Sekalipun tidak pernah terbayang di benak Fahisa ketika di usianya yang masih dua puluh tahun ia sudah menjadi milik orang lain dan akan bangun dengan melihat wajah suaminya di pagi hari yang cerah. Ada sedikit rasa aneh bercampur geli ketika lengan kokoh itu memeluknya dan Fahisa sedikit tersenyum ketika melihat wajah suaminya yang nampak begitu nyenyak dalam tidurnya.
Dalam diam Fahisa memperhatikan wajah suaminya dengan lekat, wajahnya tampak begitu sempurna benar-benar ciptaan Tuhan yang sangat mengagumkan. Senyum Fahisa terbit, dalam hati dia berharap jika keputusannya untuk menikahi pria yang sudah beranak satu ini adalah benar dan tepat.
Perlahan Fahisa mencoba melepas lilitan tangan yang berada di pinggangnya dan berniat untuk membuat sarapan, tapi belum sempat ia melakukannya tubuhnya malah semakin mendekat dengan Daffa ketika suaminya itu mengeratkan pelukannya di pinggang Fahisa. Tubuh mereka menempel wajah Fahisa bersandar pada dada bidang Daffa dan saat ini dia benar-benar menahan nafasnya merasa terkejut juga gugup.
"Mau kemana hmm?" Bisikan Daffa ditelinganya membuat Fahisa merinding apalagi dapat dia rasakan hembusan nafas Daffa di lehernya
"Aku mau menyiapkan sarapan." Kata Fahisa pelan
Daffa semakin mengeratkan pelukannya lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Fahisa dan menciumnya berkali-kali.
"Nanti saja Fahisa tetap disini." Kata Daffa
"Kalau begitu aku mau mandi dulu." Kata Fahisa berusaha mencari alasan untuk pergi dari dekapan Daffa yang membuatnya kesulitan bernafas
"Nanti Fahisa aku masih ingin tidur sambil memeluk kamu." Aku Daffa yang semakin membuat detak jantung Fahisa tidak terkontrol
Akhirnya Fahisa hanya diam dan membiarkan Daffa yang sedang memeluknya sesekali pria itu mengecup lehernya membuat Fahisa menahan nafasnya. Sumpah Fahisa ingin pergi dia mati rasa berada di dekat Daffa apalagi merasakan setiap perlakuan yang suaminya itu berikan rasanya Fahisa tidak sanggup.
"Fahisa, terima kasih banyak." Gumam Daffa
"Terima kasih untuk apa?" Tanya Fahisa bingung
Daffa mengendurkan pelukannya lalu menarik dagu Fahisa pelan membuat gadis itu mendongak dan bertatapan dengan sang suami yang juga tengah menatapnya dengan dalam. Tidak tau bagaimana awalnya, tapi tiba-tiba Fahisa dapat merasakan sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya.
Iya, Daffa menciumnya hanya ciuman singkat karena setelah beberapa detik pria itu menjauhkan wajahnya dan kembali menatap Fahisa yang kini tengah menatapnya dengan bingung.
"Terima kasih sudah mau menerima saya Fahisa." Kata Daffa tulus
Tersenyum manis Fahisa tidak tau keberanian dari mana karena setelah mendengar perkataan itu tangannya terulur untuk mengusap pipi Daffa dengan lembut hingga membuat pria itu memejamkan matanya. Nyaman, hal itulah yang Daffa rasakan sekarang dia bahagia mendapatkan Fahisa di hidupnya.
"Tidak perlu berterima kasih." Kata Fahisa pelan
Sekali lagi Daffa merasa begitu tenang mendengar suara Fahisa dan perlahan pria itu melepas pelukannya lalu mencium sekilas bibir Fahisa sebelum membiarkan gadis itu membebaskan diri. Dengan jantung yang berdetak semakin tidak karuan Fahisa bergegas turun dari ranjang dan menuju kamar mandi tanpa menyadari jika Daffa sibuk memandanginya hingga ia memasuki kamar mandi.
Memejamkan matanya Daffa menghela nafasnya panjang dia harap semuanya akan baik-baik saja dan dia harap Fahisa akan benar-benar membuatnya melupakan Renata, istri pertamanya yang sudah meninggal. Berada di dekat Fahisa memang menenangkan, tapi kenangan akan Renata begitu sulit untuk di lupakan.
'Maaf Fahisa aku harap aku akan benar-benar melupakan Renata sepenuhnya dan hanya menatap kamu pada akhirnya'
¤¤¤
"Daddyy bukaiin pintunya Ara mau ketemu Mommy!"
Seruan yang diiringi dengan ketukan pintu tak sabaran membuat Daffa menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah laku anak satu-satunya yang memang tidak bisa diam dan manja itu. Ada sedikit rasa haru yang muncul ketika Daffa mengingat bagaimana Sahara begitu dekat dengan Fahisa dan bagaimana Fahisa menyayangi Sahara padahal mereka tidak memiliki hubungan apapun.
Saat membuka pintu Daffa sedikit terdorong ke belakang ketika Sahara dengan penuh semangat memasuki kamarnya. Mata bulat anak itu menjelajahi seisi ruangan mencari keberadaan Fahisa, tapi ketika tidak menemukan sosok yang ia cari Sahara berbalik dan menghampiri Daffa.
"Daddy mana Mommy Ara?" Tanya Sahara setengah merengek
"Lagi mandi sayang, kamu kenapa kesini belum mandi gini hmm?" Tanya Daffa sambil membawa Sahara kedalam gendongannya
Berkali-kali Daffa mencium pipi tembam Sahara membuat anak itu melayangkan protesnya karena Daffa tidak mau berhenti menciumi pipinya. Satu hal yang membuat Daffa sulit terlepas dari bayang-bayang Renata adalah kehadiran Sahara yang memiliki sifat sama persis seperti Renata.
"Daddy udah Ara mau turun." Pinta Sahara
Sahara menangkup kedua pipi Daddynya lalu mencium kening pria itu dan setelahnya Daffa langsung menurunkan Sahara bersamaan dengan dibukanya pintu kamar mandi. Bersorak senang Sahara berseru sambil berlari menghampiri Fahisa yang baru selesai mandi, tenang saja dia sudah berpakaian lengkap.
"Mommy"
Senyum Fahisa mengembang hingga menampakkan lesung pipitnya lalu gadis itu menunduk dan membawa Sahara kedalam gendongannya.
"Pagi Ara kenapa anak mommy belum mandi?" Tanya Fahisa sambil memberengutkan bibirnya untuk menggoda Sahara
"Nanti, Ara mau ketemu mommy dulu mau peluk mau cium." Kata Sahara sambik memeluk leher Fahisa dan mencium pipi Mommynya berkali-kali
Semua itu tidak luput dari pandangan mata Daffa yang tidak bisa menahan senyum bahagianya ketika melihat interaksi dua orang yang sangat penting dihidupnya.
"Ara senang sekali sekarang mommy bakal tinggal sama Ara sama Daddy juga pokoknya Ara senang." Kata Sahara dengan mata yang dipenuhi binar kebahagiaan
Fahisa juga bahagia dia begitu menyayangi Sahara sejak di Taman Kanak-Kanak tempatnya mengajar dulu. Sejak disitu mereka memang dekat bahkan Sahara cenderung menempel kepada Fahisa tidak jarang ketika akan makan gadis kecil itu merengek sambil membawa kotak bekalnya kepada Fahisa dan meminta untuk di suapi.
Sejauh ia mengenal Sahara anak itu adalah anak yang ceria dan Fahisa tidak bisa menampik rasa sayang yang tumbuh di hatinya, dia menyayangi Sahara.
"Mommy juga senang bisa ketemu Sahara setiap hari." Kata Fahisa tulus
Tidak ada yang menyadari kapan Daffa bergerak dari tempatnya hingga saat ini pria itu sudah berdiri di samping Fahisa. Menyadari kehadiran Daffa di sampingnya membuat rasa gugup kembali menyerang Fahisa apalagi saat pria itu terus menatap ke arahnya.
"Ayo kita buat sarapan Ara." Ajak Fahisa
"Ara mau mandi dulu." Kata Sahara
Menurunkan Sahara dari gendongannya gadis berusia lima tahun itu langsung berlari kecil keluar kamar dan ketika Fahisa hendak menyusul sebuah tarikan ia rasakan hingga membuatnya berbalik dan menabrak dada bidang Daffa. Sekali lagi Fahisa selalu menahan nafasnya ketika berada dengan jarak sedekat ini jantungnya tidak terkontrol.
"Aku akan mandi." Kata Daffa di telinganya
Fahisa hanya bergumam pelan lalu berusaha melepaskan diri dan beruntungnya suaminya itu langsung melepaskannya. Tanpa mau mendongak Fahisa langsung bergegas keluar kamar meninggalkan Daffa yang sedang tersenyum geli melihat tingkah gugup Fahisa.
"Lucu sekali"
¤¤¤¤
Dengan tergesa-gesa Fahisa menuruni tangga menuju dapur dia gugup sekali rasanya jantungnya mau meledak dia tidak biasa badannya jadi merinding karena perlakuan Daffa tadi. Menghentikan langkahnya sejenak Fahisa menghela nafasnya panjang lalu berjalan menghampiri Tania yang terlihat sedang sibuk di dapur.
"Biar Fahisa bantu Mi." Kata Fahisa membuat Tania menoleh dan tersenyum ketika melihat menantunya
"Sini sayang kita masak untuk sarapan." Kata Tania
Mereka berdua menyiapkan sarapan sambil sesekali berbincang mulai dari Tania yang membahas tentang kehidupan Fahisa dan juga Tania yang membahas tentang kehidupan anak satu-satunya.
"Daffa itu orangnya sulit untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan, sejak kecil dia selalu begitu dia jarang sekali mengatakan apa kemauannya anak itu hanya berharap jika orang-orang disekitarnya peka akan keinginannya." Jelas Tania
Fahisa tersenyum kecil, "Beberapa orang memang seperti itu Mi tidak mudah bagi mereka untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya"
"Kamu tau Fahisa? Waktu itu Mami kaget sekali dan Mami takut disaat yang bersamaan ketika Daffa mengatakan bahwa dia akan menikah lagi,"
Fahisa hanya diam sambil berusaha fokus memotong beberapa sayuran dan mendengarkan apa yang akan di katakan oleh Tania selanjutnya.
"Mami takut kalau Daffa tidak serius dan Mami takut kalau Daffa masih terbayang-bayang oleh Renata, istri pertamanya yang sudah meninggal,"
Kali ini Fahisa tidak bisa untuk tidak menoleh karena Tania menepuk pelan pundaknya dan menatap Fahisa dengan begitu lembut serta senyuman yang begitu tulus.
"Daffa berusaha meyakinkan Mami dan ketika Mami bertemu kamu Mami yakin bahwa keputusan yang Daffa ambil adalah benar dan Mami juga sudah sangat yakin jika Fahisa sudah mengambil kembali hati Daffa dan membuat dia terbebas dari bayang-bayang Renata, terima kasih banyak ya Fahisa." Kata Tania
Fahisa tersenyum manis, "Semua akan terjawab seiring berjalannya waktu Mi yang jelas semua akan indah pada waktunya dan Fahisa bahagia untuk pernikahan ini"
Tania tersenyum haru lalu kembali melanjutkan kegiataannya dalam hati dia membandingkan bagaimana jauhnya perbedaan Renata dan Fahisa. Meskipun Renata memiliki usia yang lebih matang, tapi dia cenderung manja dan keras kepala berbeda sekali dengan Fahisa yang lebih suka mengalah di mata Tania menantunya itu jauh lebih dewasa dia memiliki pola fikir yang luas.
"Mommy kenapa gak nunggu Ara?" Rengek Sahara sambil berjalan menghampiri Fahisa dengan bibir mengerucut
"Sudah selesai mandinya? Wahh anak mommy cantik sekali dan sangat harum." Kata Fahisa sambil menciumi pipi Sahara gemas
"Mommy gak mau nungguin Ara!" Kata Sahara masih dengan bibir mengerucut
"Sudah ada Oma yang bantu mommy jadi sekarang Ara hanya perlu duduk di ruang makan bersama daddy, oke?" Kata Fahisa
Semakin cemberut Sahara tetap menurut dia berbalik dan menuju ruang makan dimana Daffa sudah duduk santai disana. Anak itu berjalan mendekati Daffa lalu meminta untuk di pangku dan tentu saja dengan senang hati Daffa memangku putri kesayangannya itu sesekali dia juga mengusap lembut rambut Sahara.
"Mommy gak mau tungguin Ara daddy dia malah masak sama Oma." Adu Sahara dengan bibir ditekuk
"Hmm daddy yang minta mommy untuk memasak bersama Oma karena daddy sudah sangat lapar." Kata Daffa
Perlahan ekspresi Sahara kembali seperti biasa dia tidak akan marah karena ternyata itu adalah permintaan Daddy yang menyuruh Mommy nya untuk segara memasak makanan makanya Mommy tidak menunggu Sahara yang sedang mandi.
"Daddy apa nanti Mommy masih jadi Ibu guru lagi?" Tanya Sahara
"Tidak sayang Mommy sudah tidak jadi Ibu guru lagi dia sekarang hanya Mommy Sahara bukan Ibu guru Sahara." Kata Daffa membuat Sahara tersenyum lebar lalu memeluk Daffa dengan erat
"Ara bahagia sekali daddy." Kata Sahara
Daffa mengecup puncak kepala putrinya berkali-kali, "Daddy juga bahagia sayang"
Tidak lama setelah percakapan itu Tania serta Fahisa muncul dari arah dapur dan hal itu tidak luput dari pandangan mata Daffa.
Jantung pria itu berdegup kencang ketika melihat keduanya berjalan ke ruang makan, dia teringat akan suatu kenangan.
Dan akhirnya Daffa menggumamkan nama yang seharusnya ia lupakan.
"Renata"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kl fahisa th ternyata Daffa msh cinta Renata dan Daffa menikahi fahisa karna hanya demi Sahara pasti fahisa akan sedih😤😤😤😤
2021-05-25
0
Triya Wahyuni
kok ceritanya mirip dengan suamiku seorang duda ya ....tapi lanjut dech
2020-05-05
2
amyrizannor edora
alur yg baikk d awal thor.. tiada typo.. jd cinta dehh sma thor
2020-05-02
1