Adzan magrib berkumandang. Usai melaksanakan ibadah sholat, Wibie segera beranjak dari rumahnya. Setelah memastikan tidak ada yang melihat keberadaannya, ia dan Rey segera masuk ke dalam mobilnya.
"Ah, seperti pencuri saja," bisik Wibie dalam hati.
Rey duduk di jok belakang. Wibie buru-buru menyalakan mesin mobil. Situasi mess yang sudah sepi sangat menguntungkan bagi keduanya. Mereka bisa meninggalkan tempat itu tanpa harus berpapasan dengan penghuni yang lainnya.
Fort Ranger putih yang dikemudikan Wibie meninggalkan kota kelahiran Rey menuju kota Lubuk Linggau. Wibie akan membawa Rey ke suatu hotel yang jauh dari kota agar keberadaannya tidak diketahui oleh orang yang dikenal.
Butuh waktu sekitar dua jam bagi mereka untuk mencapai tempat yang dimaksud dengan laju kendaraan 60-70 km/jam. Selain kondisi jalanan yang banyak berlubang, kondisi penerangan juga kurang memungkinkan.
"Maaf ya, pak. Saya sudah merepotkan bapak. Saya sudah melibatkan bapak dalam masalah pribadi saya," Rey membuka pembicaraan setelah sekian lama diantara keduanya diam dalam pikiran masing-masing.
Wibie tetap mengarah pandangannya ke depan. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Reaksinya juga terlihat datar-datar saja.
"Saya merasa malu. Tapi hanya bapak yang bisa saya mintain tolong untuk saat ini. Maafkan saya," ujar Rey sekali lagi dengan nada yang begitu penuh penyesalan.
"Jujur saja Rey, seumur hidupku baru kali ini aku berbuat seperti pelaku tidak kriminal. Kau benar-benar sudah membuatku jantungan," jawab Wibie dengan nada yang begitu berat.
Wibie melihat Rey dari kaca spion. Gadis yang masih mengenakan seragam sekolah itu hanya diam tertunduk. Tak ada suara yang keluar dari bibir tipisnya.
Wibie menjadi begitu kasihan melihat Rey yang begitu merasa bersalah dalam situasi ini. Meskipun ia baru mengenal gadis ini namun ia merasa ingin melindungi gadis ini dari perilaku ibu dan kekasih gadis itu yang membuatnya begitu tertekan.
Wibie menarik nafas dan melepaskannya dengan pelan.
"Kasian," gumam
Raut yang begitu sedih ketika Rey datang padanya untuk membawanya pergi tak kuasa untuk ditolak. Sejak saat itu pula, Wibie akan menjadi pelindung bagi gadis itu dan akan melalukan apapun agar ia bisa bebas dari kehidupan yang begitu membelenggunya.
"Sudahlah. Jangan dipikirkan lagi. Keputusan sudah kita diambil. Kau juga harus membayar mahal atas semuanya. Setelah ini, kau juga harus membantuku. Kau harus janji!" Ucap Wibie dengan nada yang begitu tenang.
Ia kembali melihat reaksi gadis itu melalui kaca spionnya. Rey masih sedikit tertunduk dengan mimik muka yang begitu penuh penyesalan.
"Baik pak. Jika harus membayar semuanya dalam waktu dekat saya tidak bisa. Saya butuh waktu untuk mengganti semua yang sudah bapak berikan pada saya? Saya harus kerja dulu untuk mengumpulkan uang" Rey berusaha untuk bersuara meskipun ia tidak tau pasti apa yang diucapkannya.
"Saya belum bicara kau harus mengganti apa? Kenapa kau sudah berpikir tentang uang. Dasar kau ini!" Sahut Wibie masih dengan nada yang begitu tenang.
"Maksud bapak gimana. Saya harus membayarnya seperti apa?" tanya Rey dengan nada penasaran.
"Sudahlah . Nanti saja kita bahas,"
"Baik pak,"
"Yang penting, kita harus meninggalkan kota ini dulu. Kita makan dipinggiran kota saja. Kau masih bisa tahan lapar kan?" tanya Wibie
"Bisa pak. Saya belum terlalu lapar,"
Mobil itu terus melaju menebus jalanan yang sudah mulai tertutup gelapnya malam. Keduanya kembali diam. Hanya suara Judika yang terdengar begitu lembut menemani keheningan.
Hening......
Dari spion Wibie melihat Rey mulai melemaskan tubuhnya. Ia menyandarkan kepalanya pada jok dan sedikit meluruskan tubuhnya dengan menggeser kakinya ke arah depan.
Sepertinya ia mulai mengantuk. Wibie hanya mengamati dari kaca, ia tak mau berkomentar tentang itu. Ia lebih memilih sesekali melirik gadis yang dilarikannya hingga akhirnya Rey mulai terlelap dan menyandarkan kepalanya di pintu mobil.
Wibie hanya tersenyum sekilas mendapati kelakuan Rey.
"Bagaimana bisa gadis itu tertidur sementara ia berada di dalam mobil berdua saja dengan pria yang belum begitu ia kenal? Apalagi saat ini mereka dalam situasi sedang melarikan diri. Benar-benar gadis yang aneh. Apa sebegitu percayanya dia padaku? Bagaimana jika aku berbuat kriminal terhadap dirinya? Berani sekali anak ini!" Berbagai pertanyaan yang penuh dengan teka-teki menyelimuti pikiran Wibie.
"Begitu keraskah keridupanmu, Rey?
Hingga tidak ada rasa takut dalam dirimu untuk melewati jalan yang belum pernah kau lalui seorang diri?"
Wibie hanya mampu menarik nafas dalam-dalam. Dan melepaskan dengan pelan.
Rey tertidur dengan pulasnya. Hingga Wibie tidak tega untuk membangunkannya. Beberapa rumah makan akhirnya hanya bisa ia lewati meskipun perutnya sudah meminta haknya untuk diisi. Wibie mengalahkan rasa lapar yang begitu sangat dengan meneguk air mineral yang selalu tersedia di mobilnya. Hingga memasuki kota Lubuk Linggau Ray tetap tidak bergeming dari posisinya.
Wibie memarkirkan mobilnya di salah satu pusat pertokoan yang ada di pinggir jalan. Di depan rumah makan padang yang biasa ia kunjungi. Jam menunjukkan pukul 20.10 wib, tidak heran jika keadaan rumah makan itu masih ramai dengan pengunjung yang ingin menikmati makan malam bersama keluarga maupun rombongan penumpang bis antar kota.
"Rey, bangun. Kita sudah sampai," panggil Wibie yang masih berada di belakang kemudi.
Tidak ada sahutan dari belakang, meski Wibie mengulang kalimat yang sama hingga beberapa kali.
Merasa tidak ada tanggapan, ia membalikkan tubuhnya dan menggoyang pelan dengkul gadis itu.
"Rey. Bangun. Kita sudah sampai nih," ulangnya lagi.
Tak ada respon. Meski guncangan itu semakin kuat, Rey tetap tidak bergeming sedikitpun.
"Duh. Susah banget yah. Memang dasarnya susah dibangunkan atau karena lelah nih bocah," gerutu Wibie yang mulai kesal.
Wibie turun dari mobil. Ia segera membuka pintu belakang dimana Rey tertidur pulas. Meski pintu tempatnya bersandar terbuka dan kepalanya nyaris terjatuh, mata gadis itu tetep terpejam. Wibie menahan kepala Rey agar ia tidak terjatuh dengan tubuhnya. Kepala Rey jatuh tepat di perut Wibie yang datar. Dipencetnya hidung Rey dengan sedikit keras hingga Rey kaget dan sadar diri
"Iya pak," Rey kaget dan tergagap. Dengan muka yang menahan malu ia memberanikan diri menatap wajah Wibie.
"Kita sudah sampai. Ayuk kita makan. Buruan. Aku sudah lapar," ajak Wibie
Rey segera membenahi tubuhnya yang nyaris terebah di tubuh Wibie. Membenahi ikat rambutnya yang sudah terlepas dan turun dari mobil yang membuat dirinya tertidur dengan pulasnya.
Ia segera mengikuti Wibie yang sudah melangkah lebih dulu meninggalkan nya. Masuk ke rumah makan yang ada di depan mereka. Tepat dimana mobil Wibie diparkirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
dyah
semoga wibie orang baik2
2022-03-11
0
Di Za 🍁DF🍁
smg ja wibie pria baik n tulus mulus😁
2021-05-28
0
Sept September
like like like
2020-08-01
1