Bukan Yang Pertama
Hujan semakin deras. Langit yang kulihat, begitu hitam dan pekat. Kilat dan petir saling menyusul. Sepertinya hujan masih akan terus mengamuk. Menumpahkan air ke bumi dengan ganasnya.
Meski tanah yang aku tapaki sudah mulai terendam air, sepertinya alam tak mau peduli. Kilat dan petir kian menjadi.
Satu persatu siswa SMA Negeri Unggulan yang terletak di sudut kota itu meninggalkan sekolah. Sebenarnya bel pulang sudah berdering sejak satu jam yang lalu.
Namun ada beberapa kelas yang belum keluar, terutama mereka yang duduk di kelas dua belas. Ada pelajaran tambahan yang wajib mereka ikuti sebagai persiapan diri menjelang ujian nasional yang sudah di dekat mata.
Diantara mereka yang sudah meninggalkan sekolah, ada yang dijemput orang tuanya, menembus hujan dengan laju kendaraan bermotornya atau pulang bareng dengan men
nebeng teman yang jarak rumahnya berdekatan.
Ada juga yang masih duduk cantik dan sedikit cemas menunggu angkutan yang menuju ke arah rumah mereka.
Seperti yang dilakukan Rey saat ini, sejak tadi ia masih berdiri di pintu gerbang berlindung di bawah gapura. Ia menunggu angkutan umum berwarna coklat yang biasanya melintas di gerbang sekolah.
Sudah hampir setengah jam ia berdiri di gerbang sekolah, namun angkutan yang ditunggu tidak tak kunjung melintas.
"Duh..." Rey mulai gelisah.
"Sampe kapan nih harus nunggu? Dari tadi kok angkot belum ada yang lewat," gerutu Rey lagi.
Ia merasa jenuh karena sudah berganti posisi dari duduk kemudian berdiri, diulang berkali-kali. Angkot yang ditunggu tak juga melintas.
"Alamat kena marah lagi, Nih"
"Sudah tahu hujan, Pak Andi pake ngulur-ngulur kepulangan siswa. Aku lagi yang susah" gerutunya lagi. Rey semakin kesal karena sekolah kian sepi.
Rey juga semakin khawatir. Hari semakin sore dan langit semakin gelap. Jika ia tidak segera pulang, ia akan mendapatkan omelan dari ibunya. Untuk itu, ketika ada teman yang menawarkan tumpangan ke pangkalan angkutan, Rey tidak menolaknya.
"Ayo, ikut sampe halte!" ajak Keke yang menghentikan motornya ketika ia melihat Rey yang masih berdiri di gapura.
"Siapa tau angkotnya pada ngetem di sana?" tambahnya lagi.
Tanpa berpikir panjang, Rey segera nemplok di jok belakang. Karena jarak sekolah dari pangkalan tidak begitu jauh, Rey menembus hujan tanpa alat pelindung. Tak ayal lagi, walau hanya sebentar, seragam batik yang ia kenakan kuyup terguyur air hujan begitu sampai di tempat tujuan.
"Maaf ya cuma sampe di sini,"
"Iya, kok. Kita kan beda arah," sahut Rey secepatnya karena ia menangkap raut muka temannya yang tidak tega menurunkan di halte pada saat hujan deras begini.
"Aku buru-buru nih, mau jemput adikku di tempat lesnya," jelasnya lagi.
"It ok, say. Ga pa-pa kok. Masih banyak angkot yang lewat jam segini," Rey berusaha memberikan alasan pada temannya itu.
"Aku tinggal ya," ujarnya lagi setelah menarik gas motornya. Rey melepas kepergian temannya itu dengan lambaian tangan dan senyum manisnya.
Rupanya, sore ini Rey harus menelan kekecewaan, di pangkalan juga tidak terlihat angkot yang ia tunggu-tunggu sejak tadi. Dari sekian angkot yang berbaris di pangkalan itu, Rey tidak melihat angkot berwarna coklat yang sedang menunggu penumpang.
"Duh, sial sekali sih. Kenapa di pangkalan ini mereka juga tak kutemui,"
Hanya ada satu angkutan berwarna biru dan 2 angkutan berwarna kuning. Rute kedua angkutan itu tidak melewati rumahnya. Justru berbalik arah menuju ke sekolah.
"Ah rupanya hujan menyebabkan sopir angkutan lebih memilih untuk tidak mengemudi," bisik Rey dalam hati sembari berlari-lari kecil dan menutup kepalanya dengan tas ransel yang sejak tadi disandang dipunggung nya.
Rey memilih berteduh di halte yang berada di seberang pangkalan. Ia berharap segera ada angkutan yang lewat. Rey duduk di bangku panjang yang sudah basah terkena cipratan hujan. Bangku yang terbuat dari besi berwarna putih.
"Pulang kemana?"
Suara yang tiba-tiba terdengar itu cukup mengejutkan Rey.
Ternyata suara yang begitu berat itu datang dari arah pos polisi. Pos yang terletak di sebelah kanan halte tempat Rey menghempaskan pantatnya beberapa menit yang lalu.
Rey mencoba mengamati wajah si pemilik suara. Namun karena tertutup oleh helm dan masker, Rey tidak bisa mengenali siapa yang menyapanya tadi.
Rey menyapu sekeliling halte itu, ia tidak menemui kendaraan roda dua terparkir di sekitar situ. Rey segera berdiri dari dan ingin meninggalkan tempat duduknya. Tapi hujan mampu menahan langkahnya. Ia terpaksa mengurungkan niatnya untuk meninggalkan halte itu.
Akhirnya, Rey memilih berdiri di sudut kursi itu dan mengarahkan pandangannya ke jalan yang semakin gelap karena derasnya tumpahan hujan.
"Duh, siapa lagi. Kenapa aku harus bertemu mahluk aneh seperti ini," bisik Rey dalam hati. ia merasa terganggu dengan hadirnya pria misterius itu. Pria yang tiba-tiba mengagetkannya.
"Jangan takut," pria itu keluar dari gardu lalu duduk di kursi yang ditempati Rey tadi.
"Hujan begini sangat jarang angkutan yang mau beroperasi. Sebentar lagi jalanan akan tergenang air, mereka lebih memilih pulang ke rumah daripada harus menembus genangan air yang bisa menyebabkan mesin angkutan yang sudah seperti rongsokan itu mogok di jalanan," lanjut pria itu lagi. Masih dibalik masker dan helmnya.
Rey tetap diam. Ia tidak tertarik dengan pembicaraan orang yang ada disampingnya. Rey hanya melirik keberadaan orang tersebut dengan gerakan matanya saja.
"Kenapa kamu diam?" Tanya pria itu semakin penasaran.
Rey hanya menggeleng. Pandangannya tetap tertuju ke arah jalanan .
"Untuk apa aku meladeni orang asing ini. Aku hanya menunggu angkutan dan segera ingin sampai di rumah" bisik Rey dalam hati
"Apa kau tidak lelah berdiri mematung di situ? Duduklah. Aku tidak akan memakanmu," ujarnya lagi.
Ah....Rey semakin terganggu dengan keberadaan orang itu. "Kenapa aku harus duduk berdampingan dengan orang yang asing saat hujan begini," desah Rey semakin dongkol.
Dongkol pada laki-laki asing itu yang tidak membuka penutup mukanya saat berbicara pada orang lain. Hanya terlihat sorot matanya yang sedikit bersahabat. Rey semakin serba salah. Antara kesal dengan pria asing itu dan pada hujan yang tak kunjung reda .
Craaaatttttt!!!
"Aaahhhh" teriak Rey sepontan.
Sebuah motor yang melaju dengan kencang menyipratkan kubangan air yang berwana hitam pekat ke arahnya. Kubangan yang berasal dari meluapnya air got di sekitar pangkalan angkot yang tertutup oleh kotoran sampah plastik.
"Sial!," teriak Rey dalam hati.
Kontan saja baju dan rok yang ia kenakan semakin basah dan kotor. Mukanya yang putih bersih juga menjadi hitam bak disiram air comberan.
Kedongkolan Rey semakin menjadi. Namun ia tak bisa memaki pengendara yang sudah jauh meninggalkan tempatnya berdiri.
"Sudah kubilang. Duduk saja di sini!"
Rey memalingkan pandangan ke arah pria itu sebentar, raut wajahnya tampak begitu ragu.
"Tidak perlu takut. Percayalah, aku bukan penjahat"
"Terimakasih"
Akhirnya Rey mematahkan keraguannya. Ia segera mengambil tempat duduk di samping pria itu. Tidak begitu berdekatan. Jarak mereka bisa ditempati dua orang.
"Maaf jika aku sudah membuatmu begitu takut"
Pria itu segera minta maaf begitu Rey menempati bangku halte yang sejak tadi memang ingin sekali ia tempati.
Kakinya cukup lelah untuk berdiri setelah seharian ini begitu bangak kegiatan yang harus ia selesaikan.
"Tidak. Aku tidak terganggu dengan keberadaan, Anda. Aku hanya ingin segera sampai ke rumah saja" sahut Rey memberi alasan.
Sebuah alasan yang cukup konyol menurut Rey sendiri. Bagaimana tidak, ia ingin segera sampai ke rumah sedangkan angkot yang tunggu-tunggu tak kunjung lewat.
Mau berdiri dengan posisi apapun tak akan bisa memindahkan tubuhnya dalam sekejap. Dari halte tiba-tiba muncul di rumah.
Mengingat ini, Rey jadi tertawa sendiri. ia menertawakan kebodohan. Begitu panik dan takutnya ia jika tak segera sampai ke rumah membuat nalarnya menjadi hank.
Pria itu hanya menyeringai. Ia tak lagi bersuara. Beberapa kali Rey melirik, ia sibuk dengan hp yang ada ditangannya. Rey juga begitu. Ia memilih diam dan sesekali melongokkan lehernya yang jenjang ke ujung jalan.
"Datanglah.....buruan...,"
"Sudah mau magrib nih," keluh Rey berulang-ulang.
Hingga pada akhirnya, Rey melihat angkutan yang ditunggu datang, Rey segera berdiri dari tempat duduknya. Ia tak ingin tertinggal oleh angkot yang sudah sejak tadi ditunggunya.
"Alhamdulillah, akhirnya," teriaknya. Suara itu terdengar oleh pria yang sejak tadi menatap dengan khusyuk gadgetnya.
Rey melangkah pergi meninggalkan tempat duduknya ketika angkot itu menghampirinya. Tanpa pamit pada pria yang sejak tadi ada di sampingnya.
Rey memaksa untuk bisa masuk angkutan itu meskipun ia tahu tidak ada sisi yang bisa untuk didudukinya lagi. Semua bangku sudah terisi penuh oleh penumpang yang telah lebih dulu ada di angkutan itu.
Bangku yang seyogyanya hanya untu 10 penumpang pada bagian belakang, 6 sisi kanan dan 4 sisi kiri itu terlihat penuh sesak oleh anak-anak sekolah. Begitu juga dengan bangku yang ada di depan. Selain sopir, ada dua penumpang yang ada di sisinya.
Akhirnya Rey harus iklas hanya menempelkan sedikit pantatnya pada ujung jok yang ada di sisi pintu. Kedua tangannya memegang erat bagian pintu dan sisi kursi agar tidak jatuh ketika angkutan itu melaju.
Pria itu seperti nya juga tidak peduli dengan kepergian Rey. Pandangannya tak beralih sedikitpun dari benda yang ada ditangannya hingga Rey berlalu dari pandangannya.
***Ilustrasi Tokoh Rey***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Vita Liana
baca ulang lagi ,,
.tapi sayang yg lain ditungguin lama tetep aja gak di lanjut
2023-08-22
0
Emi Widarti
kirain cowok
2023-03-31
0
Becky D'lafonte
mulai baca
2022-09-07
0