Hari pertama Indira kini tiba menjalani sesi pemotretan dengan fhotografer terkenal.
"Oke, ini sangat bagus." ucap Fhotografernya.
Namanya Luky Bastian ia adalah seorang Fhotografer yang terkenal dan berasal dari indonesia namun sudah lama menetap di London karena begitu banyaknya pekerjaan yang menggiur baginya.
"Sudah yah, Kak?" tanya Indira.
"Iya cantik, sudah kau boleh pergi sekarang." ucap Luky yang tengah sibuk melihat-lihat foto di kameranya.
Indira yang menuju arah Federic kini tersenyum bahagia, ini adalah pengalaman pertamanya seumur hidup Indira, Federic yang melihat kebahagiaan terpancar di wajah gadis itu juga ikut senang.
"Sepertinya aku akan membuat Papi semakin bangga." ucap Indira yang mengingat Tuan Damar.
"Tentu saja, dari dulu kau sudah membuat orangtuamu bangga Ra dengan prestasi-prestasi yang kau raih." tambah Federic.
"Tapi sekarang aku bukan hanya berprestasi dengan otakku tapi juga dengan wajahku hehe." ucap Indira sambil terkekeh.
Kini mereka berdua kembali ke apartemen karena perkuliahan sudah berakhir hari itu, sesampainya di apartemen Federic segera membersihkan diri begitu pun dengan Indira. Setelah mereka membersihkan diri Indira keluar kamar menuju sofa yang yang biasa ia pakai untuk bersantai. Federic yang terlihat sangat tampan keluar dengan pakaian santainya.
Indira tertegun seketika melihat wajah pria tampan itu yang masih terlihat rambut sedikit basah menatap ke arahnya. Perlahan Federic mendekati wajah wanita itu dan mengejutkan Indira ketika menarik hidung mancungnya.
"Aw sakit." teriak Indira kecil.
"Aku tau wajahku sangat tampan." ketus Federic yang membuat Indira tersipu malu.
Kini mereka berdua duduk di satu sofa dengan saling memeluk, entah apa hubungan mereka sebenarnya yang jelas kedekatan mereka sudah sangat melebihi orang yang berpacaran.
"Tuan, maaf saya ingin ke pasar dulu beli sayura." ucap pelayan di apartemen itu.
"Baiklah, ini uangnya." ucap Federic yang menyerahkan beberapa lembar uang.
Kini di apartemen tersisa hanya mereka berdua saja dan hal itu membuat Indira merasa canggung karena sejak tadi perasaannya semakin tidak karuan saat dekat dengan Federic. Baru saja Indira ingin melangkah ke kamar tangannya sudah lebih dulu di tarik oleh Federic dan sukses menjatuhkan wanita itu ke dalam pelukannya.
Indira yang mendapat perlakuan itu hanya terdiam gugup, namun Federic yang sudah tidak bisa menahan diri lagi segera menekan kepala Indira dan membuat mereka berdua saling menempelkan bibirnya.
"Emmm..." ucap Indira yang ingin mengatakan sesuatu namun tertahan karena bibirnya sudah di lum*t habis oleh Federic.
Kali ini Indira yakin jika perasaannya selama ini ternyata bukan hanya dia yang menahannya tapi juga Federic dan itu membuat Indira semakin mencintai Federic ketika tahu pria itu juga menyimpan rasa padanya.
Cukup lama mereka melakukan adegan bibir sampai akhirnya Federic mulai melancarkan tangannya yang menelusuri lekukan tubuh Indira. Setelah merasa semakin terbawa suasana, kini Federic dengan segera menghentikan aksinya.
Ia melepas bibir mereka yang saling berpagutan dan menatap sendu kedua mata gadis yang ada di hadapannya. Kali ini Federic bisa melihat wajah penuh keinginan pada raut Indira, namun hal itu tidak mungkin ia lakukan lebih jauh lagi.
Nafas Indira terdengar begitu memburu karena menahan sesuatu yang ia inginkan, perlahan Federic memeluk tubuh padat Indira lalu mengecup lembut keningnya.
"Tidurlah." pintah Federic yang menyandarkan kepala Indira pada dada bidang miliknya.
Indira yang menurut ucapannya kini mulai memejamkan mata indahnya sambil memeluk erat tubuh pria itu. Federic yang juga ikut memejamkan matanya kini sudah terlelap dalam mimpi yang indah bersama wanita dalam pelukannya.
Tanpa mereka sadari kini pelayan yang baru saja datang melihat kemesraan mereka dan tersenyum, seketika berdiri mematung menikmati pemandangan hangat di depannya.
"Manisnya." ucap wanita itu dengan tersenyum.
Kini ia menuju dapur untuk menyiapkan makanan yang sudah lengkap semua kebutuhan memasaknya.
***
"Mami ingin menikah dengannya?" Gibran yang terkejut mendengar percakapan Tuan David dengan Nyonya Ningrum di ruang tamu.
"Sayang." ucap Nyonya Ningrum sambil mengejar Gibran yang berlari ke kamar sambil menangis.
"Mami jahat, Papi baru saja meninggal tapi Mami sudah mau menikah lagi." Suara tangis Gibran yang terus memukuli bantal.
Nyonya Ningrum yang tidak tahu haru berkata apa lagi saat mendengar tuduhan putranya padanya, tentu semua orang akan mengatakan hal itu jika mereka tidak tahu yang sebenarnya terjadi.
Perlahan air matanya juga jatuh membasahi pipi wanita itu ia berfikir bagaimana jika sampai tiba waktunya Indira pulang dan mengetahui hal ini. Tentu ia adalah orang pertama yang sangat membencinya dan untuk alasan apa ia menikah rasanya sangat berat jika menjelaskan semua pada anaknya.
"Sayang, makan." lanjut Nyonya Ningrum yang berusaha menenangkan Gibran.
"Gibran mau kasih tau Kak Indira saja." ucap Gibran yang mengejutkan Nyonya Ningrum.
"Sayang, Mami mohon jangan membuat Kakakmu semakin sedih dan tidak fokus belajar di sana." ucap Nyonya Ningrum.
Gibran yang mendengarnya pun kembali tersadar bagaimana ia melihat kesedihan di wajah Kakaknya ketika kembali ke London sangat tidak bersemangat. Niat Gibran yang ingin mengadu kini ia urungkan karena tidak ingin Kakaknya sedih berlama-lama.
Dan untuk masalahnya di sini dengan Nyonya Ningrum biarlah ia yang merasakan sendiri tanpa siapa pun mengetahui.
Nyonya Ningrum sudah tidak ada alasan lagi untuk menolak bukan semata-mata karena harta tapi tuduhan awak media padanya sudah semakin tersebar tentang perselingkuhannya pada Tuan David. Entah bagaimana itu semua bisa terjadi yang jelas berita perselingkuhan itu terjadi begitu saja sejak awal mulanya mereka di tangkap dengan beberapa wartawan di depan restoran.
Hari berlalu begitu cepat, kini sudah tiba waktunya Nyonya Ningrum menikah dengan Tuan David di sebuat hotel mewah. Semua para tamu undangan tampak menyambut meriah acara pernikahan mereka kecuali Gibran yang terus menatap Nyonya Ningrum dari kejauhan dengan tatapan marah.
"Kak, andai kau ada di sini aku tidak akan menahan sakit ini sendirian." gumam Gibran yang melihat fotonya bersama Indira di layar ponsel miliknya.
Indira yang tadinya tertidur lelap di pelukan Federic tiba-tiba kesedakan dengan segera Federic bangun dan mengambilkannya air minum.
"Kau baik-baik saja?" tanya Federic.
"Aku tiba-tiba kepikiran dengan Gibran." jelas Indira.
Ia meraih ponsel yang ada di meja dan menghubungi adik laki-lakinya, beberapa kali panggilan itu di tolak oleh Gibran.
"Aduh bagaimana ini, Kak Indira menelfonku bagaimana jika suara ramai terdengar padanya?" gumam Gibran yang kebingungan.
Dengan cepat pria itu mengirimkan pesan singkat dan memberi tahu Indira jika ia sedang belajar untuk persiapan ujian semester dan akan menghubunginya setelah selesai belajar. Gibran saat ini sedang menyandang pendidikan di bangku SMP kelas tiga.
Indira yang membaca pesan dari sang adik merasa legah meskipun di dalam hatinya ada perasaan yang tidak enak entah apa sebabnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
Susilawati Dewi
knp ga ada pilihan lg apa
2021-08-05
0
Bundanya Naz
apakah mereka menikah stlh ms iddahnya Ningrum?
2021-07-16
0
Elly
ceritanya kereemnnnnnnnn abis 👍👍👍👍
2021-03-25
3