Flashback on
Gerak tubuhnya terlihat sangat gugup. Sesekali dia menghela nafasnya panjang dan menautkan kedua ibu jarinya berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak tidak karuan. Di sebelahnya ada seorang pria dengan setelan jas kerjanya yang sedang menyetir mobil ke tempat yang menjadi tujuan mereka.
Selama perjalanan yang sudah berlangsung sekitar sepuluh menit belum ada satu katapun yang keluar, mereka sama-sama gugup dan bingung harus memulai dari mana. Padahal ini hanya makan malam biasa bagi mereka. Ya, bagi mereka, tapi tidak bagi orang yang akan mereka temui sebentar lagi.
"Ara sangat senang kamu akan datang dia bahkan merengek untuk ikut saya menjemput kamu." Katanya memulai percakapan
Sudah cukup saling berdiam diri karena hal itu malah semakin membawa kegugupan.
Fahisa, wanita itu bergumam pelan dia ingin menyahut hanya saja suaranya seolah direnggut paksa darinya.
"Jangan takut Mami saya tidak galak." Kata Daffa lagi
"Hmm aku tidak takut kok." Elak Fahisa
Bohong! Tentu saja Fahisa takut ini kali pertama dia diajak makan malam keluarga. Dia gugup dan takut jika nanti orang tua Daffa akan berbicara hal yang aneh atau hal yang menyakitinya atau membandingkannya dengan wanita lain yang pernah dekat dengan pria itu.
Segala macam fikiran buruk memenuhi otaknya, dia takut.
"Ada Sahara disana kamu tidak akan merasa gugup lagi nanti." Kata Daffa masih berusaha membuat Fahisa lebih santai
Tapi, Fahisa masih belum bisa gadis itu masih tetap tidak tenang dia hanya menanggapi perkataan Daffa dengan gumaman.
"Atau kamu mau pulang lagi? Kamu terlihat gugup sekali, tidak masalah kalau kamu memang belum siap saya tidak akan memaksa." Kata Daffa membuat Fahisa menoleh
"Tidak perlu aku sudah janji akan datang nanti mereka akan kecewa kalau aku malah pulang." Kata Fahisa sambil tersenyum
"Kalau begitu jangan takut ada saya dan Sahara di sana." Kata Daffa yang kembali mencoba untuk membuat Fahisa merasa tenang
Sepuluh menit kemudian mereka sampai di rumah yang sangat besar dimata Fahisa bahkan halamannya sangat luas, seperti istana saja fikirnya. Layaknya seorang pria idaman Daffa turun lebih dulu dari mobil membukakan pintu untuk Fahisa dan mengulurkan tangannya agar dibawa gadis itu kedalam genggamannya.
Fahisa mendongak dan matanya bersitatap dengan mata indah Daffa mereka saling melemparkan senyuman lalu tanpa ragu Fahisa menyambut uluran tangan itu membawanya kedalam genggaman. Langkah demi langkah mereka tapaki memasuki rumah besar ini dan sampailah keduanya di ruang tamu yang sudah cukup ramai oleh keluarga Daffa.
"Mommyy"
Suara Sahara setidaknya membuat Fahisa lebih tenang dia berjongkok dan membawa anak itu kedalam pelukannya membuat keluarga Daffa yang melihatnya tersenyum haru. Setelah Fahisa melepaskan pelukannya anak itu menarik Fahisa untuk menghampiri keluarganya yang lain membawa wanita itu untuk duduk di tengah-tengah keluarga Daffa.
Di sebelahnya ada Sahara dan di sebelahnya lagi ada Daffa lalu di sekelilingnya ada keluarga Daffa, tidak terlalu ramai sebenarnya hanya ada sekitar enam orang dengan Sahara di tambah dirinya dan Daffa maka total ada delapan orang.
"Selamat malam"
Fahisa menyapa mereka dengan gugup dia berusaha tersenyum lebar hingga menampakkan lesung pipitnya. Tidak lama setelah ia menyapa, Fahisa di kejutkan dengan seorang wanita paruh baya yang menghampirinya dan duduk di sebelahnya setelah menyuruh Daffa untuk pindah ke sisi lain sofa.
"Kamu Fahisa? Cantik sekali." Kata wanita itu dengan mata berbinar dia meneliti wajah Fahisa membuat gadis itu merasa gugup dan takut
"Terima kasih"
Tingkah malu-malu Fahisa benar-benar membuat Tania, ibu Daffa merasa gemas.
"Berapa usia kamu sayang?" Tanya Tania membuat Fahisa semakin gugup
"20 tahun Tante." Jawab Fahisa membuat mereka yang di sana menatap Daffa tidak percaya
"Lo ya Daf milihnya yang masih muda pinteran." Kata Dara, Kakak perempuan Daffa
"Daffa kamu yakin?" Tanya Farhan, Kakak iparnya yang di jawab pria itu dengan anggukan pasti
"Kalian kenal dimana?" Tanya Davian, Kakak laki-laki Daffa
"Mommy Ibu guru Ara di sekolah." Kata Sahara menjawab pertanyaan pamannya dengan penuh semangat
"Iya saya guru Sahara di sekolah." Kata Fahisa sambil tersenyum
Tania tersenyum senang bahkan matanya berbinar penuh kebahagiaan, bukankah itu semakin jelas? Fahisa pasti sangat dekat dengan Sahara sampai cucunya itu memanggilnya dengan sebutan mommy.
"Tunggu apalagi Daffa kamu harus cepat!" Kata Tania dengan penuh semangat
"Kamu tinggal dimana sayang?" Tanya Tania mengabaikan tatapan tajam yang dilayangkan Daffa
"Saya tinggal di apartemen Tante kalau Ibu tinggalnya di Malang." Jawab Fahisa
"Panggil Mami aja dong, Daffa dengar kan berarti kita harus cepat-cepat ke Malang Mami gak sabar pengen punya menantu." Kata Tania tidak sabaran
Daffa menghela nafasnya pelan, Maminya itu memang sangat tidak sabaran bahkan dia baru melamarnya dua hari yang lalu dan lamaran itu masih belum di jawab. Bagaimana bisa dia menyuruh anaknya untuk langsung menemui orang tua Fahisa?
"Sudah Mi kita makan dulu saja, nanti akan kita sambung obrolannya setelah makan." Kata Dara menghentikkan antusias Tania yang ingin agar anaknya segera menikah
Mereka lebih dulu berjalan menuju ruang makan dan meninggalkan Fahisa juga Daffa di belakang. Menatap mata Fahisa dengan senyuman di bibirnya Daffa menggenggam tangan wanita itu erat berusaha menyalurkan ketenangan.
"Maaf ya Mami memang begitu jangan terlaku difikirkan saya akan menunggu jawaban kamu dengan sabar dan saya tidak akan menuntut keputusan kamu nantinya." Kata Daffa membuat Fahisa mendongak dan menatap mata pria yang beberapa hari lalu baru saja melamarnya
"Hmm tidak masalah terima kasih untuk waktunya." Kata Fahisa sambil tersenyum
Senyumnya sangat manis hal itulah yang dapat Daffa lihat sekarang. Senyuman manis, lesung pipit, dan wajah meronanya benar-benar membuat Daffa terpesona.
Dia telah jatuh kedalam pesona Fahisa.
"Akan aku berikan jawabannya ketika pulang dari sini." Ujar Fahisa membuat Daffa mendadak menahan nafasnya
Dia merasa takut akan jawaban yang di berikan Fahisa.
Apakah dia di terima?
Flashback off
¤¤¤¤
Pagi ini Daffa bangun terlebih dahulu dari pada istrinya dan sejak tadi yang di lakukan pria itu adalah mengamati wajah cantik Fahisa ketika sedang tertidur. Tidak pernah Daffa merasa sebahagia ini, mempunyai Fahisa di sisinya benar-benar sebuah anugrah terindah.
Meskipun masih sangat muda, tapi pola fikir Fahisa sangat luas dia tidak pernah menghakimi orang atas masa lalunya, tidak perduli meski Daffa seorang duda dan memiliki anak dia mau menerimanya tanpa ada keluhan. Sebaliknya Fahisa justru amat bahagia dia begitu menyayangi Sahara menganggapnya seperti anak sendiri, tidak seperti wanita-wanitanya dulu yang hanya ingin memiliki dirinya dan hartanya tanpa Sahara. Bahkan dengan jahatnya mereka pernah mengatakan bahwa Sahara bisa di titipkan di panti asuhan atau rumah Tania dan hal itu benar-benar menyulut emosi Daffa.
Sahara anaknya, dia hanya akan mencari seorang pendamping yang mau menerima mereka berdua dan ternyata orang itu adalah Fahisa.
"Terima kasih banyak Fahisa"
Tangan Daffa terulur mengusap lembut pipi Fahisa membuat gadis itu sedikit terusik dalam tidurnya apalagi ketika Daffa mencium bibirnya lama, hal itu membuat Fahisa membuka matanya. Melihat Fahisa yang sudah terbangun Daffa menjauhkan wajahnya dia tersenyum kepada istri kesayangannya itu dan Fahisa turut membalas senyuman itu dengan lebar.
"Maaf karena mengganggu tidur kamu." Kata Daffa
"Tidak masalah, apa ini sudah pagi?" Tanya Fahisa, dia takut kesiangan
"Belum terlalu pagi hanya aku yang bangun lebih awal karena ingin menikmati wajah cantik istriku." Kata Daffa yang berhasil membuat Fahisa merona
Pipi merah Fahisa adalah candu bagi Daffa dia suka sekali melihatnya.
Setiap kali melihat pipi merah itu Daffa selalu kehilangan akalnya dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meraih tengkuk Fahisa dan menciumnya dengan lembut. Memejamkan matanya dengan kaku Fahisa meletakkan kedua tangannya di leher Daffa membuat suaminya itu tersenyum di sela ciuman mereka.
Apalagi ketika Fahisa mulai membalas ciumannya dia mulai bergerak pelan, tapi sialnya hal itu malah semakin membuat Daffa terbuai dan ingin berbuat lebih jauh. Saat sadar bahwa Fahisa hampir kehabisan nafasnya Daffa menyudahi aktifitas mereka, tapi melihat Fahisa yang terengah karena hampir kehabisan nafas malah membuat Daffa menginginkan hal yang lain.
Baru bisa menetralkan deru nafasnya Fahisa dibuat kembali menahan nafas saat suaminya itu menciumi lehernya, rasanya geli.
"Mas udah." Pinta Fahisa dengan nafas tertahan
"Nanti Fahisa." Kata Daffa yang masih sibuk dengan aktifitasnya
Tapi, Daffa harus berhenti karena anaknya saat ini sedang mengetuk pintu kamar mereka dengan tidak sabaran.
"Mommy Mommyyy"
Fahisa bisa bernafas lega saat mendengar suara Sahara dan dia semakin lega ketika Daffa menjauhkan wajahnya, tapi sayangnya bisikan di telinganya kembali membuat jantungnya berdetak dengan tidak karuan dan membuat wajahnya terasa panas seketika.
"Aku rasa kita memang butuh bulan madu secepatnya"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kapan bulan madunya
2021-05-25
1
Latifahzahrah Asma
cerutax dn judulx sma krn hx ingin bwt bahagiah anakx bgtpun drix 😉
2020-04-29
7
Sri Yani Ani
yah tunda lagi deh
2020-04-08
1