
153
Episode 151 ~ Selamat Jalan Kak Rezky...
154
Episode 152 ~ Kenangan Manis
155
Episode 153 ~ Tetap Waspada
156
Episode 154 ~ Dijodohkan???
157
Episode 155 ~ Mati Satu Tumbuh Seribu
158
Episode 156 ~ Bisa Merasakan
159
Episode 157 ~ Malam Pengajian
160
Episode 158 ~ Cara Yang Tak Sama
161
Episode 159 ~ Bucin
162
Episode 160 ~ Pasrah Tapi Penasaran
163
Episode 161 ~ First Kiss
164
Episode 162 ~ Baru Menyadari
165
Episode 163 ~ Balapan
166
Episode 164 ~ Si Kembar Dalam Bahaya
167
Episode 165 ~ Selamat Dari Maut
168
Episode 166 ~ Masalah Lama
169
Episode 167 ~ Berita Bahagia
170
Episode 168 ~ Isi Hati Adik Perempuan
171
Episode 169 ~ Hadiah Kecil Untuk Dhina
172
Episode 170 ~ Labil
173
Episode 171 ~ Tindakan Ayah
174
Episode 172 ~ Pengakuan Preman Sialan
175
Episode 173 ~ Belanja Bulanan
176
Episode 174 ~ Kasih Sayang Kakak Ipar
177
Episode 175 ~ Komplikasi
178
Episode 176 ~ Adikku Sayang Adikku Malang
179
Episode 177 ~ Perang Bathin
180
Episode 178 ~ Terpaksa Berbohong
181
Episode 179 ~ Cuci Darah
182
Episode 180 ~ Dasar Mesum
183
Episode 181 ~ Berbohong Lagi
184
Episode 182 ~ Seperti Fast And Furious
185
Episode 183 ~ Bukan Peduli
186
Episode 184 ~ Botol Minum
187
Episode 185 ~ Menceritakan Kronologi
188
Episode 186 ~ Hinaan Yang Kejam
189
Episode 187 ~ Hukuman Tetap Berlaku
190
Episode 188 ~ Tidak Ingin Mengorbankan
191
Episode 189 ~ Air Mata Si Kembar
192
Episode 190 ~ Su'udzon Pada Si Kembar
193
Episode 191 ~ Firasat Mulai Muncul
194
Episode 192 ~ Terhalang Restu
195
Episode 193 ~ Mengantar Undangan
196
Episode 194 ~ Siksaan Penjara
197
Episode 195 ~ Mengunjungi Mira
198
Episode 196 ~ Jambret Nakal
199
Episode 197 ~ Bertemu Umi
200
Episode 198 ~ Tangis Jatuh Ke Dalam
201
Episode 199 ~ Firasat Buruk Umi
202
Episode 200 ~ Tanda-Tanda
203
Episode 201 ~ Hari Persiapan
204
Episode 202 ~ Kenangan Masa Kecil
205
Episode 203 ~ Firasat Paman dan Bibi
206
Episode 204 ~ Diam-Diam Cinta
207
Episode 205 ~ Firasat Dhana
208
Episode 206 ~ Dua Amplop Putih
209
Episode 207 ~ Pagi Yang Sibuk
210
Episode 208 ~ Akad Nikah
211
Episode 209 ~ Menjelang Resepsi
212
Episode 210 ~ Menunggu Kabar
213
Episode 211 ~ Tangis Pilu Keluarga
214
Episode 212 ~ Permintaan Terakhir Adek
215
Episode 213 ~ Tuhan Lebih Sayang Adek
216
Episode 214 ~ Bahagia Berselimut Duka
217
Episode 215 ~ Untuk Yang Terakhir Kali
218
Episode 216 ~ Tenanglah Di Sana, Sayang...
219
Episode 217 ~ Surat Terakhir Adek
220
Episode 218 ~ Permintaan Maaf Mira
221
Episode 219 ~ Salam Perpisahan
222
Surat Cinta Author dan Dhina
223
Boneps 1 ~ Serupa Tapi Tak Sama
224
Boneps 2 ~ Antara Kasihan dan Cinta
225
Boneps 3 ~ Masih Terbalut Duka
226
Boneps 4 ~ Bukan Halusinasi
227
Boneps 5 ~ Cerita Pilu Seorang Mala
228
Boneps 6 ~ Menantikan Jawaban
229
Boneps 7 ~ Penerang itu Seakan Kembali
230
Boneps 8 ~ Berbeda Dunia
231
Boneps 9 ~ Harus Benar-benar Pergi
232
Boneps 10 ~ Selamat Tinggal (Ending)
233
Pengumuman Novel Baru
234
Pemberitahuan Novel Sekuel
235
Novel Sekuel Sudah Rilis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!