Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina

...🍁🍁🍁...

Dhana dan Dhina sudah berada di kamar masing-masing. Tapi tidak ada di antara mereka yang tertidur di dalam sana. Sejak masuk ke kamar, Dhana masih saja memikirkan kejadian tadi pagi. Kejadian Dhina pingsan tadi tidak bisa hilang di kepalanya. Sedangkan Dhina masih asyik bermain ponsel dan chatting dengan seseorang.

Dunia chatting :

"Aku kangen sekali sama kamu, Dhina." ucap orang yang sedang chatting dengan Dhina.

"Aku juga. Kamu di mana sekarang?" tanya Dhina pada orang itu sambil tersenyum.

"Aku di Jakarta. Maaf ya tidak memberi kamu kabar." jawab orang itu.

"Apa? Kamu di Jakarta? Sedang apa?" tanya Dhina dengan bersemangat pada orang itu.

"Aku mendapat panggilan kerja di sini, makanya aku ke Jakarta. Sudah dua hari tapi aku lupa memberitahu kamu." jelas orang itu dan membuat Dhina sedikit kesal.

"Dasar ya kamu! Jahat sekali. Kita sering chatting, tapi masih bisa lupa memberitahu aku." ujar Dhina dengan nada ketus.

"Iya, iya maaf. Bagaimana kalau kita quality time? Kita sudah lama juga tidak mengobrol manja, bukan?" ujar orang itu dan membuat Dhina bersemangat.

"Boleh juga. Sore ini saja kita bertemu. Lagi pula aku bosan di rumah seharian. Nanti aku share lokasinya. Bagaimana?" ujar Dhina yang antusias.

"Oke. Aku tunggu ya. Sampai bertemu nanti sore, Sayangku." jawab orang itu.

Chating mereka pun berakhir setelah Dhina share lokasi pertemuan mereka nanti.

Dhina sangat senang mendapat kabar kalau orang itu sekarang ada di Jakarta. Ia akan bertemu dengan orang itu nanti sore. Dhina pun tidak jadi tidur dan malah beranjak dari kamarnya karena semangat ingin bertemu orang itu. Lalu ia turun ke lantai bawah untuk menunggu waktu itu tiba.

***

Hari pun semakin siang, siang menjelang sore. Kini Ammar sudah pulang dari rumah sakit karena jam dinasnya sudah selesai. Ammar langsung masuk ke dalam rumah dengan wajah yang tidak bersemangat. Ekspresinya kali ini menggambarkan rasa khawatir yang begitu besar terhadap adik perempuannya. Dhina yang melihat Ammar baru masuk rumah pun menghampirinya.

"Assalamualaikum, Mas." ucap Dhina sambil menyalami mas sulungnya itu.

"Wa'alaikumsalam, Dek. Adek mengagetkan Mas saja." jawab Ammar yang berjalan sambil melamun dan membalas salaman Dhina.

"Bukan Adek yang mengagetkan Mas, tapi Mas Ammar yang melamun. Kenapa Mas? Mas ada masalah." ujar Dhina yang bertanya pada Ammar.

*I*ya, Dek. Mas kepikiran dengan tisu berdarah yang ada di kamar Adek. Ingin rasanya Mas menanyakan itu pada Adek. Tapi Mas yakin, Adek tidak akan jujur. Gumam Ammar dalam hati.

"Mas... Mas Ammar... Mas." sapa Dhina yang melambaikan tangannya di depan wajah mas sulungnya itu.

Tidak ada respon dari Ammar dan membuat Dhina jengah.

"Mas..." pekik Dhina yang menepuk bahu Ammar sambil meloncat karena lambaian tangannya pun tidak mampu menyadarkan Ammar.

"Iya Dek. Mas melamun lagi, maaf ya. Mungkin karena Mas banyak pekerjaan di rumah sakit, makanya sekarang lelah sekali. Mas ke atas dulu ya." ujar Ammar seraya mengusap kepala Dhina dan berlalu pergi.

Melihat sikap Ammar yang cukup aneh membuat Dhina merasa heran. Biasanya Ammar selalu pulang dengan ceria dan semangat. Tapi kali ini, Ammar berbeda sekali. Pikiran Ammar masih berada di ruangan labor saat ia hendak memberikan tisu berdarah itu pada suster. Ammar memilih masuk ke kamarnya untuk mandi dan istirahat sebentar. Sedangkan Dhina yang melihat jam pun langsung berlari ke kamarnya untuk siap-siap.

***

Tidak lama kemudian, Ammar pun keluar lagi dari kamarnya. Berniat ingin ke bawah dan mengambil minuman segar yang ada di dalam kulkas. Saat Ammar keluar, secara bersamaan Dhana juga keluar dari kamarnya.

"Mas Ammar sudah pulang?" sapa Dhana yang menghampiri dan menyalami mas sulungnya itu.

"Sudah, Dhana. Mas baru selesai mandi, mau ke bawah ambil minum." jawab Ammar sambil membalas salaman adik kembar lelakinya itu.

"Dhana juga mau ke bawah karena tiba-tiba lapar, Mas." ujar Dhana yang tertawa seraya melihat ke arah Ammar.

"Kamu ini sama saja dengan Adek, hobinya makan. Ya sudah, ayo ke bawah." jawab Ammar seraya mengacak rambut Dhana.

"Namanya juga kembar. Ayo, Mas." ujar Dhana yang tertawa dan bersemangat mengajak Ammar ke bawah.

Saat berjalan ke lantai bawah, Dhana ingin memberitahu mas sulungnya itu tentang kejadian tadi. Tapi karena sudah terlanjur janji pada Dhina, mau tidak mau Dhana harus menepati janji itu.

Apa aku beritahu Mas Ammar saja ya tentang Adek pingsan tadi? Tapi aku sudah terlanjur janji sama Adek. Salah sendiri sih terlalu tidak tega sama bocah itu. Gumam Dhana dalam hati .

Sedangkan Ammar, sebenarnya ia juga ingin memberitahu Dhana ataupun Sadha tentang tisu yang ia temukan tadi. Tapi karena hasil dari pemeriksaan tisu itu belum keluar. Jadi Ammar pun kembali mengurungkan niatnya sampai hasilnya keluar besok pagi.

Ingin sekali aku cerita pada Dhana atau pun Sadha. Tapi lebih baik aku lihat dulu hasilnya besok, baru setelah aku memberitahu semuanya. Kalau aku kasih tau sekarang, ternyata itu bukan tisu Adek. Bisa kacau. Gumam Ammar dalam hati.

Saat mereka berdua berjalan menuruni tangga dan sibuk dengan isi pikiran masing-masing. Tiba-tiba dari arah belakang Dhina datang dan mengagetkan keduanya.

"Lagi pada memikirkan apa sih?" ujar Dhina yang mengagetkan kedua masnya itu.

"Ya ampun, Dek. Untung tidak langsung loncat ke bawah. Memang usilnya tidak hilang ya nih anak." jawab Ammar yang menjewer telinga Dhina karena usil.

"Ampun Mas, ampun... Adek minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi, please." ujar Dhina sambil memohon pada Ammar.

"Sekarang minta maaf, nanti usil lagi. Jewer saja Mas." timpal Dhana yang tertawa sambil mengompori mas sulungnya itu.

"Mas Dhana kompor gas sekali sih. Ampun Mas, lepas ya. Adek sedang buru-buru nih." jawab Dhina pada Dhana dan membuat Ammar melepaskan tangannya.

"Buru-buru? Adek mau ke mana?" tanya Ammar yang menarik tangan Dhina agar cepat sampai di lantai bawah.

"Adek mau ketemu Uci, Mas. Dia ada di Jakarta sekarang. Adek sudah janjian sama dia." jawab Dhina yang ternyata ingin bertemu dengan Uci.

Uci... nama lengkapnya Uci Dwi Anggraini. Seorang wanita cantik, putih, pintar, namun sedikit pemalu adalah sahabat dekat Dhina sejak awal masuk kampus. Mereka bertemu saat pendaftaran ulang dan wawancara beasiswa yang sama saat itu. Merasa cocok, mereka pun berteman. Tanpa di sadari, persahabatan mereka menjadi semakin dekat. Karena sering bersama, jurusan yang sama, satu kelas yang sama, konsentrasi yang sama, asrama yang sama, bahkan setelah masa asrama habis mereka pun mengontrak bersama.

Mereka sering dipanggil Upin dan Ipin oleh teman yang lain karena melakukan apapun selalu berdua dan pergi kemana pun selalu berdua. Uci anak kedua di dalam keluarganya. Ia mempunyai seorang kakak laki-laki dan satu adik perempuan. Sekilas tentang uci.

"Adek pergi sama siapa? Janji di mana?" tanya Ammar yang menatap ke arah Dhina.

"Adek naik taksi online saja. Adek pergi dulu ya Mas. Assalamualaikum." jawab Dhina yang buru-buru namun dicegah oleh Dhana.

"Adek pergi sendiri? Lebih baik Mas antar ya. Nanti kalau pulangnya malam bagaimana?" ujar Dhana yang mengetahui kondisi Dhina saat ini.

"Tidak usah, Mas. Adek sendiri saja ya." jawab Dhina seraya meraih tangan Dhana yang memegang tangannya.

"Tapi, Dek..."

"Biar Mas yang antar! Jangan menolak dan jangan bandel! Mas kebetulan sudah mandi, tunggu sebentar Mas ambil jaket dulu." titah Ammar dengan tegas pada Dhina.

Dhina pun hanya diam dan tidak berani menjawab perkataan Ammar lagi. Dhina sangat tau kalau Ammar sudah bicara seperti itu, maka tidak ada yang boleh membantahnya.

Untung ada Mas Ammar. Khawatir juga kalau membiarkan anak ini pergi sendiri. Apalagi setelah pingsan. Gumam Dhana dalam hati.

"Sudahlah, Dek. Ikuti saja kata Mas Ammar. Mas Ammar seperti itu karena hari sudah sore, nanti kalau pulangnya malam bagaimana?" ujar Dhana yang berusaha menenangkan Dhina.

Dhina hanya diam mendengar perkataan Dhana. Lalu...

"Lagi pula tadi Adek habis pingsan. Adek lupa ya? Nanti kalau tiba-tiba pingsan lagi bagaimana?" ujar Dhana yang berbisik di telinga Dhina.

Dhina yang tadinya diam langsung mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Dhana.

"Iya, ya Mas. Adek lupa." jawab Dhina yang mengangkat kepalanya dan menatap Dhana.

"Tadi Mas sempat menawarkan diri, karena itu. Tapi Adek tidak peka. Jadinya Mas Ammar yang mengantar Adek." jelas Dhana yang ikut duduk di samping Dhina.

Dhina pun menyesal setelah mendengar perkataan Dhana. Ia tidak peka terhadap isyarat yang diberikan oleh mas kembarnya itu. Akhirnya kini ia harus pergi bersama Ammar. Saat sedang asyik bicara dengan Dhana, Ammar pun kembali dari kamar dengan penampilan yang begitu cool. Dhina yang melihat Ammar tidak mampu mengedipkan matanya dan kemudian tertawa.

"Mas Ammar mau ke mana?" ujar Dhina yang tertawa melihat penampilan mas sulungnya.

"Mau menemani Adek pergi. Ayo, tadi katanya buru-buru." jawab Ammar seraya merapihkan lengan jaket levisnya itu.

"Adek yang ingin bertemu temannya saja tidak serapih itu, Mas." timpal Dhana yang tertawa dan menggoda Ammar.

"Apaan sih! Teman Adek itu cewek. Jadi harus rapih dan harus jaga penampilan di depan temannya Adek." jawab Ammar yang percaya diri dengan penampilannya.

"Jangan sampai suka sama teman Adek ya, Mas. Nanti Kak Ibel mau diapakan?" ujar Dhina sambil menggoda Ammar balik.

"Tidak, tenang saja. Mas hanya ingin menjaga penampilan saja di depan teman Adek." jawab Ammar yang melihat ke arah si kembar secara bergantian.

"Ya sudah, lebih baik kalian pergi sekarang. Jangan terlalu malam pulangnya ya." ujar Dhana yang melihat ke arah Dhina dan Ammar sambil berjalan menuju teras.

"Kita pamit ya, Mas. Tolong bilang sama Ayah dan Ibu. Assalamualaikum." ujar Dhina yang bersalaman pada Dhana dan langsung masuk mobil Ammar.

"Mas antar bocah cantik ini dulu ya, Dhana. Assalamualaikum." timpal Ammar seraya membalas salaman Dhana.

Dhana hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya. Lalu...

"Wa'alaikumsalam, hati-hati." pekik Dhana dari dalam sedangkan Ammar dan Dhina sudah pergi.

Mendengar Dhana menjawab salam dengan begitu keras membuat Pak Aidi keluar dari kamarnya. Pak Aidi mengira ada orang yang datang ke rumahnya. Tapi Pak Aidi hanya melihat Dhana yang berdiri di depan pintu. Saat Dhana ingin beranjak masuk, ia melihat Pak Aidi menghampirinya.

"Ayah..."

"Kamu menjawab salam siapa Nak?" ujar Pak Aidi yang sudah berdiri di depan pintu dan melihat sekitar.

"Itu Mas Ammar sama Adek pergi keluar sebentar, Yah." jawab Dhana yang menunjuk ke arah mobil Ammar yang sudah pergi.

"Mereka pergi ke mana? Kenapa tidak pamit dulu?" tanya sang ayah dan membuat Dhana bingung akan jawab apa.

"Tadi Adek mau pamit, tapi karena dia buru-buru jadi pamitnya sama Dhana saja, Yah." jelas Dhana yang berusaha membuat sang ayah percaya.

"Iya, iya tidak masalah. Wajah kamu jangan tegang seperti itu dong. Ayah sempat dengar kok tadi saat Adek minta tolong pamitan sama kamu." ujar Pak Aidi sambil tertawa karena melihat ekspresi Dhana yang mulai takut.

"Ayah membuat Dhana takut saja. Ibu di mana Yah?" jawab Dhana yang merasa lega dan bertanya keberadaan Bu Aini.

"Ibu kamu lagi mandi. Oh iya, lusa kalian ada acara tidak?" ujar Pak Aidi yang duduk di ruang keluarga.

"Lusa? Sepertinya tidak ada, Yah. Kalau besok ada, Dhana ingin pergi ke cafe." jawab Dhana yang juga ikut duduk sambil menyalakan TV.

"Kalau Ammar dan Sadha bagaimana?" tanya Pak Aidi lagi pada Dhana dan membuat Dhana bingung.

"Dhana tidak tau, Yah. Memang ada apa Ayah? Lusa itu belum weekend loh, masa mau pergi liburan lagi sih." ujar Dhana yang melihat ke arah sang ayah.

"Bukan weekend tapi ada undangan dari kantor Ayah untuk seluruh anggota keluarga pegawai yang bekerja di sana, termasuk Ayah. Undangannya untuk kita satu keluarga." jelas Pak Aidi pada Dhana.

"Undangan? Ada acara apa Yah? Ibu ikut juga?" tanya Dhana yang mengeryitkan dahinya.

"Acara open office. Kantor Ayah habis renovasi. Jadi diadakan acara ini untuk seluruh anggota keluarga pegawai. Ibumu pastinya ikut untuk mendampingi Ayah." jawab Pak Aidi dan membuat Dhana mengangguk tanda mengerti.

Saat Dhana dan Pak Aidi sedang membicarakan acara yang diadakan oleh kantor dinas Pak Aidi. Dari luar, terdengar suara mobil yang datang. Ternyata itu mobil Sadha yang baru pulang dari kantor. Setelah memarkirkan mobilnya, Sadha langsung masuk dan mencari Dhina.

"Assalamualaikum. Adek... Adek..." pekik Sadha yang masuk ke dalam rumah dan berlari kecil.

Melihat Sadha yang baru pulang dan mencari Dhina, membuat Dhana dan Pak Aidi merasa heran. Lalu mereka langsung menghampiri Sadha.

"Wa'alaikumsalam, Nak. Kamu kenapa? Baru sampai rumah sudah teriak memanggil Adek kamu?" ujar sang ayah yang heran melihat tingkah Sadha.

"Wa'alaikumsalam. Mas Sadha kenapa memanggil Adek?" timpal Dhana yang juga semakin heran.

"Ayah, Dhana... Adek di mana?" tanya Sadha sambil menyalami ayahnya dan membalas salaman Dhana.

"Adek tidak ada di rumah, Mas. Adek sedang keluar karena ingin bertemu dengan teman kuliahnya." jawab Dhana yang berjalan ke ruang keluarga.

"Pergi? Ke mana? Sendirian saja?" tanya Sadha bertubi-tubi pada Dhana karena marasa khawatir pada Dhina sambil mengikuti Dhana.

"Adek kamu pergi bersama Ammar, Nak. Kamu kenapa khawatir sekali? Memang Adek kenapa sampai membuat kamu seperti ini?" ujar Pak Aidi yang semakin penasaran.

Sadha pun tersentak dengan tingkahnya sendiri. Rasa cemas yang menyelimuti hatinya membuat pikirannya kalut dan berakhir ceroboh seperti ini hingga membuat Pak Aidi dan Dhana heran melihatnya.

Aku kenapa ceroboh sekali. Ayah jadi bertanya aneh-aneh 'kan jadinya. Sadha... Sadha... kalau bertindak itu berpikir dulu. Jangan terlalu panik karena Adek tidak apa-apa. Tenang Sadha, tenang.... Gumam Sadha dalam hati.

Sementara Sadha yang terdiam, Dhana pun juga ikut terdiam dan asyik berkutat dengan pikirannya sendiri.

Mas Sadha kenapa ya? Kenapa dia khawatir seperti ini sama Adek? Apa yang Mas Sadha ketahui saat ini? Apa ada hubungannya dengan kejadian adek pingsan tadi. Gumam Dhana dalam hati.

"Kenapa kalian diam saja? Kalian sedang memikirkan apa?" ujar Pak Aidi yang mulai curiga dengan kedua putranya.

"T-tidak Ayah. Tidak ada apa-apa. Tadi Sadha berencana ingin mengajak Adek beli martabak telur di depan sana." jawab Sadha asal dan berusaha membuat Pak Aidi percaya.

"Kamu yakin hanya itu?" tanya Pak Aidi lagi dan berusaha menatap mata Sadha untuk mencari jawaban di mata putranya itu.

"Iya, Ayah. Tadi Sadha teriak karena terbawa semangat saja ingin mengajak Adek, ternyata orangnya tidak ada di rumah." jawab Sadha yang berusaha tenang.

"Ya sudah, kalau begitu. Kamu lebih baik mandi, setelah itu salat ashar dan istirahat. Ayah ingin ke taman samping dulu." ujar Pak Aidi yang mengusap bahu Sadha dan pergi ke taman samping rumahnya.

"Siap Ayah." jawab Sadha yang hormat dan ingin pergi ke lantai atas.

Saat Sadha ingin berjalan menaiki tangga, tiba-tiba Dhana meraih tangan Sadha.

"Mas Sadha..."

"Kenapa Dhana?" tanya Sadha yang membalikkan tubuhnya.

"Mas yakin mencari Adek hanya karena ingin mengajak dia beli martabak telur? Apakah ada hal lain, Seperti kondisi kesehatan Adek?"

Dhana yang memegangi tangan Sadha pun menatap tajam mas tengahnya itu. Sementara Sadha, ia terdiam saat mendengar pertanyaan Dhana yang tiba-tiba mengintrogasi dirinya.

Apa yang dipikirkan Dhana? Kenapa dia bisa bicara seperti itu? Apakah dia sudah tau kondisi Adek? Atau dia juga sudah melihat Adek mimisan. Gumam Sadha dalam hati.

Sadha yang diam membuat Dhana yakin kalau mas tengahnya itu sedang menyembunyikan sesuatu tentang sang adik.

"Kenapa Mas Sadha diam? Apa ada yang Mas sembunyikan dari Dhana dan Mas Ammar tentang Adek?" ujar Dhana dengan tatapan tajamnya dan membuat Sadha bingung mau jawab apa.

"Kamu bicara apa sih, Dhana. Mas ingin mandi dulu. Nanti kita bicara lagi." jawab Sadha yang langsung pergi karena tidak ingin Dhana curiga lagi.

Sadha pun pergi sementara Dhana menatap punggung mas tengahnya itu hingga hilang.

"Mas Sadha pasti mengetahui sesuatu tentang Adek. Tapi apa? Kalau aku bilang pada Mas Ammar, nanti mereka malah bertengkar lagi."

.

.

.

.

.

Happy Reading All❤️❤️❤️

Terpopuler

Comments

coni

coni

Kak Dina ini udah keberapa kalinya aku komen, plis kasih tahu mas-mas nya kesian mereka pada khawatir sama Dina😭😭😭 Dan lagi itu orang tuanya kak Dhina gak tahu apa-apa gak kebayang kalo mereka sampe tahu entar Dhina sakit😭😭😭

2021-05-27

1

Nofi Kahza

Nofi Kahza

ammar, sadha n dhana sama2 lagi mencemaskan Dhina dalam diam. sama2 menyembunyikan rahasia. Dan kedua ortunya malah gk tau tntang kondisi dhina..
ya Allah😢😢

2021-03-12

1

Pink Panther

Pink Panther

cicilan 15 boomlike+ rate 5 done🙌👍
oh ya, likeback di karyaku Who is He? mulai bab 11 yah, makasih😄💕

2021-03-02

1

lihat semua
Episodes
1 Pengenalan Tokoh
2 Episode 1 ~ Cemberut Pagi
3 Episode 2 ~ Dhana Bad Mood
4 Episode 3 ~ Rencana Ibu
5 Episode 4 ~ Rencana Ibu (2)
6 Episode 5 ~ Prank untuk Para Mas
7 Episode 6 ~ On The Way Puncak
8 Episode 7 ~ Mulai Aneh
9 Episode 8 ~ Awal Kesedihan
10 Episode 9 ~ Kecurigaan Ammar
11 Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha
12 Episode 11 ~ Tisu Berdarah
13 Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor
14 Episode 13 ~ Kepanikan Dhana
15 Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina
16 Episode 15 ~ Emosi Tingkat Dewa
17 Episode 16 ~ Diagnosis Mengerikan
18 Episode 17 ~ Kecewa
19 Episode 18 ~ Kenyataan Pahit
20 Episode 19 ~ Adek itu Penerang Hidup Kita!
21 Episode 20 ~ Ingin Jagung Bakar
22 Episode 21 ~ Diganggu Preman
23 Episode 22 ~ Foundation
24 Episode 23 ~ Acara di Kantor Ayah
25 Episode 24 ~ Pertengkaran berakhir Fatal
26 Episode 25 ~ Masuk Rumah Sakit
27 Episode 26 ~ Kondisi Dhina
28 Episode 27 ~ Utang Penjelasan
29 Episode 28 ~ Terpukul
30 Episode 29 ~ Hilang
31 Episode 30 ~ Ikatan Bathin Dhana dan Dhina
32 Episode 31 ~ Minta Maaf
33 Episode 32 ~ Berjodoh?
34 Epidode 33 ~ Mimpi Buruk
35 Episode 34 ~ Boleh Pulang
36 Episode 35 ~ Ngungsi dan Curhat
37 Episode 36 ~ Memar Lagi
38 Episode 37 ~ Balas Dendam
39 Episode 38 ~ Tamu Pagi Hari
40 Episode 39 ~ Tamu Tak Diundang
41 Episode 40 ~ Mobil Merah Mencurigakan
42 Episode 41 ~ Selalu Kepikiran
43 Episode 42 ~ Makan Malam Bersama
44 Episode 43 ~ Kedatangan Vanny
45 Episode 44 ~ Berenang
46 Episode 45 ~ Tenggelam
47 Episode 46 ~ Incaran Pertama
48 Episode 47 ~ Teror Dimulai!!!
49 Episode 48 ~ Introgasi
50 Episode 49 ~ Sepemikiran
51 Episode 50 ~ Demam Tinggi
52 Episode 51 ~ Ibu Murka
53 Episode 52 ~ Kejutan
54 Episode 53 ~ Rasa Penasaran Imam
55 Episode 54 ~ Topeng Hantu
56 Episode 55 ~ Hari Bersejarah
57 Episode 56 ~ Mobil Merah Itu Lagi?
58 Episode 57 ~ Datang ke Rumah Ibel
59 Episode 58 ~ Mengungkapkan Perasaan
60 Episode 59 ~ Berangkat Keluar Kota
61 Episode 60 ~ Rahasia Masa Lalu
62 Episode 61 ~ Air Mata Kesedihan
63 Episode 62 ~ Jatuh Korban Lagi
64 Episode 63 ~ Mengetahui sesuatu
65 Episode 64 ~ Musuh Dalam Selimut
66 Episode 65 ~ Masa Lalu Terbongkar
67 Episode 66 ~ Kemoterapi
68 Episode 67 ~ Kembali ke Jakarta
69 Episode 68 ~ Kekesalan Imam
70 Episode 69 ~ Mencari Tau
71 Episode 70 ~ Harus Merelakan Mahkota Hitam
72 Episode 71 ~ Botak Bersama
73 Episode 72 ~ Kembali ke Cafe itu
74 Episode 73 ~ Rekaman CCTV
75 Episode 74 ~ Muntah-muntah
76 Episode 75 ~ Karyawati Baru
77 Episode 76 ~ Barang Bukti
78 Episode 77 ~ Hari Ulang Tahun Ayah
79 Episode 78 ~ Orang Asing
80 Episode 79 ~ Merubah Rencana
81 Episode 80 ~ Gelisah
82 Episode 81 ~ Kebakaran Besar
83 Episode 82 ~ Usaha Penyelamatan
84 Episode 83 ~ Bertanggung Jawab
85 Episode 84 ~ Niat Busuk Mira Sebenarnya
86 Episode 85 ~ Trauma dan Syok
87 Episode 86 ~ Mata Sembap
88 Episode 87 ~ Penyelidikan
89 Episode 88 ~ Keraguan Hati Rezky
90 Episode 89 ~ Jalan Menuju Kebenaran
91 Episode 90 ~ Obat Asing
92 Episode 91 ~ Kecelakaan Maut
93 Episode 92 ~ Kebenaran Dugaan Uci
94 Episode 93 ~ Stadium Tiga
95 Episode 94 ~ Hari Yang Melelahkan
96 Episode 95 ~ Jalan-jalan di Mall
97 Episode 96 ~ Rakha???
98 Episode 97 ~ Janji Dhina
99 Episode 98 ~ Dihadang Komplotan Begal
100 Episode 99 ~ Permintaan Dhina
101 Episode 100 ~ Silsilah Keluarga
102 Episode 101 ~ Melepas Rindu
103 Episode 102 ~ Tidak Ingin Menjadi Penghalang
104 Episode 103 ~ Phobia Kata Mati
105 Episode 104 ~ Semakin Sakit
106 Episode 105 ~ Perihal Jam Tangan
107 Episode 106 ~ Rezky Masih Hidup???
108 Episode 107 ~ Kebenaran Sesungguhnya
109 Episode 108 ~ Tidak Tega
110 Episode 109 ~ Dua Kemungkinan Buruk
111 Episode 110 ~ Menuruti Permintaan Dhina
112 Episode 111 ~ Kuatkan lah Adikku...
113 Episode 112 ~ Harus Kuat dan Tegar
114 Episode 113 ~ Bertemu Kakek dan Nenek
115 Episode 114 ~ Racauan Saudara Kembar
116 Episode 115 ~ Komunikasi Bathin
117 Episode 116 ~ Setitik Kebahagiaan
118 Episode 117 ~ Penyesalan Rezky
119 Episode 118 ~ Ide Konyol Dhana
120 Episode 119 ~ Hasil Tes Laboratorium
121 Visual
122 Episode 120 ~ Salam Dari Surga Untuk Mas
123 Episode 121 ~ Misteri Wanita Pincang
124 Episode 122 ~ Meminta Bantuan
125 Episode 123 ~ Ketakutan Ayah
126 Episode 124 ~ Perasaan Ibel Tidak Enak
127 Episode 125 ~ Si Kembar Sakit Berjama'ah
128 Episode 126 ~ Tes Mendadak
129 Episode 127 ~ Rasa itu Telah Hilang
130 Episode 128 ~ Aku Mencintaimu, Dhina...
131 Episode 129 ~ Kabar Baik Dibalik Air Mata
132 Episode 130 ~ Operasi Sumsum Tulang
133 Episode 131 ~ Rasa Syukur Tak Terhingga
134 Episode 132 ~ Teringat Janji Mas Ammar
135 Episode 133 ~ Kebahagiaan Ibel
136 Episode 134 ~ Aksi Penembakan Keji
137 Episode 135 ~ Rasa Yang Datang Terlambat
138 Episode 136 ~ Diantar Kakak Misterius
139 Episode 137 ~ Surat Rumah Sakit
140 Episode 138 ~ Masih Menjadi Teka-Teki
141 Episode 139 ~ Acara Reuni Kampus
142 Episode 140 ~ Aksi Brutal Pria Hitam
143 Episode 141 ~ Pengakuan Pilu Rezky
144 Episode 142 ~ Berusaha Menjelaskan
145 Episode 143 ~ Mereka Butuh Waktu, Dek...
146 Episode 144 ~ Berusaha Membuang Ego
147 Episode 145 ~ Rumah Itu Menyeramkan
148 Episode 146 ~ Disekap Wanita Pincang
149 Episode 147 ~ Mira Telah Kembali
150 Episode 148 ~ Kegilaan Mira
151 Episode 149 ~ Situasi Yang Sulit
152 Episode 150 ~ Kehendak Tuhan
153 Episode 151 ~ Selamat Jalan Kak Rezky...
154 Episode 152 ~ Kenangan Manis
155 Episode 153 ~ Tetap Waspada
156 Episode 154 ~ Dijodohkan???
157 Episode 155 ~ Mati Satu Tumbuh Seribu
158 Episode 156 ~ Bisa Merasakan
159 Episode 157 ~ Malam Pengajian
160 Episode 158 ~ Cara Yang Tak Sama
161 Episode 159 ~ Bucin
162 Episode 160 ~ Pasrah Tapi Penasaran
163 Episode 161 ~ First Kiss
164 Episode 162 ~ Baru Menyadari
165 Episode 163 ~ Balapan
166 Episode 164 ~ Si Kembar Dalam Bahaya
167 Episode 165 ~ Selamat Dari Maut
168 Episode 166 ~ Masalah Lama
169 Episode 167 ~ Berita Bahagia
170 Episode 168 ~ Isi Hati Adik Perempuan
171 Episode 169 ~ Hadiah Kecil Untuk Dhina
172 Episode 170 ~ Labil
173 Episode 171 ~ Tindakan Ayah
174 Episode 172 ~ Pengakuan Preman Sialan
175 Episode 173 ~ Belanja Bulanan
176 Episode 174 ~ Kasih Sayang Kakak Ipar
177 Episode 175 ~ Komplikasi
178 Episode 176 ~ Adikku Sayang Adikku Malang
179 Episode 177 ~ Perang Bathin
180 Episode 178 ~ Terpaksa Berbohong
181 Episode 179 ~ Cuci Darah
182 Episode 180 ~ Dasar Mesum
183 Episode 181 ~ Berbohong Lagi
184 Episode 182 ~ Seperti Fast And Furious
185 Episode 183 ~ Bukan Peduli
186 Episode 184 ~ Botol Minum
187 Episode 185 ~ Menceritakan Kronologi
188 Episode 186 ~ Hinaan Yang Kejam
189 Episode 187 ~ Hukuman Tetap Berlaku
190 Episode 188 ~ Tidak Ingin Mengorbankan
191 Episode 189 ~ Air Mata Si Kembar
192 Episode 190 ~ Su'udzon Pada Si Kembar
193 Episode 191 ~ Firasat Mulai Muncul
194 Episode 192 ~ Terhalang Restu
195 Episode 193 ~ Mengantar Undangan
196 Episode 194 ~ Siksaan Penjara
197 Episode 195 ~ Mengunjungi Mira
198 Episode 196 ~ Jambret Nakal
199 Episode 197 ~ Bertemu Umi
200 Episode 198 ~ Tangis Jatuh Ke Dalam
201 Episode 199 ~ Firasat Buruk Umi
202 Episode 200 ~ Tanda-Tanda
203 Episode 201 ~ Hari Persiapan
204 Episode 202 ~ Kenangan Masa Kecil
205 Episode 203 ~ Firasat Paman dan Bibi
206 Episode 204 ~ Diam-Diam Cinta
207 Episode 205 ~ Firasat Dhana
208 Episode 206 ~ Dua Amplop Putih
209 Episode 207 ~ Pagi Yang Sibuk
210 Episode 208 ~ Akad Nikah
211 Episode 209 ~ Menjelang Resepsi
212 Episode 210 ~ Menunggu Kabar
213 Episode 211 ~ Tangis Pilu Keluarga
214 Episode 212 ~ Permintaan Terakhir Adek
215 Episode 213 ~ Tuhan Lebih Sayang Adek
216 Episode 214 ~ Bahagia Berselimut Duka
217 Episode 215 ~ Untuk Yang Terakhir Kali
218 Episode 216 ~ Tenanglah Di Sana, Sayang...
219 Episode 217 ~ Surat Terakhir Adek
220 Episode 218 ~ Permintaan Maaf Mira
221 Episode 219 ~ Salam Perpisahan
222 Surat Cinta Author dan Dhina
223 Boneps 1 ~ Serupa Tapi Tak Sama
224 Boneps 2 ~ Antara Kasihan dan Cinta
225 Boneps 3 ~ Masih Terbalut Duka
226 Boneps 4 ~ Bukan Halusinasi
227 Boneps 5 ~ Cerita Pilu Seorang Mala
228 Boneps 6 ~ Menantikan Jawaban
229 Boneps 7 ~ Penerang itu Seakan Kembali
230 Boneps 8 ~ Berbeda Dunia
231 Boneps 9 ~ Harus Benar-benar Pergi
232 Boneps 10 ~ Selamat Tinggal (Ending)
233 Pengumuman Novel Baru
234 Pemberitahuan Novel Sekuel
235 Novel Sekuel Sudah Rilis
Episodes

Updated 235 Episodes

1
Pengenalan Tokoh
2
Episode 1 ~ Cemberut Pagi
3
Episode 2 ~ Dhana Bad Mood
4
Episode 3 ~ Rencana Ibu
5
Episode 4 ~ Rencana Ibu (2)
6
Episode 5 ~ Prank untuk Para Mas
7
Episode 6 ~ On The Way Puncak
8
Episode 7 ~ Mulai Aneh
9
Episode 8 ~ Awal Kesedihan
10
Episode 9 ~ Kecurigaan Ammar
11
Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha
12
Episode 11 ~ Tisu Berdarah
13
Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor
14
Episode 13 ~ Kepanikan Dhana
15
Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina
16
Episode 15 ~ Emosi Tingkat Dewa
17
Episode 16 ~ Diagnosis Mengerikan
18
Episode 17 ~ Kecewa
19
Episode 18 ~ Kenyataan Pahit
20
Episode 19 ~ Adek itu Penerang Hidup Kita!
21
Episode 20 ~ Ingin Jagung Bakar
22
Episode 21 ~ Diganggu Preman
23
Episode 22 ~ Foundation
24
Episode 23 ~ Acara di Kantor Ayah
25
Episode 24 ~ Pertengkaran berakhir Fatal
26
Episode 25 ~ Masuk Rumah Sakit
27
Episode 26 ~ Kondisi Dhina
28
Episode 27 ~ Utang Penjelasan
29
Episode 28 ~ Terpukul
30
Episode 29 ~ Hilang
31
Episode 30 ~ Ikatan Bathin Dhana dan Dhina
32
Episode 31 ~ Minta Maaf
33
Episode 32 ~ Berjodoh?
34
Epidode 33 ~ Mimpi Buruk
35
Episode 34 ~ Boleh Pulang
36
Episode 35 ~ Ngungsi dan Curhat
37
Episode 36 ~ Memar Lagi
38
Episode 37 ~ Balas Dendam
39
Episode 38 ~ Tamu Pagi Hari
40
Episode 39 ~ Tamu Tak Diundang
41
Episode 40 ~ Mobil Merah Mencurigakan
42
Episode 41 ~ Selalu Kepikiran
43
Episode 42 ~ Makan Malam Bersama
44
Episode 43 ~ Kedatangan Vanny
45
Episode 44 ~ Berenang
46
Episode 45 ~ Tenggelam
47
Episode 46 ~ Incaran Pertama
48
Episode 47 ~ Teror Dimulai!!!
49
Episode 48 ~ Introgasi
50
Episode 49 ~ Sepemikiran
51
Episode 50 ~ Demam Tinggi
52
Episode 51 ~ Ibu Murka
53
Episode 52 ~ Kejutan
54
Episode 53 ~ Rasa Penasaran Imam
55
Episode 54 ~ Topeng Hantu
56
Episode 55 ~ Hari Bersejarah
57
Episode 56 ~ Mobil Merah Itu Lagi?
58
Episode 57 ~ Datang ke Rumah Ibel
59
Episode 58 ~ Mengungkapkan Perasaan
60
Episode 59 ~ Berangkat Keluar Kota
61
Episode 60 ~ Rahasia Masa Lalu
62
Episode 61 ~ Air Mata Kesedihan
63
Episode 62 ~ Jatuh Korban Lagi
64
Episode 63 ~ Mengetahui sesuatu
65
Episode 64 ~ Musuh Dalam Selimut
66
Episode 65 ~ Masa Lalu Terbongkar
67
Episode 66 ~ Kemoterapi
68
Episode 67 ~ Kembali ke Jakarta
69
Episode 68 ~ Kekesalan Imam
70
Episode 69 ~ Mencari Tau
71
Episode 70 ~ Harus Merelakan Mahkota Hitam
72
Episode 71 ~ Botak Bersama
73
Episode 72 ~ Kembali ke Cafe itu
74
Episode 73 ~ Rekaman CCTV
75
Episode 74 ~ Muntah-muntah
76
Episode 75 ~ Karyawati Baru
77
Episode 76 ~ Barang Bukti
78
Episode 77 ~ Hari Ulang Tahun Ayah
79
Episode 78 ~ Orang Asing
80
Episode 79 ~ Merubah Rencana
81
Episode 80 ~ Gelisah
82
Episode 81 ~ Kebakaran Besar
83
Episode 82 ~ Usaha Penyelamatan
84
Episode 83 ~ Bertanggung Jawab
85
Episode 84 ~ Niat Busuk Mira Sebenarnya
86
Episode 85 ~ Trauma dan Syok
87
Episode 86 ~ Mata Sembap
88
Episode 87 ~ Penyelidikan
89
Episode 88 ~ Keraguan Hati Rezky
90
Episode 89 ~ Jalan Menuju Kebenaran
91
Episode 90 ~ Obat Asing
92
Episode 91 ~ Kecelakaan Maut
93
Episode 92 ~ Kebenaran Dugaan Uci
94
Episode 93 ~ Stadium Tiga
95
Episode 94 ~ Hari Yang Melelahkan
96
Episode 95 ~ Jalan-jalan di Mall
97
Episode 96 ~ Rakha???
98
Episode 97 ~ Janji Dhina
99
Episode 98 ~ Dihadang Komplotan Begal
100
Episode 99 ~ Permintaan Dhina
101
Episode 100 ~ Silsilah Keluarga
102
Episode 101 ~ Melepas Rindu
103
Episode 102 ~ Tidak Ingin Menjadi Penghalang
104
Episode 103 ~ Phobia Kata Mati
105
Episode 104 ~ Semakin Sakit
106
Episode 105 ~ Perihal Jam Tangan
107
Episode 106 ~ Rezky Masih Hidup???
108
Episode 107 ~ Kebenaran Sesungguhnya
109
Episode 108 ~ Tidak Tega
110
Episode 109 ~ Dua Kemungkinan Buruk
111
Episode 110 ~ Menuruti Permintaan Dhina
112
Episode 111 ~ Kuatkan lah Adikku...
113
Episode 112 ~ Harus Kuat dan Tegar
114
Episode 113 ~ Bertemu Kakek dan Nenek
115
Episode 114 ~ Racauan Saudara Kembar
116
Episode 115 ~ Komunikasi Bathin
117
Episode 116 ~ Setitik Kebahagiaan
118
Episode 117 ~ Penyesalan Rezky
119
Episode 118 ~ Ide Konyol Dhana
120
Episode 119 ~ Hasil Tes Laboratorium
121
Visual
122
Episode 120 ~ Salam Dari Surga Untuk Mas
123
Episode 121 ~ Misteri Wanita Pincang
124
Episode 122 ~ Meminta Bantuan
125
Episode 123 ~ Ketakutan Ayah
126
Episode 124 ~ Perasaan Ibel Tidak Enak
127
Episode 125 ~ Si Kembar Sakit Berjama'ah
128
Episode 126 ~ Tes Mendadak
129
Episode 127 ~ Rasa itu Telah Hilang
130
Episode 128 ~ Aku Mencintaimu, Dhina...
131
Episode 129 ~ Kabar Baik Dibalik Air Mata
132
Episode 130 ~ Operasi Sumsum Tulang
133
Episode 131 ~ Rasa Syukur Tak Terhingga
134
Episode 132 ~ Teringat Janji Mas Ammar
135
Episode 133 ~ Kebahagiaan Ibel
136
Episode 134 ~ Aksi Penembakan Keji
137
Episode 135 ~ Rasa Yang Datang Terlambat
138
Episode 136 ~ Diantar Kakak Misterius
139
Episode 137 ~ Surat Rumah Sakit
140
Episode 138 ~ Masih Menjadi Teka-Teki
141
Episode 139 ~ Acara Reuni Kampus
142
Episode 140 ~ Aksi Brutal Pria Hitam
143
Episode 141 ~ Pengakuan Pilu Rezky
144
Episode 142 ~ Berusaha Menjelaskan
145
Episode 143 ~ Mereka Butuh Waktu, Dek...
146
Episode 144 ~ Berusaha Membuang Ego
147
Episode 145 ~ Rumah Itu Menyeramkan
148
Episode 146 ~ Disekap Wanita Pincang
149
Episode 147 ~ Mira Telah Kembali
150
Episode 148 ~ Kegilaan Mira
151
Episode 149 ~ Situasi Yang Sulit
152
Episode 150 ~ Kehendak Tuhan
153
Episode 151 ~ Selamat Jalan Kak Rezky...
154
Episode 152 ~ Kenangan Manis
155
Episode 153 ~ Tetap Waspada
156
Episode 154 ~ Dijodohkan???
157
Episode 155 ~ Mati Satu Tumbuh Seribu
158
Episode 156 ~ Bisa Merasakan
159
Episode 157 ~ Malam Pengajian
160
Episode 158 ~ Cara Yang Tak Sama
161
Episode 159 ~ Bucin
162
Episode 160 ~ Pasrah Tapi Penasaran
163
Episode 161 ~ First Kiss
164
Episode 162 ~ Baru Menyadari
165
Episode 163 ~ Balapan
166
Episode 164 ~ Si Kembar Dalam Bahaya
167
Episode 165 ~ Selamat Dari Maut
168
Episode 166 ~ Masalah Lama
169
Episode 167 ~ Berita Bahagia
170
Episode 168 ~ Isi Hati Adik Perempuan
171
Episode 169 ~ Hadiah Kecil Untuk Dhina
172
Episode 170 ~ Labil
173
Episode 171 ~ Tindakan Ayah
174
Episode 172 ~ Pengakuan Preman Sialan
175
Episode 173 ~ Belanja Bulanan
176
Episode 174 ~ Kasih Sayang Kakak Ipar
177
Episode 175 ~ Komplikasi
178
Episode 176 ~ Adikku Sayang Adikku Malang
179
Episode 177 ~ Perang Bathin
180
Episode 178 ~ Terpaksa Berbohong
181
Episode 179 ~ Cuci Darah
182
Episode 180 ~ Dasar Mesum
183
Episode 181 ~ Berbohong Lagi
184
Episode 182 ~ Seperti Fast And Furious
185
Episode 183 ~ Bukan Peduli
186
Episode 184 ~ Botol Minum
187
Episode 185 ~ Menceritakan Kronologi
188
Episode 186 ~ Hinaan Yang Kejam
189
Episode 187 ~ Hukuman Tetap Berlaku
190
Episode 188 ~ Tidak Ingin Mengorbankan
191
Episode 189 ~ Air Mata Si Kembar
192
Episode 190 ~ Su'udzon Pada Si Kembar
193
Episode 191 ~ Firasat Mulai Muncul
194
Episode 192 ~ Terhalang Restu
195
Episode 193 ~ Mengantar Undangan
196
Episode 194 ~ Siksaan Penjara
197
Episode 195 ~ Mengunjungi Mira
198
Episode 196 ~ Jambret Nakal
199
Episode 197 ~ Bertemu Umi
200
Episode 198 ~ Tangis Jatuh Ke Dalam
201
Episode 199 ~ Firasat Buruk Umi
202
Episode 200 ~ Tanda-Tanda
203
Episode 201 ~ Hari Persiapan
204
Episode 202 ~ Kenangan Masa Kecil
205
Episode 203 ~ Firasat Paman dan Bibi
206
Episode 204 ~ Diam-Diam Cinta
207
Episode 205 ~ Firasat Dhana
208
Episode 206 ~ Dua Amplop Putih
209
Episode 207 ~ Pagi Yang Sibuk
210
Episode 208 ~ Akad Nikah
211
Episode 209 ~ Menjelang Resepsi
212
Episode 210 ~ Menunggu Kabar
213
Episode 211 ~ Tangis Pilu Keluarga
214
Episode 212 ~ Permintaan Terakhir Adek
215
Episode 213 ~ Tuhan Lebih Sayang Adek
216
Episode 214 ~ Bahagia Berselimut Duka
217
Episode 215 ~ Untuk Yang Terakhir Kali
218
Episode 216 ~ Tenanglah Di Sana, Sayang...
219
Episode 217 ~ Surat Terakhir Adek
220
Episode 218 ~ Permintaan Maaf Mira
221
Episode 219 ~ Salam Perpisahan
222
Surat Cinta Author dan Dhina
223
Boneps 1 ~ Serupa Tapi Tak Sama
224
Boneps 2 ~ Antara Kasihan dan Cinta
225
Boneps 3 ~ Masih Terbalut Duka
226
Boneps 4 ~ Bukan Halusinasi
227
Boneps 5 ~ Cerita Pilu Seorang Mala
228
Boneps 6 ~ Menantikan Jawaban
229
Boneps 7 ~ Penerang itu Seakan Kembali
230
Boneps 8 ~ Berbeda Dunia
231
Boneps 9 ~ Harus Benar-benar Pergi
232
Boneps 10 ~ Selamat Tinggal (Ending)
233
Pengumuman Novel Baru
234
Pemberitahuan Novel Sekuel
235
Novel Sekuel Sudah Rilis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!