Dulu, keluarga kami adalah keluarga yang berkecukupan. Ayah bekerja di perusahaan konstruksi milik pemerintah dengan gaji yang cukup lumayan.
Namun sejak ia terserang struk, ayah terpaksa pensiun dini dan meninggalkan pekerjaan yang menjadi penopang seluruh kebutuhan keluarga. Sebagian dari uang pensiun ayah yang dibayar dimuka dipergunakan ibu untuk membuka usaha.
"Jika uang ini kita gunakan untuk kebutuhan dapur tanpa ada usaha, alamat celaka kita, Yah," kata ibu waktu itu. Aku mendengar mereka diskusi cukup serius di kamar.
"Bagaimana caranya agar uang ini bisa muter, kita harus bikin usaha sebagai pengganti sumber keungan kita. Mumpung masih ada modal. Apa ya?" tanya ibu ingin minta pertimbangan dari Ayah
"Kalau usaha makanan siap saji potensinya bagus. Di sekitar kita banyak karyawan perusahaan tebang yang lalu lalang setiap harinya. Tapi itu terlalu capek. Untuk bayar jasa pembantu sepertinya kurang bagus. Apalagi di awal usaha dan modal yang kita punya cukup tipis," sahut Ayah.
"Iya, usaha makanan siap saji harus punya ektra tenaga. Siapa yang mau bantuin ibu? Anak-anak masih keci dan belajarnya akan terganggu jika harus membantuku," ujar Ibu.
"Betul, Bu!"
Hening.....
Rey bisa mendengar itu semua karena pintu kamar mereka tidak tertutup rapat. Ibu baru saja memapah Ayah ke kamar mandi usai buang air kecil.
Rey yang saat itu sedang mengerjakan prakarya kontruksi dari ice stick belum juga tidur. Ia menyelesaikan pekerjaannya di ruang tamu.
Kami tinggal di wilayah kabupaten yang menjadi pusat pertambangan batu bara di Sumatera Selatan. Karena pesatnya perkembangan usaha pertambangan di kota ini. Beberapa perusahaan pertambangan ternama di Indonesia mendapat ijin usaha untuk menggali perut bumi kota kecil ini.
Sejak itu, kota ini mempunyai sumber pendapatan baru. Berbagai fasilitas kota diperbaiki. Sektor ekonomi tumbuh begitu pesat. Penghasilan warga juga semain meningkat.
Perusahaan- perusahaan tambang itu tidak hanya merekrut pekerja daerah, untuk tenaga ahli mereka tetap mendatangkan karyawan dari luar daerah bahkan tenaga kerja asing.
"Bagaimana jika Laudry kiloan, Yah?" usul ibu. Setelah cukup lama tidak terdengar suara apapun dari kamar itu.
"Boleh juga. Modal awalnya memang cukup besar, tapi jika kita punya pelanggan tetap, kita akan punya penghasilan yang stabil," sahut Ayah menanggapi usul ibu tersebut.
"Bisa juga Bu, sebagai langkah awal kita harus giatkan promosi ke mess- mess pegawai di sanam. Ayah belum melihat ada usaha serupa di sekitar sini," lanjut Ayah semakin antusias.
Peluang ini menjadi bidikan ibu untuk membuka usaha laundry karena diantara para pegawai tambang yang tinggal di mess karyawan, rata-rata jauh dari keluarga. Dengan adanya jasa laundry seperti usaha ibu meringankan tugas mereka.
"Baik, kita buka laudry kiloan saja. Berapa modal untuk satu mesin cuci dan perlengkapan lainnya , yah?" tanya ibu sembari sedang menghitung sesuatu.
"Ayah rasa tabungan kita masih cukup. Kita beli satu mesin cuci dulu. Jika berkembang bisa tambah unit lagi," Ayah memberi saran pada Ibu.
"Beli cash, Bu. jangan sampai cicilan bisa menjerat ekonomi keluarga kita yang sedang sulit. Sebisa mungkin hindari kredit apapun, yah," tambahnya lagi.
"Baik. Besok ibu akan cari info harga mesin cuci khusus laundry. Sementara ini, kamar depan kita gunakan sebagai ruang usaha,"
"Iya, ga masalah. Doni masih bisa tidur di kamar belakang jika ia sudah berani tidur sendiri," suara Ayah menimpali.
Sudah lima tahun berjalan. Usaha ibu semakin berkembang. Awal usaha hanya dengan satu mesin cuci dan belasan pelanggan, kini Ibu sudah menambah dua mesin lagi. Pelanggan semakin bertambah.
Dari sekian pelanggan tetap ibu, ada yang datang sendiri untuk mengantar dan mengambil cuciannya. Ada juga yang minta layanan antar jemput, tentu saja dengan biaya tambahan.
Tapi hanya beberapa saja yang memilih layanan antar jemput. Biasanya mereka yang tinggal di mess besar atau setara pimpinan proyek di perusahaan-perusahaan itu.
Ibu memulai usaha ini tepatnya saat Rey masih duduk di kelas satu SMP. Sejak itu pula, Rey harus membantu ibu mencuci piring, bersih-bersih rumah.
Belum lagi kalau ada urusan di luar rumah seperti belanja kebutuhan laundry jika ibu tidak punya waktu melakukanya dan ditambah lagi dengan mengantar jemput cucian dari pelanggan.
"Hanya kamu yang bisa ibu andalkan di rumah ini.
Kamu harus bantu ibu, yah," begitu kata ibu waktu itu.
"Kakakmu fisiknya lemah. Dia tidak punya keberanian seperti dirimu. Sedangkan adikmu masih kecil. Jadi pada siapa lagi ibu minta tolong jika bukan padamu," tambah ibu lagi.
"Iya, Bu. Rey akan bantu pekerjaan Ibu," sahut Rey.
Semua pekerjaan itu Rey kerjakan mulai dari jam lima pagi hingga menjelang isya. Ibu lebih memberi tanggung jawab padaku karena aku tidak pernah bisa menolak permintaan ibu dan aku juga dianggap paling cekatan dalam bekerja dibanding kak Nay dan adiikku.
Memang uang yang diperoleh dari usaha ini tidak bisa memenuhi kebutuhan kami berlima. Ibu yang terbiasa hidup enak sewaktu ayah masih bekerja tidak dengan mudah mampu menggantikan peran ayah dengan sempurna untuk menenuhi kebutuhan rumah tangga.
Kebiasaannya yang konsumtif terhadap baju-baju model kekinian dan bergaul dengan ibu-ibu sosialita kerap harus melibas uang yang seharusnya untuk kepentingan dapur.
Untuk membeli barang yang diinginkan, ibu bahkan sampai membelinya secara kredit. Tentu saja harganya lebih tinggi dari harga normalnya.
Tidak heran jika pagi atau sore hari selalu ada yang datang ke toko untuk menagih cicilan. Baik hutang barang maupun uang.
Belum lagi harus membeli obat-obatan untuk bapak, biaya terapi dan kebutuhan lainnya. Tidak heran jika hidup keluarga kami sangat tergantung dari pinjaman. Gali lobang tutup lobang lebih tepatnya.
Aku yang paling ditumbalkan di rumah ini. Jika ada kebutuhan mendadak dan ibu tidak punya uang sama sekali, aku yang ibu sodorkan untuk meminjam uang atas permintaan ibu ke beberapa orang yang masih loyal terhadap keluarga kami.
Kadang aku merasa malu atas semua ini. Sikap sinis orang yang saya datangi untuk urusan uang kerap membuat merasa malu, belum lagi perlakuan-perlakuan yang menjijikkan lainnya.
Rey pernah digerayangi oleh tetangganya yang sudah lama menduda. Waktu itu ibu meminta Rey datang ke rumah itu karena ia mau meminjamkan uang pada ibu untuk modal usaha.
Rey jadi takut dan menyampaikan prilaku itu pada ibu. Namun dengan nada sinis dan sikapnya yang dingin, ibu menganggap Rey terlalu lebai.
"Dia itu sudah tua. Bahkan jauh diatas usia ayahmu. Mereka sejak dulu sudah seperti keluarga sama kita. Jangan macem-macem kamu. Mana mungkin dia mau berbuat asusila pada anak ingusan seperti kamu," jawab ibu dengan nada yang begitu tinggi
Keluarga kami yang dulu dikenal sebagai keluarga yang cukup berada, kita hidup harus meneruskan hidup dengan cara yang tidak henti-hentinya meng-iba.
Ayah yang mendapati semua ini hanya pasrah. Tidak ada lagi yang bisa ia perbuat dari tempat duduknya di kursi roda.
Meski ia malu, namun ayah tidak punya keberanian untuk memberi nasehat pada ibu. Bukan karena takut, tapi karena ayah sudah hafal sekali dengan karakter wanita yang sudah menemaninya selama dua puluh tahun itu.
***Ilustrasi Tokoh Ayah***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
❤️YennyAzzahra🍒
aku hadir thorr. jgn lupa feedback blk ya. ayo slng dukung
2020-09-27
1
Sept September
jempollll lagi buat Kakak 😀 dari pengunjung setia 😂 semangat kakakkkk 🤗
2020-07-30
2
Jumainah Sll
hay aku mampir like 3 dulu nanti aku baca lagi
2020-07-29
2