Aldy berbicara cukup serius dengan ibu Laura di meja kerjanya. Ia mengambil kursi khusus agar calon mertuanya itu bisa duduk dekat dengannya dan pembicaraan mereka tidak terdengar oleh pegawainya.
"Duduk sini, Bu,"
"Terimakasih,"
Ibu segera menghempaskan tubuhnya di kursi lipat yang sudah di sediakan Aldy, di samping pria bermata sipit dan diujung anak tangga menuju lantai dua.
Pria itu tetap melayani pelanggannya yang sedang melakukan transaksi, mereka bicara di sela-sela aktivitas Aldy.
"Maafkan Rey, ya. Selama ini dia belum pernah mengenal laki-laki. Koh Aldy pria pertama yang dekat dengannya. Maafkan kepolosan anak itu," wanita itu bicara dengan nada mengiba.
Aldy tidak menjawab. Ia hanya tersenyum menyeringai. Tatapan menyambut ramah salah satu pegawainya yang ingin menghitung jumlah belanja dari pelanggannya.
"Rey keterlaluan, Bu. Kami sudah dua tahun bersama. Kenapa ia masih begitu ketakutan jika aku dekati. Apa mungkin dia tidak menyukai diriku," sahut pria bermata sipit itu dengan dingin setelah pria yang bekerja hampir 5 tahun itu berlalu dari hadapannya.
"Tidak, Koh. saya tidak pernah memaksa Rey atas hubungan ini. Saya yakin Rey mau datang ke sini karena memang ada rasa suka dihatinya. Mungkin ia memang butuh waktu untuk itu," jelas ibu.
"Ibu. Dua tahun bukan waktu yang singkat, loh. Apa masih bisa ibu bilang butuh waktu bagi anakmu untuk mengenalku?" bentak Aldy begitu sinis
"Maafkan Rey, Nak. Dia memang masih sangat polos. Badannya saja yang bongsor. Tapi pikirannya masih kekanak-kanakan. Mungkin jika kalian sudah menikah, ia akan menjadi dewasa?"
"Apa? Ibu bilang menikah! Anakmu saja kabur ketika aku ingin mengenalkannya pada keluargaku. Apa masih pantas ibu bilang ada pernikahan diantara kami?"
Perdebatan mereka terhenti sesaat ketika satu pegawai Aldy yang lainnya menyerahkan bon dan uang padanya.
Aldy menerima uang itu dan segera menghitung jumlah pembayaran kemudian ia mengambil kembalian dan menyerahkan uang dan bon yang sudah dihitung pada karyawannya itu.
"Beri ibu waktu. Ibu akan bicara lagi pada Rey. Tadi pagi ia sudah menyesali kekonyolannya. Saat ini ia butuh waktu untuk menenangkan pikirannya," jelas ibu dengan penuh iba.
"Terserah ibu saja. Bagi saya, jika Rey minta maaf padaku. Aku akan mempertimbangkan kembali hubungan ini. Aku memang menyukai anakku. Tapi aku tidak akan mengemis akan cintanya. Aku tidak memaksa jika ia tidak suka padaku," sahut Aldy dengan suara yang lebih pelan.
Ibu menarik nafas cukup dalam mendengar ucapan pria yang ada di sampingnya ini. Hatinya sedikit kesal mendengar nada keangkuhan yang keluar dari bibirnya.
"Sombong sekali. Jika bukan karena kekayaan yang akan menjamin masa depan kami, mana sudi aku mengemis seperti ini padamu," ucap ibu dalam hati.
"Iya, Nak. Ibu faham. Maafkan, Rey ya?"
"Percayakan pada ibu. Ibu akan membawa Rey kemari dan ibu pastikan dia tidak akan berbuat kesalahan lagi,"
"Terserah ibu saja. Aku sudah tidak mau membahasnya lagi," ujar Aldy dengan nada yang begitu angkuh
"Ibu pastikan Rey akan meminta maaf padamu dan tidak akan mengulangi kekonyolannya lagi,"
"Percayakan pada, ibu!"
"Buktikan saja Bu, tidak usah terlalu banyak bicara,"
"Ya, ibu akan melakukannya demi hubungan kalian,"
"Maaf, ibu sudah mengganggumu,"
Setelah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Bu Laura mohon pamit dan meninggalkan calon menantunya itu.
"Menjengkelkan sekali. Kenapa Rey harus bikin masalah begini," gerutu ibu.
"Bagitu tidak berharga aku di hadapan laki-laki itu," pekik ibu dalam hati.
"Jika bukan karena kebutuhan, aku juga ga sudi punya mantu sepertimu. Sombong, arogan," pekik ibu lagi.
Ibu sungguh kesal. Ia sanggup menjatuhkan harga dirinya di depan pemuda itu hanya untuk satu kata, maaf.
"Aldy memang keterlaluan!" Jerit ibu lagi. Hatinya memang begitu sakit saat ini.
Memang dasarnya anak yang sombong, Aldy membiarkan wanita itu berlalu dari hadapannya dan ia sendiri tetap duduk di kursi penghasil uangnya.
Ibu Laura meninggalkan toko itu dengan langkah gontai. Ia begitu malu melalukan hal ini, namun terpaksa ia lakukan karena masa depan yang ia harapkan ada pada pria yang telah membuat hatinya begitu kesal.
Aldy menyeringai. Ia memandang kepergian calon mertuanya itu dengan senyum penuh kemenangan.
Sebetulnya kejadian semalam bukan perkara yang besar. Namun Ibu Rey yang terlalu mendramatisir kejadian. Ia buru-buru minta maaf atas kesalahan putrinya.
"Begitu takutnya ia jika aku melepaskan putrinya,"
"Kau yang menawarkan barang. Aku yang punya kekuasaan dan uang," senyum sombongnya kembali mengembang
"Kau kira aku akan mengemis pada anakmu?" ujar Aldy begitu sinis.
"Tidak,"
"Anakmu menang cantik, namun ribuan gadis di luar sana juga banyak yang menawarkan diri untuk aku peristri," ujarnya sombong.
"Kau datang aku terima. Tidak juga ga masalah. Memang kau, siapa?"
" Tapi akku begitu yakin. Kau akan datang dan mengemis padaku, Rey!" bisik Aldy lagi.
Memang setiap tiga bulan selalu ada arisan keluarga besar. Selain untuk meningkatkan silaturahmi, juga mebahas perkembangan bisnis dan menyusun strategi pemasaran agar bisa tetap bersaing dengan bisnis serupa yang mulai menjamur di kota ini.
Bukan suatu perkara juga jika Rey tidak hadir malam itu. Masih ada pertemuan berikutnya. Namun kejadian itu memberi keuntungan yang berlipat baginya.
"Mudah sekali orang miskin itu untuk dikerjai,"
"Baguslah. Kini mereka akan bertekuk lutut padaku. Aku bisa dengan mudah mengendalikan mereka,'
"Kekonyolan Rey akan menjadi senjata ampuh bagi dirinya untuk menekan Rey dan keluarganya,"
Senyum itu semakin mengembang. Aldy merasa diatas angin atas sikap ibu Laura yang begitu berharap hubungannya dan Rey baik-baik saja hingga jenjang pernikahan.
"Dasar bodoh. Takut sekali dia jika aku memutuskan hubungan dengan anaknya,"
"Ibu yang materialistis,"
Lamunan Aldy buyar seketika. Satu pegawainya datang menghampiri. Seperti biasa, ia menyodorkan bon belanjaan dan sejumlah lembaran berwarna pink berarahnya.
Ia menghitung belanjaan yang di sodorkan oleh pegawainya. Kemudian menerima uang pembayaran dan menyusunnya sesuai nominal pecahan dalam laci mejanya.
"Apa gara-gara benda ini, akal sehat wanita itu menjadi hilang. Hingga ia tidak tau malu menyodorkan anak gadisnya sehina itu" bisik Aldy begitu lirih sambil mengamati tumpukan uang yang ada di laci mejanya dan menutupnya kembali dengan pelan.
"Aku tau, Rey tidak menyukaiku. Tapi jika ibunya begitu posesif ingin menjadikanku menantu. Akan kubuat anaknya mengemis-ngemis padaku. Akan kubuat dia menjadi wanita yang paling tidak ingin aku tinggalkan," pikirnya semakin geram dan penuh dendam.
Senyum licik itu makin mengembang. Aldy merasa mempunyai peluang yang begitu besar setelah tindakan konyol sang ibu. Ia merasa sudah mendapatkan tiket untuk berbuat apapun pada anak gadisnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Syarifah Ainun
rey... berjuang utk masa depan jgn pasrah ma keadaan km masi muda jln masi pangjang aldi sombong bNget
2021-11-23
0
Matheldathelda Kadobo
Akdy jahat ya
2021-08-01
0
Sept September
jempollll jempol jempollll
2020-07-31
1