Di sebuah kampus ternama tepatnya di London tampak beberapa wanita cantik dari wajah yang asing sedang berkumpul. Mereka duduk di kantin dengan saling berbicara dan tertawa. Dari kejauhan bisa di pastikan ada salah satu wanita yang berasal dari Indonesia, wajahnya sangat cantik tidak kalah dengan kecantikan para teman-temannya. Bahkan bisa di pastikan kecantikannya sangat menonjol di kalangan mereka. Indira Mahesa yang kini sedang asyik berbicara dengan teman-temannya seketika berhenti dan menjauh dari yang lainnya.
"Where are you going, Indira?" tanya salah satu temannya melihat Indira tiba-tiba menjauh. Namanya Queensya ia teman Indira yang juga merantau dari Amerika.
Indira yang mendengar enggan menjawab matanya terbelalak melihat pesan singkat yang di kirim oleh adik kandungnya, Gibran.
"Kak, Papi meninggal kecelakaan." isi pesan itu yang membuat Indira terduduk di lantai.
Tubuhnya bergemetar melihat pesan sementara tangannya berusaha menekan tombol telefon untuk bertanya kepastiannya. Teman-teman Indira yang melihat dari kejauhan segera berlari mendekat.
"Indira, are you oke?" tanya Keyra yang juga sahabat Indira asli Jerman.
Indira masih terdiam menunggu jawaban telefon dari adiknya sementara air matanya sudah begitu derasnya mengalir di pipi mulusnya. Para sahabatnya sesekali saling melempar tatapan bingung dan penasaran.
"Halo, Kak." jawab Gibran.
"Apa yang kau katakan, Gibran?" tanya Indira.
"Hiks...hiks...hiks." suara tangis Gibran membuat Indira semakin tidak kuasa menangis.
"Ayo katakan cepat!" desak Indira lagi.
Gibran yang merasa tidak kuat mengatakannya kini memberikan ponsel pada Maminya, namanya Ningrum Prameswari.
"Halo, sayang." ucap Nyonya Ningrum.
Dengan suara gemetar Indira bertanya, "Mi, apa yang terjadi?"
"Papi kalian sudah tiada, sayang ia kecelakaan mobilnya masuk ke laut usai kecelakaan." jelas Nyonya Ningrum sambil menangis.
"Tidak...ini tidak mungkin. Papiiiiii....." teriak Indira histeris dan membuat semua yang ada di dekat situ mendekat ke arahnya.
"What happened, Indira?" (apa yang terjadi, Indira) tanya Federic sambil menggoyang lengan Indira merasa panik.
Akhirnya Queensya kini meraih ponsel Indira dan bertanya pada Nyonya Ningrum tentang apa yang terjadi, setelah Queensya mendengar kabar kematian tubuhnya ikut melemas. Kini Queensya menceritakan pada sahabatnya apa
yang telah terjadi, semua tampak terkejut. Tentu mereka sangat paham kesedihan Indira karena sejak mereka berteman Indira tidak pernah sekali pun terlepas untuk membicarakan Papinya yang begitu baik padanya.
Terkadang cerita Indira sampai membuat mereka ingin menemui Papi Indira, namanya adalah Damar Mahesa. Sosok pria yang selalu mengutamkan anak gadisnya apa pun yang Indira lakukan selalu mendapat dukungan dari Tuan Damar.
Federic yang merupakan salah satu pria di antara mereka dengan cepat membopong tubuh Indira ke dalam mobil kemudian meniggalkan Queensya dan Kayra di kampus.
Sepanjang perjalanan Indira terus menangis tanpa berfikir kemana Federic akan membawanya, ternyata mereka saat ini sudah menuju ke bandara untuk ke Indonesia.
"Tenanglah, aku bersamamu." ucap Federic dengan bahasa Inggris. Sambil memeluk erat tubuh Indira dan tangan sebelahnya tetap fokus menyetir mobil.
"Aku tidak percaya dengan mimpi buruk ini, Fed." ucap Indira sambil menangis semakin pecah.
Federic yang merasa keadaan Indira belum stabil dengan cepat meminggirkan mobilnya untuk parkir sebentar, setelah mobil terparkir dengan sepurna ia kembali memeluk Indira dan mengusap-usap punggung sahabatnya.
"Aku tidak mungkin kehilangan Papi, ini semua pasti mimpi. Bagaimana bisa ia meninggalkanku saat aku belum menyelesaikan studiku?" hiks...hiks...hisk. celotehan demi celotehan terus keluar dari mulut mungil wanita itu.
Ia terbayang ketika akan pergi ke London beberapa kali Indira memeluk tubuh Tuan Damar berulang kali ia lakukakan saat ingin masuk ke bandara. Tuan Damar yang memahami tingkah manja putrinya hanya tertawa dan menerima kembali pelukan Indira dengan senang hati. Ia sangat mengerti putrinya sangat sulit untuk jauh darinya.
Namun, demi cita-citanya menjadi seorang Arsitek lulusan luar negeri Indira memberanikan diri hidup tanpa sosok Ayah di sampingnya. Janji Indira sebelum pergi ke London adalah ingin cepat menyelesaikan studinya dan
akan pulang ke Indonesia untuk membangun sebuah gedung mewah dan tentu gedung itu akan ia berikan pada perusahaan Papinya.
Mengingat semua moment terakhir dengan Tuan Damar Indira terus menggelengkan kepala merasa tidak percaya dengan yang terjadi begitu cepatnya, kalau saja Indira tahu akan terjadi seperti ini mungkin ia tidak akan meninggalkan Tuan Damar dan memilih kuliah di Indonesia saja.
Setelah Federic merasa Indira sudah mulai bisa mengontrol tangisnya, ia kembali membopong tubuh Indira ke dalam mobil. Kini mereka sudah masuk ke bandara. Federic sudah mengurus semuanya dengan cepat sedangkan Indira hanya diam mematung wajahnya begitu sembab karena menangis terus menerus.
Kali ini Indira tidak pulang sendirian, keadaan berduka seperti ini tentu Federic tidak akan tega membiarkannya pulang seorang diri. Tangan Indira terus di gandeng oleh Federic sampai memasuki pesawat.
Di pesawat Indira terus memeluk Federic sambil menangis tanpa henti, namun kali ini ia menangis tidak mengeluarkan suara. Federic terus berusaha menenangkan Indira sepanjang perjalanan.
Pramugari yang melihat kemesraan mereka terhanyut seketika memandang wajah kedua orang yang sedang berpelukan sangatlah serasi. Federic yang begitu tampan dan Indira yang sangat manis meskipun kali ini matanya sudah bengkak tetap kecantikannya tidak tertutupi.
"What happened, Mr?" tanya Pramugari itu.
"It's okay." jawab Federic sambil tersenyum.
Memastikan semuanya baik-baik saja kini pramugari itu beranjak menjauh dari mereka. Indira yang enggan menghiraukan di sekelilingnya hanya mengeratkan kembali pelukannya pada Federic sambil terus terbayang wajah
Papinya. Yang selalu tersenyum pada Indira selalu membuka tangan tiap kali Indira datang memeluknya. Dan selalu mendukung apa pun yang Indira ingin lakukan tanpa menolak.
Setelah cukup lama kini tanpa sadar Indira sudah terlelap dalam pelukan Federic. Merasa pelukan yang sudah
semaking mengendur, Federic menatap wajah Indira sambil menepis rambut yang menghalangi wajah Indira. Kemudian ia mengusap air mata yang tersisa dan mengecup lembut kening Indira.
"whatever happens I will be with you, Indira." gumam Federic sambil memeluk Indira penuh dengan ketulusan. artinya apa pun yang terjadi aku akan bersamamu, Indira.
Federic memang sangat menyukai Indira, namun karena melihat kesungguhan Indira dalam berkuliah dan ia juga memilki keinginan untuk cepat menyelesaikan studinya. Federic memilih untuk tidak berpacaran. Selama Indira terus dekat dengannya itu sudah menjadi hal yang paling ia inginkan saat ini. Perjalanan begitu terasa sangat lama, sampai Federic yang sudah ikut terlelap tidak sadar jika Indira sudah bangun.
Ingatannya kembali lagi pada wajah Papinya, rasanya sulit untuk di percaya bagaimana mungkin Indira kehilangan sosok pria yang begitu menyayanginya secepat ini. Pupus harapan Indira untuk berfoto dengan Papinya saat wisuda nanti padahal itu impiannya yang pertama dan yang paling sederhana selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 272 Episodes
Comments
Susilawati Dewi
kasian indira
2021-08-05
0
Elly
awal aja udah keren ceritanya apalgi kelanjutannya 👍👍👍
2021-03-25
0
Arif Wahyu
lanjut
2021-03-10
1