Begitu memasuki restoran padang yang cukup besar, Wibie segera menuju ke wastafel yang ada di sudut ruang untuk membersihkan tangannya.
Dengan santai dan tenang pria ibu membasih jari-jari tangannya dengan cairan sabun dan membilasnya kembali.
Sembari mengeringkan tangan dia meminta Rey untuk melakukan hal yang sama
"Bersihkan tanganmu," pintanya dengan pelan seperti layaknya bicara dengan anak kecil.
Rey tidak menolak, ia mengikuti permintaan itu dan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Pak Wibie.
Setelah beres, Rey kemudian menghampiri Wibie yang lebih dulu duduk di sudut kiri sisi ruang makan itu. Meja kecil dengan kapasitas empat kursi. Satu-satunya meja yang belum ditempati oleh pengunjung rumah makan itu.
"Duduklah,"
"Kita makan dulu," ajak Wibie
Rey memilih duduk di depan Wibie. Tak lama, datang pelayan yang menghidangkan berbagai menu khas masakan Padang.
Seketika meja yang ada di depan mereka penuh dengan jajaran piring yang berisi beraneka rupa gulai dan lauk pauk.
"Minumnya apa, Pak" tanya pelayan restoran itu pada Wibie. Pria muda yang mengenakan seragam batik seperti beberapa orang lainnya yang sedang melayani tamu di ruangan itu.
"Saya air jeruk hangat ya. Gulanya sedikit saja,"
"Kamu pesen apa, Rey" tanya Wibie singkat.
"Saya teh hangat tanpa gula,"
Setelah mencatat pesanan minuman dari Wibie dan Rey, pelayan itu meninggalkan mereka berdua.
"Makanlah Rey. Kamu suka masakan Padang kan?" tebak Wibie asal-asalan.
Wibie meraih satu piring nasi putih yang ada di dekatnya. Beberapa saat ia mengedarkan pandangannya pada hamparan sayur beserta lauk-pauknya yang terhidang di meja itu.
"Saya makan segala, Pak. Semua makanan saya suka selagi itu bukan racun," jawab Rey sekenanya untuk mencairkan suasana hatinya yang begitu malu karena susah dibagunkan dari tidurnya.
Wibie tersenyum tipis. Ia menuangkan gulai ikan bumbu kuning di atas sepiring nasi yang ada di depannya. Menambahkan sambel cabe ijo dalam piring nasinya. Kemudian melahap makanannya dengan tenang.
"Masakan di sini lebih enak dari rumah makan Padang yang lainnya. Tempatnya juga lebih bersih," ujar Wibie di sela-sela menikmati sajiannya.
Rey juga melakukan hal yang sama. Ia memilih dendeng balado dan sambel ijo sebagai menu yang akan mengisi perutnya malam ini.
"Kamu punya hp?" tanya Wibie.
Rey menggeleng pelan. Mulutnya masih penuh dengan satu suap nasi yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Tidak. Sudah tiga bulan ini HP disita ibu. Aldy selalu komplain jika dia WA jarang aku balas. Dia tau aku selalu online tapi tidak membuka pesannya. Ibu marah dan tidak mengizinkan aku menggunakan HP lagi," jelas Rey sambil mengunyah makanannya.
"Sampai segitunya?" Wibie memandang Rey dengan penuh selidik.
"Iya,"
Hening.....
Wibie diam sesat dengan mimik muka yang menyeringai. Setelah menelan makanan yang ia kunyah, ia meneguk air jeruk yang telah diantarkan oleh pelayan.
"Setelah ini kita beli HP. Jika ada sesuatu biar kamu bisa menghubungiku. Menunggu hingga hari minggu di sini tanpa komunikasi akan sangat sulit,"
"Saya ga punya uang, Pak," elak Rey dengan nada yang begitu hati-hati.
Wibie memandang sesat ke arah gadis itu dengan mulut yang masih mengunyah makanannya. Ia tersenyum simpul sebelum kemudian ia bicara.
"Itu juga saya tau. Kan sudah saya katakan sejak awal. Kau bisa membayarnya nanti,"
"Saya ikut saja. Terserah Bapak saja. Gimana baiknya menurut bapak," ujar Rey pasrah.
"Ya sudah. Habiskan makananmu. Ga usah buru-buru. Nanti tersedak," ujar Wibie sambil tersenyum.
"Masih sore kok. Masih banyak waktu sebelum aku mengantarkanmu ke hotel," lanjutnya lagi.
Sepertinya Wibie memang lapar sekali. Setelah satu tangkup nasi yang ada di piringnya selesai dieksekusi ke dalam perutnya, ia memuangkan kembali nasi yang disediakan untuk tambahan.
Hanya separuh yang ia pindahkan ke piring nasinya. Kali ini ia mengambil ikan sambel lado sebagai teman nasi yang ada di piringnya.
"Aku lapar banget. Tadi mau berhenti di jalan kau tidur begitu lelap," Wibie memberi alasan karena ia begitu kelaparan dan nabah makanan.
Rey hanya diam dan kembali melahap suapan terakhir dari makanan yang ada di piringnya.
Ia semakin merasa bersalah. Membuat situasi menjadi tidak nyaman bagi Pak Wibie. Rey diam-diam mengamati Wibie yang menikmati makan malamnya dengan begitu lahap. Sesekali mereka beradu pandang. Rey terpaksa menundukkan kepala karena kepergok sedang mencuri padang oleh Wibie.
"Kamu ga nambah?" tanya Wibie karena piring nasi gadis itu sudah terlihat bersih.
"Tidak, saya sudah kenyang,"
"Sedikit sekali porsi makanmu,"
"Iya,"
"Diet?" tanya Wibie lagi.
"Enggak, lagi tidak begitu lapar,"
"Biasanya gadis remaja seusiamu tidak makan berat pada jam segini. Untuk menjaga bentuk tubuhnya agar tetap menarik,"
"Tidak, Pak,"
"Mau makan sedikit atau banyak, tubuh saya tetep segini saja dari dulu," sahut Rey degan senyum.
"Oh. Baguslah. Berarti kamu tidak perlu direpotkan dengan diet dan lain-lain nya,"
"Iya. Alhamdulillah,"
Rey meraih gelas yang berisi teh hangat dan meneguknya dengan pelan. Pandangannya masih tertuju pada Wibie yang sedang menikmati makanannya.
Saat ia melihat ada nasi yang menempel disudut bibir Wibie, replek Rey mengulurkan tangannya dan mengambil butiran nasi tersebut. Wibie kaget mendapati perlakuan itu.
"Maaf pak. Saya suka lata," buru-buru Rey klarifikasi atas kelakuannya itu. Mukanya bersemu merah sebelum akhirnya dia tertunduk karena malu.
Wibie hanya tersenyum tipis dan meneruskan suapannya yang sempat tertunda.
Dengan sabar ia menunggu Wibie menghabiskan makanannya. Pria yang hingga saat ini masih mempunyai nilai baik oleh Rey. Pria yang mau membantu dirinya lari dari masalah yang akan mengubur masa depannya.
"Lahap sekali makannya,"
"Mungkin karena sudah lewat jadwal makan hingga ia begitu kelaparan seperti katanya," Rey menarik nafas menyesali diri yang sudah membuat repot pria yang ada di depannya itu.
Sekitar 10 menit kemudian, Wibie sudah membersihkan isi piringnya. Dari raut wajahnya, seperti ia sudah terbebas dari rasa lapar dan tersenyum renyah ketika meneguk air jeruk yang masih tersisa di gelasnya.
"Alhamdulillah," ujarnya
Wibie mengambil potongan jeruk yang ada di piring kecil kemudian memeras buah itu hingga keluar airnya ke dalam mangkuk yang berisi air bening.
"Kalau di mangkuk disebut air kobokan. Tapi jika di tuang ke dalam Tumbler namanya inpus water," Wibie berseloroh.
"Bukan jeruk nipis pak. Pakenya jeruk lemon," protes Rey.
Wibie tertawa kecil, kemudian ia membasuh tangannya dalam air kobokan itu hingga beberapa saat lamanya.
Sebelum memanggil pelayan restoran untuk menghitung jumlah yang harus dibayarnya, Wibie mengelap tangannya hingga kering dengan tisu meja yang disiapkan dengan bentuk dilipat satu persatu dan menyusun ke atas membentuk bukit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments
Sept September
Kaka aku datang untuk dinner 😂
2020-08-01
1
Sumi Nuryati
q juga di sumsel thor
2020-06-26
0
Bebz Jamila
Kuh nga mau bca saat" rey bareng aldy.. gimna ea aokah sudah d berikn smunya sama aldy
2020-06-21
0