Sejak membuka usaha laundry, Ibu semakin sering berbelanja deterjen dan pewangi untuk kepentingan usahanya itu.
Sebelum bertemu dengan agen yang murah, sudah beberapa kali Ibu pindah dari satu toko ke toko yang lain untuk berbelanja.
Toko harapan yang menjadi pilihan terakhir Ibu untuk berlangganan adalah toko milik Koh Liong warga keturunan Tionghoa yang sudah lama menetap di Sumatera.
Bahkan ia lebih dulu menginjakkan kakinya di bumi Sumatera daripada keluarga kami. Toko ini menjual rupa-rupa kosmetik dan peralatan mandi. Termasuk deterjen dan pewangi khusus untuk usaha laundry.
Toko ini mempunyai beberapa cabang di setiap pasar tradisional maupun mall yang ada di kota ini. Mulai dari harapan 1 hingga harapan 7. Toko harapan 7 dikelola oleh anak mereka yang kelima, yang bernama Aldy. Toko yang ibu pilih sebagai langganan tetap belanja keperluan usaha.
"Di toko ini layanan lebih ramah. Pemiliknya masih muda dan sangat ramah," kata ibu.
"Buat pelanggan setia, ia kerap memberikan bonus. Memang tidak seberapa, tapi sering. Semakin banyak kita belanja, semakin banyak bonus yang diberikan. Belum lagi hadiah-hadiah menjelang lebaran. Lumayan sekali," jelas ibu lagi
Aldy sudah diberi kepercayaan untuk mengelola salah satu cabang usahanya sejak ia menyelesaikan kuliah bisnisnyanya di Jakarta.
Pria yang berusia 28 tahun ini sangat ramah dan selalu memberikan pelayanan yang terbaik kepada pembeli yang berbelanja di tokonya. Tidak heran jika cabang yang ke -7 ini lebih ramai dibanding toko-toko yang lainnya.
Ibu mengenal Aldy sejak ia berbelanja di toko ini sekitar dua tahun yang lalu. Rey tahu persis karena ia sering diminta ibu berbelanja jika ibu ada urusan lain.
Menurut ibu, karena Aldy kerap memberikan diskon dan bonus jika ibu berbelanja dalam nominal yang cukup besar dalam sebulan, ia akan memberikan bonus. Ibu menjadi senang karena itu.
Saat itu, waktu pertama kalinya Rey diajak Ibu ke toko ini. Ibu terlihat berbincang-bincang dengan pemuda yang bertubuh gendut, tidak begitu tinggi dengan perut yang sedikit membuncit itu.
Terlihat pria yang mengenakan kacamata cukup tebal itu mencatat sesuatu kemudian pegawainya mengemas belanjaan ibu dalam pelastik yang cukup besar. Tak lama, ibu memanggil ku ke arah mereka.
"Kenalin Koh, ini anak saya. Besok-besok kalau saya tidak sempat ke sini dia yang akan ambil belanjaannya," kata ibu saat memperkenalkan Rey waktu itu.
"Eh, anaknya sudah gadis ya, Bu. Ibunya masih terlihat muda sekali" puji Koh Aldy
"Ah bisa aja nih. Ini anak saya yang kedua loh. Sudah kelas 2 SMA, kakaknya justru sudah selesai SMA tahun ini,"
"Oh, ya!" Ujar Aldy lagi sembari menampakkan mimik yang tidak percaya.
Memang ibu tergolong wanita yang awet muda. Meski usianya sudah menjelang 48 tahun, namun ia terlihat lebih muda dan segar. Ia sangat pandai merawat diri dan menjaga penampilan.
Sejak saat itu, setiap ibu belanja di toko harapan, Ibu kerap menyampaikan pesan Aldy untukku.
"Rey, ada salam dari Aldy. Sepertinya ia tertarik denganmu,"
Aku tak menanggapi ucapan ibu. Namun ibu cukup pandai mengatur strategi agar aku bisa bertemu dengan Aldy.
Ia kerap memberiku tugas untuk menggantikannya berbelanja meskipun ibu tidak punya kesibukan apa-apa. Biasanya aku diminta mampir ke toko sepulang sekolah. Hampir setiap minggu aku melakukan hal itu.
Mungkin karena sudah menjelang sore dan posisi toko ini ada di pasar tradisional jadi saat jam segitu sudah mulai sepi pengunjung. Toko biasanya tutup jam lima, jika aku mampir ke sana biasanya jam tiga sudah sampai di tempat.
Memang ada perlakuan khusus yang ditunjukkan Aldy padaku. Setiap aku datang, ia langsung memintaku duduk sebentar di sampingnya. Di meja kasir yang memaku tubuhnya sepanjang hari di toko itu.
Tidak ada yang aku lakukan kecuali hanya berbincang-bincang tentang pribadi masing-masing. Ketika pulang, biasanya dia akan membawakanku beberapa buah tangan yang semakin menambah bebanku karena belanjaan ibu sudah cukup berat jika aku tenteng dengan tanganku yang kurus ini.
"Ini ada apel untuk Ibu. Titip ya! Tadi ada yang jual di depan toko," kata Aldy sembari menyerahkan lima buah apel merah segar yang terbungkus dalam kantong plastik hitam.
"Ibumu bilang, kamu suka sama apel merah. jadi aku inget kamu begitu pedagang itu menawarkan jualannya kemari," katanya lagi. Kali ini ia memandang lekat padaku.
Aku jadi bingung. Mebggaruk- garuk kepalaku yang tidak gatal sama sekalim
"Sejak kapan aku suka apel?" ujarku
Namun aku menerima titipan itu. "Aldy bilang kan buat Ibu, bukan buatku,"
Begitulah dari waktu ke waktu. Hingga setelah sekian lama kami sering bertemu, ia sudah mulai berani memintaku untuk menunggunya di lantai atas. Ia akan menyusul ku beberapa saat kemudian.
Hanya kami berdua di ruangan itu. Kadang hanya nonton tv dan ngobrol tak tentu arah. Kadang juga ia memintaku menemaninya menyelesaikan laporan penjualan.
Semakin sering berdua, ia mulai berani menggenggam tanganku ketika kami duduk berdua dan sesekali mencium aroma rambutku yang selalu kubiarkan terurai dan mencubit pipiku ketika ada kata-kata yang aku ucapkan membuatnya tertawa.
Aku semakin tidak menyukai situasi ini. Aku kerap menolak permintaan ibu jika aku harus mampir ke toko ini. Semakin lama aku semakin takut dengan prilaku Aldy. Aku kerap berpikir ia akan samakin berani untuk berbuat lebih jika ibu terus mendorongku untuk datang ke tempat itu.
Aldy bukan tipe pria yang aku dambakan. Sikapnya yang terlalu percaya diri dan usianya yang terpaut 10 tahun denganku membuatku merinding jika ada disisinya.
Aku bisa membeku jika tangannya sudah menggenggam erat tanganku dan memintaku untuk merebahkan kepalaku dibahunya atau membawa aku dalam dekapannya setiap kami ada kesempatan berduaan saja di lantai dua. Duduk di sofa panjang tempat ia biasa beristirahat.
"Aku senang sekali jika begini. Seharian capek melayani pembeli ketika sore ada kamu yang nemenin," kata Aldy.
"Sering-seringlah kemari. Senyummu itu bisa membuat lelah yang menyelimuti tubuhku hilang seketika," tambahnya lagi.
Sungguh aku takut sekali. Namun ibu tidak ambil peduli dengan rasa ketakutanku ini. Apalagi Aldy semakin loyal dengan ibu.
Bahkan ibu diizinkan mengambil barang-barang yang dibutuhkan dan bisa membayarnya kapanpun jika ibu punya uang. Angin surga bagi ibu mendapati kemudahan dan fasilitas ini.
"Ambil saja dulu jika Ibu belum ada uang. Bayarnya bisa kapan saja, kok. Ga usah sungkan-sungkan,"
Kesempatan ini langsung ditangkap oleh ibu. Jika ia tidak punya modal untuk membeli perlengkapan yang sudah habis, Ibu tidak perlu lagi pinjam uang ke tetangga atau koperasi keliling. Ia tinggal memberi catatan dan Rey yang akan membawanya pada Aldy.
***Ilustrasi Tokoh Aldy***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Amilatun Nafi'ah
gendutan ya si Aldy
2021-08-10
0
Sinta Azizah
hai thor q sudah kasih like n favorit nie...salam kenal y
2020-08-18
1
Sept September
jempollll buat Kakak
2020-07-30
1