“Ki… kamu nggak biarin dia masuk? Kasihan… dia pasti udah nunggu kamu sejak tadi…”
Nayla berucap sambil terus berjalan di belakang pria itu. Namun Riki tak mengindahkan ucapan Nayla, dia hanya terus berjalan dan mengabaikan Nayla.
“Memangnya siapa wanita itu? kenapa kamu terlihat sangat ben…
“Berhenti bertanya….” Riki menghentikan langkahnya “ini bukan urusan kamu!” Riki berbalik menatap Nayla dengan tajam.
Sekali lagi Nayla menutup bibirnya rapat-rapat.
Setelah berucap seperti itu, Riki kembali melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya untuk meletakkan Rina, sementara Nayla berhenti mengikuti Riki dan hanya menatap punggung pria itu hingga menghilang.
“Berhenti bertanya… karena itu bukan urusan kamu!” Nayla mengulang lagi ucapan Riki barusan, dengan raut wajah yang kesal.
“Sepertinya pria itu menderita kelainan jiwa….” Gerutunya lagi lalu duduk di sofa ruang tamu.
Nayla menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa sambil sesekali menengok kearah pintu apartemen.
Jujur saja saat ini pikiran Nayla tertuju pada gadis yang berada diluar sana, apakah gadis itu sudah pergi atau masih disana.
Apa sebaiknya dia membuka pintu itu dan memintanya untuk masuk. Tapi bagaimana bisa, dia bukan pemilik rumah ini.
“Kenapa kamu duduk disitu?”
Nayla menoleh pada Riki yang sudah keluar dari kamarnya dan masih menatapnya dengan tatapan datar.
“Lalu aku harus duduk dimana?” Nayla bangkit dari duduknya.
Riki menghela nafas frustasi, gadis itu benar-benar polos, “pergi ke ruang ganti dan ganti pakaian kamu dengan pakaian yang ada disana,” ketus Riki lalu meninggalkan Nayla ke dalam.
Nayla masih bergeming, memikirkan setiap ucapan dari Riki. Kenapa pria itu menyuruh dia ke ruang gantinya, seolah Riki tahu jika gadis itu mengetahui seluk beluk dari rumahnya.
Apakah Riki memang sudah tahu? Tapi dari mana pria itu tahu? Pertanyaan-pertanyaan itu terus terlintas dikepalanya. Dia mencoba mencari jawabannya tapi buntu.
“Kenapa kamu masih berdiri disitu?”
Tubuh Nayla terkesiap mendengar suara Riki yang datang tiba-tiba.
“Apakah kamu menunggu, aku menunjukkan dimana letak ruang gantinya, seolah-olah kamu tidak mengetahui setiap seluk beluk dari rumah ini… padahal kamu sudah sangat hafal setiap isi dari rumah ini… bukankah kamu juga selalu mendapat pakaian dalam wanita yang berserakan di kamar aku dan bukankah kamu juga yang mencuci pakaian itu.”
Nayla bergeming dengan kepala menunduk, dia tidak bisa melakukan perlawanan apapun sekarang. Dia sudah ketahuan dan Riki sudah sangat marah padanya.
BRAK...
Nayla kembali tersentak ketika mendengar sebuah benda terjatuh tepat di depannya. Gadis itu menatap benda yang di lemparkan Riki tepat di depannya.
Mata Nayla membulat sempurnya ketika melihat benda yang tergeletak itu ternyata adalah tas bekal kuningnya yang tertinggal kemarin, ternyata ini penyebabnya. Perlahan Nayla mengalihkan pandangannya pada Riki dan terlihat sangat jelas dari sorot matanya, jika pria itu sangat marah pada Nayla. Gadis itu kembali menundukkan pandangannya tak mampu menatap manik hitam Riki yang terlihat sangat mengkilat.
“Pergi dari sini dan bawa pergi juga sampah itu… jangan pernah datang kesini lagi… ini terakhir kalinya aku memberi kamu peringatan.” Ketus Riki lagi.
“Aku tidak mau.” Tantang Nayla.
“Jangan membantah! Aku sangat tidak suka, jika orang asing masuk dan mengganggu privasiku,” Riki berbalik hendak pergi.
“Aku bukan orang asing… aku keluarga kamu.”
“CUKUP!!!” geram Riki setengah berteriak membuat Nayla terkejut, “Kita bukan keluarga.”
Raut wajah Nayla berubah sendu dengan bola mata yang sudah sangat berkaca-kaca.
Hatinya sangat terluka ketika Riki mengucapkan kalimat itu. Dia sendiri juga tidak paham dengan perasaannya sendiri, kenapa dia begitu sedih ketika Riki tidak menganggapnya saudara malah menganggap dirinya seperti orang asing.
Mungkin karena mereka sudah tumbuh bersama dan selalu bersama hingga menimbulkan ikatan batin seperti itu. Tapi kenapa hanya dia yang merasakan sakit ini dan Riki tidak.
“Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini sama aku, Ki?” Air mata Nayla mulai menetes, “iya aku mengakui kesalahan aku dan aku minta maaf… aku memang salah, aku tidak ada disisi kamu saat kamu kesulitan, tapi kenapa kamu sama sekali tidak mau memaafkan aku….”
“Tidak usah membahas hal itu lagi… tidak penting!” ketus Riki.
“Kalau kamu menganggap hal itu sudah tidak penting lagi… kenapa kamu masih marah sama aku? Kenapa, Ki?”
“Karena aku benci dikasihani oleh kamu.” Rahang Riki mengeras, “berhenti besikap seperti ini, karena aku tidak butuh dikasihani.”
Nayla kembali mengangkat pandangannya, “siapa bilang aku melakukan ini karena kasihan sama kamu… aku tulus melakukan hal ini, Ki.”
Riki menatap tajam lagi kearah Nayla dan perlahan mendekat kepadanya, “aku tidak melihat sedikitpun ketulusan itu… yang aku lihat hanya rasa bersalah dan rasa kasihan yang selalu kamu tunjukkan.” Riki menyeringai, “tapi seharusnya memang seperti itu, kamu memang harus selalu berada dalam rasa bersalah ini… karena janji bodoh kamu itu, membuat aku seperti ini.” Geram Riki lagi.
Nayla yang sejak tadi hanya menunduk dan menangis pun mengangkat pandangannya kepada Riki. Manik coklat Nayla menembus manik hitam Riki dengan tajam, tiba-tiba saja perasaan marah menyelimutinya.
“Ternyata kamu pria yang sangat egois,” geram Nayla dengan berderai air mata, “kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri… dengan mudahnya, kamu menyalahkan aku dengan apa yang sudah terjadi dengan kamu di masa lalu… lalu bagaimana dengan aku? Apa kamu tidak memikirkan, bagaimana aku hidup selama ini?”
“Apa kamu ingat?” Nayla melangkah lebih dekat kepada Riki dengan tatapan nyalangnya, “janji itu bukan hanya melibatkan aku saja, tapi juga kamu… aku memang mengatakan jika kita akan datang mengunjungi kamu lagi… tapi apa kamu lupa? Jika kamu juga mengatakan hal yang sama, kamu bilang jika aku tidak datang, kamu yang akan datang menemui aku… tapi apa, Ki? Kamu bahkan tidak datang dan tidak memberi aku kabar sekalipun… jadi, bukan hanya aku yang ingkar tapi juga kamu.” Deru nafas Nayla tidak beraturan menahan sesak di dadanya dan Riki hanya bergeming.
“Dan ketika aku datang, kamu tidak pernah sekalipun bertanya tentang bagaimana kabar aku? Bagaimana aku menjalani kehidupanku selama ini, apakah aku baik-baik saja atau sebaliknya? Kamu tidak pernah bertanya, apakah selama ini aku bahagia atau menderita…” leher Nayla tercekat dan semakin menangis tersedu, “Kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri, Ki… menyalahkan aku atas luka yang kamu alami selama ini… lalu, kamu fikir aku baik-baik saja, aku jauh lebih terluka, Ki…,” Nayla menutupi wajahnya dengan tangannya lalu kembali menangis dengan tersedu.
Riki yang menyaksikan Nayla menangis di depannya pun merasa iba, “Nay….” Tangan Riki terulur hendak menyentuh pundak Nayla, namun gadis itu langsung mengangkat tangannya ke udara untuk mencegah gerakan pria itu.
Nayla menarik nafas panjang untuk menetralkan perasaannya sendiri, walaupun itu masih terasa sangat sakit. Perlahan gadis itu kembali menatap Riki, lalu berkata.
“Ok… jika bersikap seperti orang asing akan membuat kamu nyaman, akan aku lakukan… aku akan berhenti bersikap sebagai saudara kamu mulai sekarang… aku akan bersikap sebagaimana yang kamu inginkan....” Tandas Nayla lalu berlari keluar meninggalkan Riki yang masih bergeming ditempatnya.
-tbc-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Vanty Vebria
Yahh Mita orang mah dengerin dulu penjelasannya citra
2020-11-24
1
@larissa_arabella
lanjut
2020-11-18
2