Sepagi ini, Rey tidak menemukan ibunya di dapur juga di ruang laundry. Begitu juga dengan Doni. Hanya ada Kak Nay yang sedang memilah-milah pakaian untuk digiling di ruang depan.
Di teras depan juga hanya ada Ayah yang sedang menghirup udara segar. Pria itu duduk di kursi rodanya. Tubuhnya yang makin kurus terbalut kain sarung dan sweater. Pagi. ini cuaca memang sangat dingin.
"Kak, ibu dan Doni kok ga ada. Mereka ke mana?"
"Semalam ibu ke rumah kakek,"
"Kakek sakit?" tanya Rey penasaran
"Ga tau. Ibu cuma bilang mau ke sana setelah bude telpon,"
"Oh,"
"Ibu bilang ga, kapan mau pulang?" tanya Rey penasaran.
"Enggak. Tapi sepertinya ga lama. Mereka tidak hanya membawa satu stel baju untuk ganti,"
"Oh," seru Rey lagi.
Rey tidak melanjutkan pertanyaan. Ia kembali ke dapur untuk membereskan pekerjaannya kembali.
Masih ada setumpuk cucian piring, belum lagi menyiapkan sarapan pagi.
Pantes saja saat pulang, Rey tidak menemukan orang di rumah ini. Ayah sudah mendengkur halus di kamarnya. Kak Nay juga sudah mendekam di kamarnya. Tidak ada yang tau jika Rey sampai di rumah pukul 23.00 sendirian dalam keadaan lusuh.
Rey menarik nafas dalam-dalam. Mengingat kejadian semalam membuat hatinya menjadi tidak tenang.
"Bagaimana sikap ibu jika Aldy menceritakan insident semalam?"
"Ya, Allah. Kenapa aku menjadi takut seperti ini?"
Belum juga selesai berpikir, Rey mendengar ada yang datang. Ternyata itu suara ibunya yang sedang bicara pada ayah. Ibu datang bersamaan dengan suara motor yang dibawa Doni.
Ibu langsung mencari Rey di seluruh ruangan. Begitu mendapati Rey yang sedang mencuci piring, ia diseret ibu ke kamar.
"Sini, Kau,"
Ibu mencekal kerah baju Rey dan menyeretnya menuju ke kamar.
Mukanya tampak murka, tatapan matanya seolah ingin menekan musuhnya hidup-hidup.
"Brak...," suara pintu di banting dengan keras.
"Apa yang kau lakukan semalam, anak bodoh?" bentak ibu dengan suara yang tertahan namun dengan nada yang begitu menahan amarah. Dibantingnya tubuh Rey yang begitu ketakutan ke atas tempat tidur.
"Kenapa kau bisa merusak acara yang sudah di atur Aldy. Ini kesempatanmu. Aldy akan memperkenalkan dengan keluarga besarnya. Lihat sekarang. Kau merusak semuanya. Apa bisa ibu menahan diri atas kebodohan mu ini!" hardik ibu dengan nada yang semakin tinggi.
"Rey,"
"Kenapa engkau jadi sebodoh ini?" pekik ibu lagi.
Meski suara ibu tidak begitu keras, namun saat ia membanting pintu kamar Rey membuat seisi rumah berlarian ke arah kamar Rey.
Tidak ada yang bisa melihat apa yang terjadi di dalam karena ibu mengunci kamar itu. Nay dan Doni yang begitu penasaran, hanya memasang telinga mereka di balik pintu kamar itu.
Ayah juga ikut mendengar prahara di rumahnya itu. Dengan pelan ia mengayuh kursi rodanya mendekati kamar anak gadisnya itu.
"Bu, buka pintunya!" pinta ayah dengan pelan.
"Kita bicarakan baik-baik,Bu!"
"Jangan kau marahi anakmu seperti itu!"
Tak ada sahutan dari dalam. Justru suara ibu masih terdengar.
"Coba kau pikir sekarang. Bagaimana ibu bisa membelamu di depan Aldy. Dia sangat kecewa sekali. Bagaimana jika ia berubah pikiran?"
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Rey. Yang ada justru suara Isak tangisnya yang tertahan.
"Berhenti menangis. Ibu minta kamu berpikir!" oceh ibu.
"Aldy sudah memberikan kedudukan yang terhormat padamu. Tapi berani-beraninya kau membuat perkara tanpa sepengetahuan ibu. Rey..... Apa kau mau membunuh ibu?" Teriak ibu lagi.
"Maafkan Rey, Bu,"
"Rey minta maaf,"
Tangis Rey semakin jadi. Suara ibu juga tak terdengar lagi. Ayah berusaha mengetuk pintu dan memanggil ibu dengan suara yang penuh bujukan.
"Bu, ayolah. Buka pintunya," bujuk ayah lagi.
"Jangan memikirkan diri sendiri. Ingat Ayah. Ingat juga masa depan adikmu. Aldy sudah berjanji pada ibu akan mengurus semua kebutuhan sekolah Doni hingga perguruan tinggi. Apa kau sanggup melihat anak laki satu-satunya ini tidak punya masa depan. Ibu sudah lelah Rey. Ayah sakit. Ia butuh biaya untuk berobat. Apa kau tidak mau berbaik hati pada kami?" suara ibu semakin lirih dan Isak tangisnya mulai pecah.
"Maafkan Rey, Bu,"
Rey memeluk ibunya. Ketakutan kini berubah menjadi rasa kasihan. Ia tidak tega melihat ibu yang begitu ia kasihi harus menangis karena ulahnya.
"Maafkan Rey, Bu. Rey janji tidak akan mengulangi kesalahan lagi. Apa yang ibu minta akan Rey lakukan. Termasuk jika ibu memintaku untuk berlutut pada Aldy,"
Suara Rey begitu berat. Ia tidak yakin dengan ucapannya. Namun satu yang diinginkannya. Ibunya bisa berhenti menangis dan memaafkannya.
"Aldy anak yang baik Rey. Kenapa kau begitu egois. Ibu hanya memikirkan kebahagiaanmu dan keluarga kita. Yakin lah setelah kau menikah dengannya, semua akan baik-baik saja,"
"Iya Bu. Jika ibu menghendaki itu, Rey akan ikuti kata ibu. Ibu jangan nangis. Rey tidak mau ibu dan ayah bersedih," Rey semakin erat memeluk ibunya.
Cukup lama mereka terisak bersama hingga saling mengucap maaf. Nay, Doni dan juga Ayah tetap menunggu di depan kamar. Mereka hanya bisa saling memandang. Tidak ada yang tau, apa yang memicu keributan antara Ibu dan Rey di dalam.
Hingga keduanya keluar, mereka bertiga baru bubar. Rey melanjutkan pekerjaannya di belakang, sementara ibu diminta ayah untuk ke kamar.
Ayah butuh penjelasan tentang apa yang diributkan istri dan anak gadisnya sepagi ini. Apalagi menyinggung nama Aldy.
****
Siang hari, Rey mohon pamit pada ibunya ingin main ke rumah teman sekolahnya.
"Bu, Rey mau main ke rumah teman. Boleh ga?" tanya Rey dengan hati-hati.
Ibu tidak segera menjawab, ia masih membereskan laundry yang sudah disetrika ke dalam plastik bening.
"Kemana?" tanya ibu
"Ke rumah Dian!" jawab Rey singkat.
"Pergilah, jangan terlalu sore pulangnya,"
Akhirnya Ibu tidak melarangnya. Ibu memberikan kesempatan pada Rey agar ia bisa memikirkan kejadian ini. Siapa tau setelah ia bertemu dengan temannya, ia bisa waras kembali.
"Rey janji akan pulang sebelum magrib. Rumah Dian jauh Bu. Naik angkot dua kali dari sini,"
"Pergilah. Ingat. Gunakan otak warasmu. Ibu harap setelah bertemu dengan temanmu kau tidak berbuat yang konyol lagi,"
Rey hanya diam. Dia mencium tangan ibunya dan meninggalkan rumah itu setelah angkutan umum yang lewat berhenti karena teriakannya.
Rey begitu ingin menenangkan diri setelah keributan tadi pagi. Ia ingin melepas beban pikiran hanya dengan bertemu dan sedikit berbagi keluh kesah pada sahabatnya.
Rey memang bukan tipe orang yang terbuka untuk urusan pribadi dan keluarganya namun ketika ada masalah ia justru mencari orang yang bisa diajak bicara meskipun hanya sebatas bercengkrama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
gina Ristanti
yang ga waras ibunya nih.. 🤔
2021-12-05
0
Matheldathelda Kadobo
Rey jadi korban keserakahan ibunya
2021-08-01
0
Di Za 🍁DF🍁
terhormat kata u????sadar gk u.jika anak u d suruh mmpertaruhkan keyakinan a,dmn OTAK u buk?????
2021-05-28
0