Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha

...🍁🍁🍁...

Perjalanan yang tadinya lancar berubah menjadi sangat lambat. Situasi macet pun tidak bisa dihindari. Merasa cukup lelah selama berjalan di puncak, membuat semuanya tertidur pulas, kecuali Sadha yang sedang fokus mengemudi di jalan macet. Kondisi macet sangat membuat Sadha jengah. Apalagi hari sudah semakin sore.

Perjalanan menuju rumah masih sangat panjang. Demi menghilangkan rasa bosan, Sadha pun menghidupkan musik tapi ia menggunakan headphone agar tidak mengganggu yang lain. Sadha yang masih mendengarkan musik pun sesekali melihat keluar untuk mencari tau penyebab kemacetan yang terjadi.

Beberapa lama kemudian, kemacetan pun masih belum terselesaikan. Sadha menghela nafas panjang lalu menyandarkan tubuhnya.

"Ya ampun, macetnya panjang sekali. Ini sudah mau maghrib pula."

Sadha pun meracau karena rasa bosan dan kesal bercampur menjadi satu.

"Bagaimana mau cepat sampai rumah. Ini saja mobilnya tidak bergerak karena macet."

Saat Sadha melihat ke spion kiri, otomatis Sadha melihat wajah adik perempuannya yang duduk di sampingnya itu. Sadha terkejut saat melihat penampakan yang tidak enak di wajah adik perempuannya itu. Sadha melihat ada darah yang mengalir keluar dari hidung Dhina. Sadha sangat terkejut sampai tidak bisa mengeluarkan suara sedikit pun. Dengan berusaha tetap tenang, Sadha menghela nafas. Lalu berusaha membangunkan Dhina dengan suara yang pelan.

"Adek... Adek... bangun Dek."

Dengan suara yang tertahan dan sangat pelan, Sadha berusaha membangunkan sang adik. Sementara darah segar di hidungnya masih saja mengalir keluar.

"Adek... Sayang... bangun Dek, Adek..."

Sadha pun terus berusaha dan menahan diri untuk tidak menangis saat melihat kondisi adik perempuannya itu

"Mas Sadha... ada apa Mas?"

Dhina yang akhirnya terbangun dan berusaha keras membuka matanya yang berat karena kepalanya terasa sangat sakit pun melihat ke arah Sadha.

"H-hidung Adek... berdarah!" ujar Sadha gugup seraya menunjuk ke arah wajah sang adik.

Mendengar yang dikatakan Sadha, Dhina pun langsung terkejut. Lalu tanpa berkata-kata, ia langsung melihat ke kaca spion.

Mata Dhina membulat sempurna saat melihat darah segar kembali mengalir di hidung itu. Dhina pun segera meraih tisu yang ada di dalam mobil dan langsung menutupi hidungnya.

Sadha yang masih syok melihat itu hanya terdiam dan sesekali mengeryitkan dahinya saat menatap Dhina. Dhina yang melihat ekspresi Sadha seperti itu pun langsung menggelengkan kepalanya, seakan meminta Sadha untuk tidak memberitahu siapapun.

Setelah Dhina berhasil membersihkan darah di hidungnya. Ia kembali melihat ke arah mas tengahnya itu yang sedang fokus mengemudi karena sudah berhasil melewati kemacetan.

"Mas... Adek..."

"Adek kenapa sebenarnya? Kenapa bisa sampai mimisan seperti itu?" potong Sadha yang melihat ke Dhina namun tetap fokus mengemudi.

"Mas... jangan terlalu keras suaranya. Nanti Ayah, Ibu, Mas Ammar, Mas Dhana, dan Kak Ibel dengar." ujar Dhina yang meletakkan telunjuk di bibirnya.

"Memang kenapa Dek? Hal seperti ini tidak bisa dibiarkan dan harus segera di periksa!" jawab Sadha pelan dan menatap nanar sang adik.

"Adek tidak apa-apa, Mas. Mungkin karena kelelahan saja. Apalagi seharian tadi kita banyak jalan. Bisa saja karena itu. Jadi Mas tidak perlu khawatir." ujar Dhina yang berusaha meyakinkan mas tengahnya itu.

"Tapi Dek, kalau nanti tambah parah bagaimana?" jawab Sadha yang meraih tangan Dhina.

"Tidak, Mas. Adek akan baik-baik saja. Ini hanya karena kelelahan saja kok. Percaya sama Adek." ujar Dhina yang masih berusaha meyakinkan Sadha.

Sadha hanya diam dan kembali fokus mengemudi setelah mendengar jawaban adik perempuannya itu. Sadha merasa tidak puas dengan jawaban Dhina. Lalu...

"Mas... jangan bilang siapapun ya. Adek tidak ingin membuat semuanya khawatir. Mas Sadha janji ya sama Adek." ujar Dhina yang meraih tangan Sadha dan memohon untuk tidak mengatakan kejadian tadi pada siapapun.

Sadha yang mendengar permintaan adik perempuannya itu merasa bingung dan heran. Sadha berpikir kalau kejadian seperti ini tidak bisa dibiarkan. Jika terjadi sesuatu pada Dhina bagaimana? Disatu sisi, Sadha merasa khawatir dengan kondisi Dhina. Tapi disisi lain, ia juga tidak bisa memberitahu semuanya sekarang. Saat ini bukan lah waktu yang tepat untuk mengatakan pada semuanya karena mereka sedang dalam perjalanan pulang. Sadha menghela nafas berat dan melihat ke arah Dhina.

"Mas tidak bisa janji, Dek. Kalau sekali lagi Adek mimisan, dan Mas melihatnya. Mas tidak akan kasih toleransi lagi. Ayah, Ibu, Mas Ammar dan Dhana harus tau. Tapi untuk saat ini, Mas akan turuti keinginan Adek karena kita masih dalam perjalanan." jawab Sadha pelan yang sedang mengemudi sambil melihat ke arah Dhina.

"Iya Mas. Terima kasih ya. Sekarang Mas jangan khawatir lagi. Adek benar tidak apa-apa." ujar Dhina yang cukup lega karena Sadha menuruti keinginannya kali ini.

"Iya, Sayang." jawab Sadha yang melihat ke arah Dhina seraya membelai lembut kepala adik perempuannya itu.

Sebenarnya Dhina masih merasa cemas kalau tiba-tiba Sadha akan bicara pada semuanya. Namun untuk saat ini, paling tidak dirinya selamat. Kini ia bertekad untuk hati-hati lagi jika sedang bersama dengan keluarganya. Sedangkan Sadha, masih saja memikirkan kejadian tadi. Walaupun Dhina sudah berusaha membuatnya tenang namun ia takut terjadi sesuatu pada Dhina.

Kini tidak hanya Ibel yang mengetahui kondisi kesehatan Dhina yang sebenarnya, tapi juga Sadha.

Setelah dua setengah jam melakukan perjalanan karena terjebak macet, kini mereka sudah sampai di rumah Ibel. Sebelum pulang, mereka mengantarkan dokter cantik itu terlebih dahulu. Sebelum turun, Ibel berpamitan pada semuanya.

"Om, Tante... Ibel berterima kasih sekali karena sudah diizinkan untuk ikut liburan bersama." ucap Ibel seraya memegang tangan Bu Aini.

"Sama-sama, Nak. Tante dan Om senang bisa bertemu dan berkenalan sama kamu." jawab Bu Aini yang membalas genggaman Ibel.

"Iya, Bel. Besok jika ada waktu, jangan lupa main ke rumah ya. Pintu rumah akan selalu terbuka untuk kamu." timpal Pak Aidi yang duduk di belakang.

"InsyaAllah, Om. Kalau ada waktu, Ibel akan datang ke rumah." jawab Ibel yang tersenyum pada Pak Aidi.

Pak Aidi dan Bu Aini pun mengangguk seraya tersenyum pada gadis cantik itu.

"Oh iya, Om, Tante dan semuanya tidak masuk mau ke dalam dulu?" tanya Ibel yang menawarkan semuanya untuk mampir.

"Boleh juga tuh, Yah, Bu. Anggap saja Ayah dan Ibu berkenalan juga dengan calon besan." timpal Dhina yang duduk di depan sambil tertawa.

Melihat sikap Dhina yang berusaha tenang dan tetap ceria membuat hati Sadha terasa sakit.

Bagaimana bisa Adek menyembunyikan kejadian tadi dengan bersikap biasa saja seperti ini? Adek kenapa sebenarnya? Ya Allah, apa yang terjadi sama Adek. Gumam Sadha dalam hati.

Ingin rasanya Sadha mengatakan kejadian tadi pada Pak Aidi, Bu Aini, Ammar dan Dhana. Tapi Sadha juga berpikir kalau semuanya saat ini sangat kelelahan. Jadi Sadha hanya bisa diam dan menatap sendu ke arah Dhina.

"Apaan sih, Dek. Heboh terus sejak tadi. Ayo, Bel. Aku antar kamu sampai depan pintu." ujar Ammar pada Dhina dan sambil mengajak Ibel turun.

"Kawal sampai halal ya, Mas." pekik Dhina yang menggoda mas sulungnya sambil tertawa.

"Sudah, Nak. Kamu itu suka sekali menggoda kakakmu." ujar Bu Aini seraya menepuk bahu Dhina namun Dhina masih saja tertawa.

"Sadha, Dhana, Adek... Kakak pulang dulu ya. Kakak senang sekali bisa dekat dengan kalian bertiga. Sampai ketemu lagi ya." ujar Ibel pada ketiga adik Ammar seraya turun dari mobil.

"Iya, Kak. Dhana juga senang bisa dekat dengan Kak Ibel." jawab Dhana dari arah belakang.

"Hati-hati, Kak. Sampai jumpa lagi." timpal Sadha yang tersadar dari lamunan karena Ibel memanggil namanya.

"Sampai ketemu lagi, Kakak cantik. Terima kasih sudah ikut ya, Kak." timpal Dhina yang melambaikan tangannya kepada Ibel.

"Kakak masuk dulu ya. Om, tante... Ibel pamit masuk dulu ya. Assalamualaikum semuanya." ucap Ibel sambil memberikan salam.

"Wa'alaikumsalam." jawab semuanya serentak.

Ammar pun mengantarkan Ibel masuk sampai ke depan pintu rumahnya. Saat berjalan masuk...

"Terima kasih ya, Mas. Untuk hari ini. Sampai bertemu besok di rumah sakit." ujar Ibel pada Ammar yang sudah sampai di depan pintu rumah.

"Sama-sama, Bel. Aku juga senang bisa memperkenalkan kamu ke keluargaku. Aku dulu pamit ya. Titip salam untuk Bunda. Maaf aku tidak bisa masuk, sampai bertemu besok. Assalamualaikum." tutur Ammar yang pamit pada Ibel sambil memberikan salam.

"Wa'alaikumsalam, Mas. Hati-hati ya." jawab Ibel yang melambaikan tangan pada Ammar.

Setelah mengantar Ibel, Ammar pun kembali ke mobil. Namun Ammar tidak langsung masuk, karena ia ingin duduk di depan dan meminta Dhina pindah ke tengah bersama Bu Aini.

"Adek... pindah ke sebelah Ibu ya. Mas ingin duduk di sini." ujar Ammar yang baru datang dari arah rumah Ibel sambil membuka pintu depan mobil.

"Tidak mau! Mas apaan sih. Tanggung pindah, Mas. Lagi pula sudah dekat juga. Adek sudah nyaman di sini." jawab Dhina yang berusaha mempertahankan tempat duduknya.

"Ayolah, Dek. Sekali saja mengalah sama Mas." ujar Ammar lagi yang memohon pada Dhina.

"Tidak, Mas. Adek tidak mau titik." jawab Dhina sambil memangku tangannya.

"Sudahlah, Nak. Biarkan saja Adek kamu di sana. Ayo cepat masuk! Hari sudah semakin malam." timpal Bu Aini pada putra sulungnya itu.

"Dasar Adek keras kepala!"

Ammar yang jengkel dengan sang adik pun menutup kembali pintu mobil dan mencubit pipi adik perempuannya itu.

"Sakit tau Mas." ujar Dhina yang mengerucutkan bibirnya.

Semua yang melihat tingkah Ammar dan Dhina hanya bisa menggelengkan kepala, kecuali Sadha. Tidak bisa dipungkiri, bahwa pikirannya masih saja teringat dengan kejadian saat macet tadi. Wajah Dhina yang hidungnya berlumuran darah, masih saja terbayang oleh Sadha. Semenjak kejadian tadi, sama dengan Ibel. Sadha lebih banyak diam dan kadang melamun. Namun lamunan Sadha belum disadari oleh keluarganya.

Saat perjalanan menuju rumah, tiba-tiba saja Ammar yang sedang memperhatikan jalan melihat seekor kucing yang akan melintas tapi Sadha masih saja menginjak gas mobilnya.

"Sadha... awas!!!"

Mendengar Ammar yang memanggilnya, berhasil membuat Sadha tersadar dari lamunan dan langsung menginjak rem mobil sehingga mobil pun berhenti secara mendadak .

"Ada apa Mas?" tanya Sadha yang terkejut sambil menginjak rem mobil.

"Kamu hampir menabrak kucing! Apa kamu tidak melihat jalan?" ujar Ammar yang kesal karena Sadha tidak hati-hati.

"Ya ampun, Mas. Mas mengagetkan kita saja." timpal Dhina yang melihat ke belakang.

"Sadha... kamu tidak apa-apa Nak?" tanya Bu Aini seraya memegang bahu Sadha.

"Sadha tidak apa-apa, Bu. Maaf ya Bu, Sadha melamun. Maaf ya Ayah, Mas." ujar Sadha yang masih syok karena terkejut.

"Kalau mengemudi jangan melamun! Ini jalan raya, kamu mau membahayakan kita semua!?" ujar Ammar yang kesal dengan pernyataan Sadha bahwa ia tadi sempat melamun.

"Iya, Mas. Maaf. Sadha khilaf." jawab Sadha yang merasa bersalah pada semuanya.

"Sudahlah, Mas. Yang penting Mas Sadha sudah minta maaf dan kita semua tidak apa-apa." timpal Dhana yang menenangkan mas sulungnya itu.

"Ya sudah, jangan pada ribut. Sadha... ayo lanjutkan perjalanan! Ini sudah malam, kita harus cepat sampai di rumah." ujar Pak Aidi dengan tegas dan membuat semuanya diam.

"Iya, Ayah. Sekali lagi Sadha minta maaf."

Dhina yang melihat Sadha dimarahi oleh Ammar karena ceroboh dalam mengemudi pun merasa tidak tega dengan mas tengahnya itu. Dhina tau apa yang membuat Sadha melamun. Sadha melamun karena masih teringat dengan kejadian tadi. Ia masih memikirkan kondisi Dhina saat ini dan itu membuatnya tidak fokus.

Kini semuanya tampak diam, tidak ada yang bercanda ataupun memulai pembicaraan. Suasana diseparuh perjalanan berubah menjadi hening hingga mereka sampai ke rumah.

Akhirnya, keluarga Pak Aidi pun sampai di rumah dengan selamat. Satu per satu diantara mereka pun turun dan masuk ke dalam rumah.

"Jangan lupa kunci pagarnya ya, Nak." ujar Pak Aidi yang menoleh ke arah Sadha lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

"Iya, Ayah." jawab Sadha.

Dhina yang masih berdiri di dekat mobil, ingin menunggu Sadha untuk masuk bersama ke dalam rumah. Sedangkan Ammar langsung masuk ke dalam dengan raut wajah yang masih kesal. Mungkin Ammar masih kesal dengan Sadha yang ceroboh saat mengemudi tadi. Sementara Dhana yang baru turun, melihat adik kembarnya masih berdiri di dekat mobil.

"Ayo Dek, kita masuk! Mandi habis itu istirahat. Wajah Adek pucat sekali tuh." ujar Dhana yang mengajak adik kembarnya masuk dan melihat wajah Dhina yang pucat.

"Adek tidak apa-apa, Mas. Mas Dhana duluan saja karena Adek ingin menunggu Mas Sadha." jawab Dhina yang melihat ke arah Sadha yang sedang menutup pagar.

"Kalau begitu kita tunggu Mas Sadha saja dulu." ujar Dhana yang ikut berdiri bersama Dhina untuk menunggu Sadha.

Dhina pun tersenyum melihat sikap Dhana yang juga ikut menunggu Sadha. Sedangkan Sadha sudah selesai menutup dan mengunci pagar. Saat ia ingin masuk, Sadha melihat kedua adik kembarnya masih berdiri di dekat mobil. Lalu Sadha pun menghampiri mereka.

"Kalian kenapa masih di sini?" tanya Sadha sambil berjalan menuju si kembar.

"Kita lagi menunggu Mas Sadha, biar bisa masuk bersama." jawab Dhana yang mengangkat kedua alisnya.

"Ya ampun, so sweet sekali kedua adik kembar Mas yang menggemaskan ini. Ayo, masuk! Kalian bilang saja kalau kalian itu kangen Mas gandeng seperti ini." ujar Sadha yang tertawa melihat adik kembarnya itu sambil menarik mereka berdua.

Di dalam rumah, Bu Aini yang melihat Sadha dan si kembar baru masuk langsung menghampiri mereka.

"Kalian langsung masuk kamar, mandi, habis itu istirahat ya, Nak. Ibu dan Ayah mau istirahat dulu. Mas Ammar kalian juga sudah istirahat. Kalian juga ya." ujar Bu Aini pada anak-anaknya.

"Siap, Bu. Selamat istirahat Ibu." jawab mereka bertiga serentak sambil hormat pada sang ibu.

Bu Aini yang melihat tingkah mereka hanya menggelengkan kepala. Lalu langsung pergi menuju kamarnya. Sedangkan Sadha dan si kembar sedang berjalan menuju kamar lantai atas.

Saat berjalan menaiki tangga, tiba-tiba Dhina teringat dengan kejadian tadi saat di jalan menuju rumah. Dhina teringat kalau Ammar masih kesal dengan Sadha. Hal itu terlihat saat Ammar turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Lalu...

"Mas... tunggu!" ujar Dhina yang meraih tangan Sadha dan Dhana.

"Ada apa Dek?" tanya Sadha yang menatap Dhina.

"Kita ke kamar Mas Ammar sebentar ya. Ada yang ingin Adek selesaikan." jawab Dhina yang membuat Dhana bingung namun tidak dengan Sadha.

Sadha mengira kalau Dhina akan mengatakan sendiri tentang kondisi kesehatannya saat ini. Sadha menghela nafas panjang dan hanya mengikuti Dhina karena tangannya ditarik oleh adik perempuannya itu.

Tok... Tok... Tok...

Tok... Tok... Tok...

"Mas... Mas sudah tidur ya." sahut Dhina dari luar kamar Ammar sambil mengetuk pintu.

"Belum, Dek. Tunggu sebentar." jawab Ammar dari dalam kamar.

Dhina pun tersenyum lega karena Ammar belum tidur. Tidak lama kemudian, Ammar pun membuka pintu kamarnya dan melihat ketiga adiknya.

"Kalian? Ada apa? Kenapa belum tidur? Ini sudah malam." ujar Ammar yang menatap ketiga adiknya satu per satu.

"Boleh duduk sebentar Mas? Ada yang ingin Adek bicarakan." tanya Dhina yang membuat Ammar bingung.

"Untuk apa Dek? Besok saja ya. Ini sudah malam." jawab Ammar yang memegang bahu Dhina.

"Sebentar saja Mas. Setelah selesai kami akan pergi ke kamar." ujar Dhina pada Ammar dan membuat Ammar tidak tega.

"Ya sudah, ayo masuk!" jawab Ammar yang menyuruh ketiga adiknya masuk lalu mereka duduk.

"Mas... Mas Ammar masih kesal ya sama Mas Sadha?" ujar Dhina pada Ammar dan membuat Ammar mengangkat kepalanya.

Sadha yang mendengarkan pertanyaan Dhina tadi membuatnya sedikit kecewa. Ia mengira kalau adik perempuannya itu akan jujur tentang kondisinya pada Ammar dan Dhana. Tapi yang Sadha pikirkan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.

"Maafkan Mas Sadha, Mas. Mas Sadha tidak sengaja hampir menabrak kucing itu. Adek tidak ingin melihat masnya Adek diam seperti ini." tutur Dhina yang memohon pada Ammar.

"Sadha minta maaf, Mas. Sadha tidak menyangka kalau Adek membawa kita ke sini untuk membahas masalah tadi. Sadha janji tidak akan mengulangi kesalahan seperti tadi lagi." timpal Sadha yang beranjak lalu berjalan ke arah Ammar.

"Mas sudah memaafkan kamu, Sadha. Mas tidak marah, Mas hanya kesal saja tadi. Maaf ya, Dik. Mas sempat marah sama kamu." ujar Ammar yang memeluk Sadha dengan erat.

"Kalau seperti ini baru enak dilihat. Tidak enak diam-diam seperti tadi, Mas. Ingin bercanda saja jadi canggung rasanya." timpal Dhana yang berjalan ke arah Dhina.

Berkat Dhina kesalahpahaman di antara Ammar dan Sadha kini telah usai. Setelah semua selesai, Sadha dan si kembar pun masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat.

Sadha yang sudah berbaring pun masih memikirkan kondisi Dhina dan membuatnya susah untuk tidur. Namun karena besok ia harus pergi ke kantor, Sadha pun terpaksa harus memejamkan matanya. Akhirnya Sadha terlelap dengan pikirannya yang masih melayang pada Dhina.

.

.

.

.

.

Happy Reading All❤️❤️❤️

Terpopuler

Comments

Little Peony

Little Peony

Lanjut ya Thor salam dari Crushed by CEO ya ✨✨✨✨✨

2021-05-23

1

Ica Snow Kim

Ica Snow Kim

MAS AMMAR TEMUKAN TISU BERDARAH DI KAMAR DHINA, LALU MENGAMBILNYA & AKAN MENGECEKNYA 😓😓😓

2021-05-12

1

Ica Snow Kim

Ica Snow Kim

SETELAH IBEL, SEKARANG SADHA YG LIHAT DHINA MIMISAN 😓😓😓,

HAMPIR AJA SEMUANYA CELAKA, KARENA SADHA HAMPIR NABRAK KUCING 😓😓😓

2021-05-12

1

lihat semua
Episodes
1 Pengenalan Tokoh
2 Episode 1 ~ Cemberut Pagi
3 Episode 2 ~ Dhana Bad Mood
4 Episode 3 ~ Rencana Ibu
5 Episode 4 ~ Rencana Ibu (2)
6 Episode 5 ~ Prank untuk Para Mas
7 Episode 6 ~ On The Way Puncak
8 Episode 7 ~ Mulai Aneh
9 Episode 8 ~ Awal Kesedihan
10 Episode 9 ~ Kecurigaan Ammar
11 Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha
12 Episode 11 ~ Tisu Berdarah
13 Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor
14 Episode 13 ~ Kepanikan Dhana
15 Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina
16 Episode 15 ~ Emosi Tingkat Dewa
17 Episode 16 ~ Diagnosis Mengerikan
18 Episode 17 ~ Kecewa
19 Episode 18 ~ Kenyataan Pahit
20 Episode 19 ~ Adek itu Penerang Hidup Kita!
21 Episode 20 ~ Ingin Jagung Bakar
22 Episode 21 ~ Diganggu Preman
23 Episode 22 ~ Foundation
24 Episode 23 ~ Acara di Kantor Ayah
25 Episode 24 ~ Pertengkaran berakhir Fatal
26 Episode 25 ~ Masuk Rumah Sakit
27 Episode 26 ~ Kondisi Dhina
28 Episode 27 ~ Utang Penjelasan
29 Episode 28 ~ Terpukul
30 Episode 29 ~ Hilang
31 Episode 30 ~ Ikatan Bathin Dhana dan Dhina
32 Episode 31 ~ Minta Maaf
33 Episode 32 ~ Berjodoh?
34 Epidode 33 ~ Mimpi Buruk
35 Episode 34 ~ Boleh Pulang
36 Episode 35 ~ Ngungsi dan Curhat
37 Episode 36 ~ Memar Lagi
38 Episode 37 ~ Balas Dendam
39 Episode 38 ~ Tamu Pagi Hari
40 Episode 39 ~ Tamu Tak Diundang
41 Episode 40 ~ Mobil Merah Mencurigakan
42 Episode 41 ~ Selalu Kepikiran
43 Episode 42 ~ Makan Malam Bersama
44 Episode 43 ~ Kedatangan Vanny
45 Episode 44 ~ Berenang
46 Episode 45 ~ Tenggelam
47 Episode 46 ~ Incaran Pertama
48 Episode 47 ~ Teror Dimulai!!!
49 Episode 48 ~ Introgasi
50 Episode 49 ~ Sepemikiran
51 Episode 50 ~ Demam Tinggi
52 Episode 51 ~ Ibu Murka
53 Episode 52 ~ Kejutan
54 Episode 53 ~ Rasa Penasaran Imam
55 Episode 54 ~ Topeng Hantu
56 Episode 55 ~ Hari Bersejarah
57 Episode 56 ~ Mobil Merah Itu Lagi?
58 Episode 57 ~ Datang ke Rumah Ibel
59 Episode 58 ~ Mengungkapkan Perasaan
60 Episode 59 ~ Berangkat Keluar Kota
61 Episode 60 ~ Rahasia Masa Lalu
62 Episode 61 ~ Air Mata Kesedihan
63 Episode 62 ~ Jatuh Korban Lagi
64 Episode 63 ~ Mengetahui sesuatu
65 Episode 64 ~ Musuh Dalam Selimut
66 Episode 65 ~ Masa Lalu Terbongkar
67 Episode 66 ~ Kemoterapi
68 Episode 67 ~ Kembali ke Jakarta
69 Episode 68 ~ Kekesalan Imam
70 Episode 69 ~ Mencari Tau
71 Episode 70 ~ Harus Merelakan Mahkota Hitam
72 Episode 71 ~ Botak Bersama
73 Episode 72 ~ Kembali ke Cafe itu
74 Episode 73 ~ Rekaman CCTV
75 Episode 74 ~ Muntah-muntah
76 Episode 75 ~ Karyawati Baru
77 Episode 76 ~ Barang Bukti
78 Episode 77 ~ Hari Ulang Tahun Ayah
79 Episode 78 ~ Orang Asing
80 Episode 79 ~ Merubah Rencana
81 Episode 80 ~ Gelisah
82 Episode 81 ~ Kebakaran Besar
83 Episode 82 ~ Usaha Penyelamatan
84 Episode 83 ~ Bertanggung Jawab
85 Episode 84 ~ Niat Busuk Mira Sebenarnya
86 Episode 85 ~ Trauma dan Syok
87 Episode 86 ~ Mata Sembap
88 Episode 87 ~ Penyelidikan
89 Episode 88 ~ Keraguan Hati Rezky
90 Episode 89 ~ Jalan Menuju Kebenaran
91 Episode 90 ~ Obat Asing
92 Episode 91 ~ Kecelakaan Maut
93 Episode 92 ~ Kebenaran Dugaan Uci
94 Episode 93 ~ Stadium Tiga
95 Episode 94 ~ Hari Yang Melelahkan
96 Episode 95 ~ Jalan-jalan di Mall
97 Episode 96 ~ Rakha???
98 Episode 97 ~ Janji Dhina
99 Episode 98 ~ Dihadang Komplotan Begal
100 Episode 99 ~ Permintaan Dhina
101 Episode 100 ~ Silsilah Keluarga
102 Episode 101 ~ Melepas Rindu
103 Episode 102 ~ Tidak Ingin Menjadi Penghalang
104 Episode 103 ~ Phobia Kata Mati
105 Episode 104 ~ Semakin Sakit
106 Episode 105 ~ Perihal Jam Tangan
107 Episode 106 ~ Rezky Masih Hidup???
108 Episode 107 ~ Kebenaran Sesungguhnya
109 Episode 108 ~ Tidak Tega
110 Episode 109 ~ Dua Kemungkinan Buruk
111 Episode 110 ~ Menuruti Permintaan Dhina
112 Episode 111 ~ Kuatkan lah Adikku...
113 Episode 112 ~ Harus Kuat dan Tegar
114 Episode 113 ~ Bertemu Kakek dan Nenek
115 Episode 114 ~ Racauan Saudara Kembar
116 Episode 115 ~ Komunikasi Bathin
117 Episode 116 ~ Setitik Kebahagiaan
118 Episode 117 ~ Penyesalan Rezky
119 Episode 118 ~ Ide Konyol Dhana
120 Episode 119 ~ Hasil Tes Laboratorium
121 Visual
122 Episode 120 ~ Salam Dari Surga Untuk Mas
123 Episode 121 ~ Misteri Wanita Pincang
124 Episode 122 ~ Meminta Bantuan
125 Episode 123 ~ Ketakutan Ayah
126 Episode 124 ~ Perasaan Ibel Tidak Enak
127 Episode 125 ~ Si Kembar Sakit Berjama'ah
128 Episode 126 ~ Tes Mendadak
129 Episode 127 ~ Rasa itu Telah Hilang
130 Episode 128 ~ Aku Mencintaimu, Dhina...
131 Episode 129 ~ Kabar Baik Dibalik Air Mata
132 Episode 130 ~ Operasi Sumsum Tulang
133 Episode 131 ~ Rasa Syukur Tak Terhingga
134 Episode 132 ~ Teringat Janji Mas Ammar
135 Episode 133 ~ Kebahagiaan Ibel
136 Episode 134 ~ Aksi Penembakan Keji
137 Episode 135 ~ Rasa Yang Datang Terlambat
138 Episode 136 ~ Diantar Kakak Misterius
139 Episode 137 ~ Surat Rumah Sakit
140 Episode 138 ~ Masih Menjadi Teka-Teki
141 Episode 139 ~ Acara Reuni Kampus
142 Episode 140 ~ Aksi Brutal Pria Hitam
143 Episode 141 ~ Pengakuan Pilu Rezky
144 Episode 142 ~ Berusaha Menjelaskan
145 Episode 143 ~ Mereka Butuh Waktu, Dek...
146 Episode 144 ~ Berusaha Membuang Ego
147 Episode 145 ~ Rumah Itu Menyeramkan
148 Episode 146 ~ Disekap Wanita Pincang
149 Episode 147 ~ Mira Telah Kembali
150 Episode 148 ~ Kegilaan Mira
151 Episode 149 ~ Situasi Yang Sulit
152 Episode 150 ~ Kehendak Tuhan
153 Episode 151 ~ Selamat Jalan Kak Rezky...
154 Episode 152 ~ Kenangan Manis
155 Episode 153 ~ Tetap Waspada
156 Episode 154 ~ Dijodohkan???
157 Episode 155 ~ Mati Satu Tumbuh Seribu
158 Episode 156 ~ Bisa Merasakan
159 Episode 157 ~ Malam Pengajian
160 Episode 158 ~ Cara Yang Tak Sama
161 Episode 159 ~ Bucin
162 Episode 160 ~ Pasrah Tapi Penasaran
163 Episode 161 ~ First Kiss
164 Episode 162 ~ Baru Menyadari
165 Episode 163 ~ Balapan
166 Episode 164 ~ Si Kembar Dalam Bahaya
167 Episode 165 ~ Selamat Dari Maut
168 Episode 166 ~ Masalah Lama
169 Episode 167 ~ Berita Bahagia
170 Episode 168 ~ Isi Hati Adik Perempuan
171 Episode 169 ~ Hadiah Kecil Untuk Dhina
172 Episode 170 ~ Labil
173 Episode 171 ~ Tindakan Ayah
174 Episode 172 ~ Pengakuan Preman Sialan
175 Episode 173 ~ Belanja Bulanan
176 Episode 174 ~ Kasih Sayang Kakak Ipar
177 Episode 175 ~ Komplikasi
178 Episode 176 ~ Adikku Sayang Adikku Malang
179 Episode 177 ~ Perang Bathin
180 Episode 178 ~ Terpaksa Berbohong
181 Episode 179 ~ Cuci Darah
182 Episode 180 ~ Dasar Mesum
183 Episode 181 ~ Berbohong Lagi
184 Episode 182 ~ Seperti Fast And Furious
185 Episode 183 ~ Bukan Peduli
186 Episode 184 ~ Botol Minum
187 Episode 185 ~ Menceritakan Kronologi
188 Episode 186 ~ Hinaan Yang Kejam
189 Episode 187 ~ Hukuman Tetap Berlaku
190 Episode 188 ~ Tidak Ingin Mengorbankan
191 Episode 189 ~ Air Mata Si Kembar
192 Episode 190 ~ Su'udzon Pada Si Kembar
193 Episode 191 ~ Firasat Mulai Muncul
194 Episode 192 ~ Terhalang Restu
195 Episode 193 ~ Mengantar Undangan
196 Episode 194 ~ Siksaan Penjara
197 Episode 195 ~ Mengunjungi Mira
198 Episode 196 ~ Jambret Nakal
199 Episode 197 ~ Bertemu Umi
200 Episode 198 ~ Tangis Jatuh Ke Dalam
201 Episode 199 ~ Firasat Buruk Umi
202 Episode 200 ~ Tanda-Tanda
203 Episode 201 ~ Hari Persiapan
204 Episode 202 ~ Kenangan Masa Kecil
205 Episode 203 ~ Firasat Paman dan Bibi
206 Episode 204 ~ Diam-Diam Cinta
207 Episode 205 ~ Firasat Dhana
208 Episode 206 ~ Dua Amplop Putih
209 Episode 207 ~ Pagi Yang Sibuk
210 Episode 208 ~ Akad Nikah
211 Episode 209 ~ Menjelang Resepsi
212 Episode 210 ~ Menunggu Kabar
213 Episode 211 ~ Tangis Pilu Keluarga
214 Episode 212 ~ Permintaan Terakhir Adek
215 Episode 213 ~ Tuhan Lebih Sayang Adek
216 Episode 214 ~ Bahagia Berselimut Duka
217 Episode 215 ~ Untuk Yang Terakhir Kali
218 Episode 216 ~ Tenanglah Di Sana, Sayang...
219 Episode 217 ~ Surat Terakhir Adek
220 Episode 218 ~ Permintaan Maaf Mira
221 Episode 219 ~ Salam Perpisahan
222 Surat Cinta Author dan Dhina
223 Boneps 1 ~ Serupa Tapi Tak Sama
224 Boneps 2 ~ Antara Kasihan dan Cinta
225 Boneps 3 ~ Masih Terbalut Duka
226 Boneps 4 ~ Bukan Halusinasi
227 Boneps 5 ~ Cerita Pilu Seorang Mala
228 Boneps 6 ~ Menantikan Jawaban
229 Boneps 7 ~ Penerang itu Seakan Kembali
230 Boneps 8 ~ Berbeda Dunia
231 Boneps 9 ~ Harus Benar-benar Pergi
232 Boneps 10 ~ Selamat Tinggal (Ending)
233 Pengumuman Novel Baru
234 Pemberitahuan Novel Sekuel
235 Novel Sekuel Sudah Rilis
Episodes

Updated 235 Episodes

1
Pengenalan Tokoh
2
Episode 1 ~ Cemberut Pagi
3
Episode 2 ~ Dhana Bad Mood
4
Episode 3 ~ Rencana Ibu
5
Episode 4 ~ Rencana Ibu (2)
6
Episode 5 ~ Prank untuk Para Mas
7
Episode 6 ~ On The Way Puncak
8
Episode 7 ~ Mulai Aneh
9
Episode 8 ~ Awal Kesedihan
10
Episode 9 ~ Kecurigaan Ammar
11
Episode 10 ~ Kekhawatiran Sadha
12
Episode 11 ~ Tisu Berdarah
13
Episode 12 ~ Rumah Sakit vs Kantor
14
Episode 13 ~ Kepanikan Dhana
15
Episode 14 ~ Ketidakpekaan Dhina
16
Episode 15 ~ Emosi Tingkat Dewa
17
Episode 16 ~ Diagnosis Mengerikan
18
Episode 17 ~ Kecewa
19
Episode 18 ~ Kenyataan Pahit
20
Episode 19 ~ Adek itu Penerang Hidup Kita!
21
Episode 20 ~ Ingin Jagung Bakar
22
Episode 21 ~ Diganggu Preman
23
Episode 22 ~ Foundation
24
Episode 23 ~ Acara di Kantor Ayah
25
Episode 24 ~ Pertengkaran berakhir Fatal
26
Episode 25 ~ Masuk Rumah Sakit
27
Episode 26 ~ Kondisi Dhina
28
Episode 27 ~ Utang Penjelasan
29
Episode 28 ~ Terpukul
30
Episode 29 ~ Hilang
31
Episode 30 ~ Ikatan Bathin Dhana dan Dhina
32
Episode 31 ~ Minta Maaf
33
Episode 32 ~ Berjodoh?
34
Epidode 33 ~ Mimpi Buruk
35
Episode 34 ~ Boleh Pulang
36
Episode 35 ~ Ngungsi dan Curhat
37
Episode 36 ~ Memar Lagi
38
Episode 37 ~ Balas Dendam
39
Episode 38 ~ Tamu Pagi Hari
40
Episode 39 ~ Tamu Tak Diundang
41
Episode 40 ~ Mobil Merah Mencurigakan
42
Episode 41 ~ Selalu Kepikiran
43
Episode 42 ~ Makan Malam Bersama
44
Episode 43 ~ Kedatangan Vanny
45
Episode 44 ~ Berenang
46
Episode 45 ~ Tenggelam
47
Episode 46 ~ Incaran Pertama
48
Episode 47 ~ Teror Dimulai!!!
49
Episode 48 ~ Introgasi
50
Episode 49 ~ Sepemikiran
51
Episode 50 ~ Demam Tinggi
52
Episode 51 ~ Ibu Murka
53
Episode 52 ~ Kejutan
54
Episode 53 ~ Rasa Penasaran Imam
55
Episode 54 ~ Topeng Hantu
56
Episode 55 ~ Hari Bersejarah
57
Episode 56 ~ Mobil Merah Itu Lagi?
58
Episode 57 ~ Datang ke Rumah Ibel
59
Episode 58 ~ Mengungkapkan Perasaan
60
Episode 59 ~ Berangkat Keluar Kota
61
Episode 60 ~ Rahasia Masa Lalu
62
Episode 61 ~ Air Mata Kesedihan
63
Episode 62 ~ Jatuh Korban Lagi
64
Episode 63 ~ Mengetahui sesuatu
65
Episode 64 ~ Musuh Dalam Selimut
66
Episode 65 ~ Masa Lalu Terbongkar
67
Episode 66 ~ Kemoterapi
68
Episode 67 ~ Kembali ke Jakarta
69
Episode 68 ~ Kekesalan Imam
70
Episode 69 ~ Mencari Tau
71
Episode 70 ~ Harus Merelakan Mahkota Hitam
72
Episode 71 ~ Botak Bersama
73
Episode 72 ~ Kembali ke Cafe itu
74
Episode 73 ~ Rekaman CCTV
75
Episode 74 ~ Muntah-muntah
76
Episode 75 ~ Karyawati Baru
77
Episode 76 ~ Barang Bukti
78
Episode 77 ~ Hari Ulang Tahun Ayah
79
Episode 78 ~ Orang Asing
80
Episode 79 ~ Merubah Rencana
81
Episode 80 ~ Gelisah
82
Episode 81 ~ Kebakaran Besar
83
Episode 82 ~ Usaha Penyelamatan
84
Episode 83 ~ Bertanggung Jawab
85
Episode 84 ~ Niat Busuk Mira Sebenarnya
86
Episode 85 ~ Trauma dan Syok
87
Episode 86 ~ Mata Sembap
88
Episode 87 ~ Penyelidikan
89
Episode 88 ~ Keraguan Hati Rezky
90
Episode 89 ~ Jalan Menuju Kebenaran
91
Episode 90 ~ Obat Asing
92
Episode 91 ~ Kecelakaan Maut
93
Episode 92 ~ Kebenaran Dugaan Uci
94
Episode 93 ~ Stadium Tiga
95
Episode 94 ~ Hari Yang Melelahkan
96
Episode 95 ~ Jalan-jalan di Mall
97
Episode 96 ~ Rakha???
98
Episode 97 ~ Janji Dhina
99
Episode 98 ~ Dihadang Komplotan Begal
100
Episode 99 ~ Permintaan Dhina
101
Episode 100 ~ Silsilah Keluarga
102
Episode 101 ~ Melepas Rindu
103
Episode 102 ~ Tidak Ingin Menjadi Penghalang
104
Episode 103 ~ Phobia Kata Mati
105
Episode 104 ~ Semakin Sakit
106
Episode 105 ~ Perihal Jam Tangan
107
Episode 106 ~ Rezky Masih Hidup???
108
Episode 107 ~ Kebenaran Sesungguhnya
109
Episode 108 ~ Tidak Tega
110
Episode 109 ~ Dua Kemungkinan Buruk
111
Episode 110 ~ Menuruti Permintaan Dhina
112
Episode 111 ~ Kuatkan lah Adikku...
113
Episode 112 ~ Harus Kuat dan Tegar
114
Episode 113 ~ Bertemu Kakek dan Nenek
115
Episode 114 ~ Racauan Saudara Kembar
116
Episode 115 ~ Komunikasi Bathin
117
Episode 116 ~ Setitik Kebahagiaan
118
Episode 117 ~ Penyesalan Rezky
119
Episode 118 ~ Ide Konyol Dhana
120
Episode 119 ~ Hasil Tes Laboratorium
121
Visual
122
Episode 120 ~ Salam Dari Surga Untuk Mas
123
Episode 121 ~ Misteri Wanita Pincang
124
Episode 122 ~ Meminta Bantuan
125
Episode 123 ~ Ketakutan Ayah
126
Episode 124 ~ Perasaan Ibel Tidak Enak
127
Episode 125 ~ Si Kembar Sakit Berjama'ah
128
Episode 126 ~ Tes Mendadak
129
Episode 127 ~ Rasa itu Telah Hilang
130
Episode 128 ~ Aku Mencintaimu, Dhina...
131
Episode 129 ~ Kabar Baik Dibalik Air Mata
132
Episode 130 ~ Operasi Sumsum Tulang
133
Episode 131 ~ Rasa Syukur Tak Terhingga
134
Episode 132 ~ Teringat Janji Mas Ammar
135
Episode 133 ~ Kebahagiaan Ibel
136
Episode 134 ~ Aksi Penembakan Keji
137
Episode 135 ~ Rasa Yang Datang Terlambat
138
Episode 136 ~ Diantar Kakak Misterius
139
Episode 137 ~ Surat Rumah Sakit
140
Episode 138 ~ Masih Menjadi Teka-Teki
141
Episode 139 ~ Acara Reuni Kampus
142
Episode 140 ~ Aksi Brutal Pria Hitam
143
Episode 141 ~ Pengakuan Pilu Rezky
144
Episode 142 ~ Berusaha Menjelaskan
145
Episode 143 ~ Mereka Butuh Waktu, Dek...
146
Episode 144 ~ Berusaha Membuang Ego
147
Episode 145 ~ Rumah Itu Menyeramkan
148
Episode 146 ~ Disekap Wanita Pincang
149
Episode 147 ~ Mira Telah Kembali
150
Episode 148 ~ Kegilaan Mira
151
Episode 149 ~ Situasi Yang Sulit
152
Episode 150 ~ Kehendak Tuhan
153
Episode 151 ~ Selamat Jalan Kak Rezky...
154
Episode 152 ~ Kenangan Manis
155
Episode 153 ~ Tetap Waspada
156
Episode 154 ~ Dijodohkan???
157
Episode 155 ~ Mati Satu Tumbuh Seribu
158
Episode 156 ~ Bisa Merasakan
159
Episode 157 ~ Malam Pengajian
160
Episode 158 ~ Cara Yang Tak Sama
161
Episode 159 ~ Bucin
162
Episode 160 ~ Pasrah Tapi Penasaran
163
Episode 161 ~ First Kiss
164
Episode 162 ~ Baru Menyadari
165
Episode 163 ~ Balapan
166
Episode 164 ~ Si Kembar Dalam Bahaya
167
Episode 165 ~ Selamat Dari Maut
168
Episode 166 ~ Masalah Lama
169
Episode 167 ~ Berita Bahagia
170
Episode 168 ~ Isi Hati Adik Perempuan
171
Episode 169 ~ Hadiah Kecil Untuk Dhina
172
Episode 170 ~ Labil
173
Episode 171 ~ Tindakan Ayah
174
Episode 172 ~ Pengakuan Preman Sialan
175
Episode 173 ~ Belanja Bulanan
176
Episode 174 ~ Kasih Sayang Kakak Ipar
177
Episode 175 ~ Komplikasi
178
Episode 176 ~ Adikku Sayang Adikku Malang
179
Episode 177 ~ Perang Bathin
180
Episode 178 ~ Terpaksa Berbohong
181
Episode 179 ~ Cuci Darah
182
Episode 180 ~ Dasar Mesum
183
Episode 181 ~ Berbohong Lagi
184
Episode 182 ~ Seperti Fast And Furious
185
Episode 183 ~ Bukan Peduli
186
Episode 184 ~ Botol Minum
187
Episode 185 ~ Menceritakan Kronologi
188
Episode 186 ~ Hinaan Yang Kejam
189
Episode 187 ~ Hukuman Tetap Berlaku
190
Episode 188 ~ Tidak Ingin Mengorbankan
191
Episode 189 ~ Air Mata Si Kembar
192
Episode 190 ~ Su'udzon Pada Si Kembar
193
Episode 191 ~ Firasat Mulai Muncul
194
Episode 192 ~ Terhalang Restu
195
Episode 193 ~ Mengantar Undangan
196
Episode 194 ~ Siksaan Penjara
197
Episode 195 ~ Mengunjungi Mira
198
Episode 196 ~ Jambret Nakal
199
Episode 197 ~ Bertemu Umi
200
Episode 198 ~ Tangis Jatuh Ke Dalam
201
Episode 199 ~ Firasat Buruk Umi
202
Episode 200 ~ Tanda-Tanda
203
Episode 201 ~ Hari Persiapan
204
Episode 202 ~ Kenangan Masa Kecil
205
Episode 203 ~ Firasat Paman dan Bibi
206
Episode 204 ~ Diam-Diam Cinta
207
Episode 205 ~ Firasat Dhana
208
Episode 206 ~ Dua Amplop Putih
209
Episode 207 ~ Pagi Yang Sibuk
210
Episode 208 ~ Akad Nikah
211
Episode 209 ~ Menjelang Resepsi
212
Episode 210 ~ Menunggu Kabar
213
Episode 211 ~ Tangis Pilu Keluarga
214
Episode 212 ~ Permintaan Terakhir Adek
215
Episode 213 ~ Tuhan Lebih Sayang Adek
216
Episode 214 ~ Bahagia Berselimut Duka
217
Episode 215 ~ Untuk Yang Terakhir Kali
218
Episode 216 ~ Tenanglah Di Sana, Sayang...
219
Episode 217 ~ Surat Terakhir Adek
220
Episode 218 ~ Permintaan Maaf Mira
221
Episode 219 ~ Salam Perpisahan
222
Surat Cinta Author dan Dhina
223
Boneps 1 ~ Serupa Tapi Tak Sama
224
Boneps 2 ~ Antara Kasihan dan Cinta
225
Boneps 3 ~ Masih Terbalut Duka
226
Boneps 4 ~ Bukan Halusinasi
227
Boneps 5 ~ Cerita Pilu Seorang Mala
228
Boneps 6 ~ Menantikan Jawaban
229
Boneps 7 ~ Penerang itu Seakan Kembali
230
Boneps 8 ~ Berbeda Dunia
231
Boneps 9 ~ Harus Benar-benar Pergi
232
Boneps 10 ~ Selamat Tinggal (Ending)
233
Pengumuman Novel Baru
234
Pemberitahuan Novel Sekuel
235
Novel Sekuel Sudah Rilis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!