Rey menghentikan kendaraanya tepat di depan pintu kamar mes 105. Suasana mess karyawan pertambangan ini begitu sepi Semua pintu tertutup rapat. Beberapa diantaranya bahkan tidak ada penerangan sama sekali di ruangannya.
Setelah mematikan mesin motornya, ia melangkah menuju pintu. Rey mengetuk pintu rumah dinas itu berkali-kali dan mengucapkan salam. Tidak lupa ia juga sedikit berteriak agar sang penghuni bisa mendengarnya.
Rey beranggapan suaranya kalah oleh derasnya hujan yang mengguyur bumi sore ini.
"Permisi,"
"Permisi, Pak. Mau ambil laundry!" teriak Rey dengan volume suara yang lebih keras
"Permisi....,"
Tak ada sahutan. Suasana rumah tampak begitu sepi. Namun lampu ruangan menyala. Ada sepatu yang tertinggal di teras rumah dalam keadaan basah dan tapak sepatu yang masih tertinggal di teras luar itu.
"Sepertinya orangnya ada," pikir Rey.
"Baiklah, aku akan mengulangi panggilan dengan suara yang lebih keras,"
Ia mengulangi kembali teriakannya dan mengetuk pintu dengan volume suara yang lebih keras. Tetap tidak ada jawaban. Rey tak patah semangat, ia mengetuk pintu itu berulang - ulang.
"Permisi, Pak,"
"Loundry," Teriak Rey lagi.
Tetap tidak ada sahutan. Tak berapa lama, terdengar suara pintu dibuka. Bukan pintu yang diketuk oleh Rey. Justru yang keluar pengghuni ruang yang di sebelahnya.
"Tunggu aja, dek,"
"Mungkin orangnya lagi sholat, tunggu saja sebentar" teriak kepala yang muncul dari pintu rumah sebelah.
"Orangnya ada kok. Baru pulang beberapa saat yang lalu," katanya lagi
"Terimakasih, Pak. Maaf suaraku sudah membuatmu terganggu," ujar Rey.
Rey segera menundukkan kepala dan memberi senyum pada sang pemilik mess sebelah. Ia merasa malu. Teriakannya bisa terdengar hingga ke tetangga sebelah.
Setelah melihat reaksi Rey, pria itu tersenyum simpul. Pria itu menarik kepalanya dan menutup kembali daun pintunya.
Ya...Rey sudah putuskan untuk menunggu penghuni mess ini beberapa saat saja. ia akan melakukan panggilan lagi jika penghuninya tak kunjung menampakkan diri.
Rey tidak mengulangi ketukan pintu lagi. Ia menunggu dengan sabar dan tetap berdiri di muka pintu. Untuk menghilangkan kejenuhan, Rey memutar sepatunya bak jarum speedometer motornya.
Sisa tanah merah yang melekat pada tapak sepatu itu membentuk setengah lingkaran pada ubin yang masih basah tersiram hujan.
Rey juga terlihat begitu menahan dingin. Tubuhnya. sesekali menggigil. Kedua tangannya ia tangkupkan ke dada dan menggosok pelan kedua bahunya untuk mengurangi rasa dingin yang dirasa oleh tubuhnya.
"Settttt..," desis yang keluar dari bibirnya.
"Dingin sekali,"
Benar saja, tak lama Rey mematung di depan pintu itu. Tiba-tiba pintu yang diketuk-ketuk Rey sejak tadi terbuka.
"Jegrek," suara pintu terbuka
Rey membalikan tubuhnya seketika. Yang keluar seorang pria dengan kaos putih dan celana pendek. Ia muncul di depan Rey sambil mengeringkan rambut dengan handuk yang ada ditangannya.
Pria itu memandang Rey dengan heran. Rey hanya mampu tersenyum segaris saja, entah karena malu setelah menyadari tubuhnya yang kuyup tersiram hujan sepintas disapu oleh si pemilik rumah atau karena kikuk melihat pria itu yang memandang penuh heran padanya.
"Maaf pak. Saya mau ambil loundry," ucap Rey memecah kebisuan di antara mereka.
"Tunggu, ya!" sahut pria itu.
Ia segera membalikkan tubuhnya menuju ke dalam rumah dikuti pandangan Rey yang masih serba salah.
Sepeninggal pria itu, Rey justru memandangi tubuhnya. Ia jadi berpikir, kenapa pria itu memandang aneh pada dirinya?
"Apa karena bajuku yang kuyup hingga lekuk tubuhku terlihat oleh pria itu,"
"Ih, dasar otak mesum," Rey tiba-tiba jadi bergidik sendiri.
Tak lama ia muncul kembali dengan menenteng kantong plastik hitam ditangannya dan memberikan sekantong pakaian kotor itu ke orang yang datang ke kamarnya dengan ketukan pintu yang tidak sabaran.
"Ini cuciannya,"
"Maaf, tadi saya sedang membersihkan diri di kamar mandi" ujarnya sambil menyapukan pandangannya lagi ke arah Rey dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.
Pandangan penuh keheranan, pria itu tetap menatap lekat ke arah Rey.
"Kenapa gadis dengan tubuh sebongsor ini tidak punya malu sedikitpun mempertontonkan lekuk tubuhnya dibalik seragam sekolah yang kuyup terguyur hujan," bathin pria itu.
"Maaf pak. Maaf sudah mengganggu," Rey membungkukkan badannya dan tersenyum malu mendapati kata-kata itu dari penghuni kamar itu.
"Ya," sahutnya singkat.
"Besok-besok pakaian saya taro di kursi ini ya," pria itu menunjuk ke arah bangku yang ada di sisi anak tangga.
"Tidak usah diambil setiap hari. Cukup setiap dua hari saja. Begitu juga sebaliknya. Letakkan saja pakaian yang sudah rapi di tempat ini" tambahnya lagi tetap dengan tatapan yang penuh heran ke arah Rey.
"Baik pak. Maafkan saya yang datang terlalu sore dan mengganggu waktu istirahat Bapak," Rey berusaha membungkukkan badannya dan tersenyum semanis mungkin
Pria itu tidak membalas permintaan maaf Rey, setelah ia menyerahkan kantong plastik berisi pakaian kotor itu ia tetap berdiri memperhatikan Rey tetap dengan tatapan sejuta pertanyaan .
Rey segera membalikkan badannya dan meninggalkan mess itu.
"Saya pamit,"
" Maaf sudah mengganggu,"
Rey mengernyitkan keningnya berulang-ulang saat menuju ke arah motornya. Sepertinya ia mengenal suara itu. Suara yang sama dengan pelanggan barunya ini.
"Tapi dimana ya?"
" Sorot mata itu?" tanyanya lagi.
Rey merasa pernah melihat sorot mata yang sama dengan pria yang masih berdiri di depan pintu itu.
Rey tidak mampu mengingatnya. Yang jelas Rey pernah mendapatkan tatapan mata yang sama dari sorot mata yang penuh tanda tanya.
Entahlah, sepertinya hawa dingin yang nyaris membekukan tubuhnya itu ikut mempengaruhi kemapuan otaknya yang encer untuk mengingat sesuatu.
"Ah....susah sekali mengingat yang satu ini,"
Sekali lagi ia melemparkan senyum segaris dengan mimik malunya dan menyalakan gas motornya.
"Permisi, pak," ujar Rey ramah. Ia memutar posisi motornya hingga membelakangi pria itu.
Dari spion Rey melihat laki-laki itu tetap berdiri di depan pintu.
"Kenapa ia masih berdiri di situ?" pikir Rey kesal.
"Dasar otak mesum. Mungkin ia merasa senang mendapati pemandangan seperti ini,"
Rey pura-pura tidak perduli lagi. Rey meninggalkan pria itu dengan laju kendaraan yang cukup pelan dan menembus hujan kembali dengan amukan yang kian menjadi.
Pria itu baru membalikkan badannya dan menutup pintu begitu Rey benar-benar hilang dari pandangannya tertutup gelapnya awan.
" Kasian sekali," ujar pria itu.
"Hujan yang begitu deras dan cuaca yang semakin gelap, kenapa ia masih nekat menembus jalanan?"
"Sungguh gadis yang penuh misteri," bisik pria itu.
Kini ia kembali ke kamarnya dan menunaikan sholat Azar yang sudah mendekati batas waktu yang diharamkan.
Ilustrasi Mess Karyawan Pertambangan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Mentari
sudah berulang ulang baca dan selalu sampai tamat. tapi nggak pernah bosen.. bahkan selalu ingin mengulang lagi baca dari awal.
ceritanya realistis, nggak muluk muluk dan bukan ttg orang kaya banget yg kyk konglomerat gitu yg kadang mlh nggak wajar.
kalo yg ini malah lebih mengena sama kehidupan sehari hari banyak pelajaran hidup yg bisa kita ambil.
terimakasih banyak Thor.. sudah banyak menginspirasi
2023-09-28
3
Matheldathelda Kadobo
Lanjut thor
2021-08-01
0
Rini Sarmilah
menarik ceritanya...salam sukses untuk kita semua ...mampir juga ya dinovelku cinta bagai ilusi tak bertepi .Terima kasih..ini aku masukan ke favorit juga😁🙏🏻🙏🏻
2021-07-13
0