Langit telah berubah menjadi sangat gelap ketika Arin dan Raka sampai di sebuah taman. Keduanya tidak bisa berhenti menertawakan ekspresi kesal 2 pria tampan yang telah mereka tipu beberapa saat lalu.
Arin tidak marah ataupun tersinggung dengan kebohongan yang Raka ucapkan di hadapan Satria dan juga Bayu. Ia malah merasa tertolong dengan kebohongan Raka tadi karena setidaknya untuk beberapa waktu ini ia tidak akan di ganggu oleh keduanya.
Itupun jika memang mereka laki-laki yang gentle dan tahu tentang tidak baiknya menggoda kekasih orang lain. Arin sangat berterimakasih pada Raka.
"Ah, ya ampun Raka terimakasih banyak. Saya benar-benar berterima kasih untuk bantuan kamu hari ini." ujar Arin sembari menghirup oksigen dalam-dalam sembari menatap langit malam dengan bahagia.
"Mungkin kamu satu-satunya orang yang berterimakasih ketika ada orang yang mengaku-ngaku sebagai pacar kamu pada orang-orang yang kamu kenal." jawab Raka sembari menatap Arin tak percaya.
"Hah, kamu gak tahu aja bagaimana terganggunya hidup saya dengan kehadiran 2 orang tadi." jawab Arin jujur.
"Ya, itulah yang membuat saya tiba-tiba mempunyai ide untuk berpura-pura sebagai pacar kamu. Karena kedatangan mereka terlihat begitu mengganggu kenyamanan kamu." jelas Raka membuat Arin takjub dengan manusia paling peka yang pernah ia temui selama ini, pikirnya.
"Ah Raka, saya suka banget sama kamu. Kita pasti cocok jadi teman baik. Mulai sekarang kita temenan ya?" ujar Arin sembari mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis.
"Te..teman?" tanya Raka yang sedikit terkejut dengan yang Arin ucapkan.
Sejujurnya selain terkejut dengan beberapa sikap dan sifat Arin yang baru ia ketahui, diamnya Raka lebih karena jantungnya yang mendadak berdebar begitu kencang setiap kali ia menatap langsung ke mata Arinda.
Melihat Arin tersenyum membuatnya benar-benar terpesona dan tanpa sadar menggumamkan pujian-pujian untuk Arin di dalam hatinya. Selama ini ia sering memperhatikan Arin yang sangat pendiam.
Ia banyak mendengar dari teman-teman nya di kosan tentang Arinda yang menjadi satu-satunya penghuni kosan putri yang sangat sulit di dekati. Walaupun hanya di ajak bicara untuk sekedar berbasa-basi.
Pertama kali melihat Arin, timbul sedikit ketertarikan dalam hatinya pada gadis yang sering menghabiskan malam harinya menyendiri di balkon itu.
Dan setelah mengenalnya Raka menjadi benar-benar semakin jatuh ke dalam pesonanya. Tidak buruk bukan, memulai suatu hubungan dengan pertemanan.
Siapa yang tahu, jika suatu hari nanti mungkin Tuhan yang akan mengubahnya menjadi sesuatu yang indah pikir Raka. Arin yang mulai kesal karena Raka yang sejak tadi hanya melamun saja akhirnya harus menepuk bahu Raka dengan cukup keras untuk menyadarkannya.
"Raka ! Raka... Raka !!" panggil Arin sembari menepuk bahu Raka dengan keras hingga ia tersadar.
"Ah ya Tuhan, Arin kamu mengejutkan saya." ujar Raka membuat Arin seketika kembali tertawa.
"Makanya jangan melamun terus, ayam tetangga saya kemarin mati setelah melamunkan berapa banyak ia akan bertelur." ujar Arin membuat lelucon.
"Gak sangka kamu juga bisa bercanda." ujar Raka sembari tersenyum menatap lekat sang pemilik mata berwarna coklat tersebut.
Arin pun tertawa puas mendengar penuturan Raka. Sudah lama sekali rasanya ia bisa menjadi orang yang normal seperti itu. Mungkin ini pertama kalinya ia bicara banyak dengan orang lain selain keluarganya.
Bahkan di kantor, Arin tidak terlalu suka bercanda ataupun hanya sekedar menanggapi lelucon yang dibuat oleh Andi ataupun Herti.
"Rin, apa kamu yang sebenarnya memang seperti ini?" tanya Raka tiba-tiba menghentikan suara Arin yang tengah puas menertawakan situasi mereka saat itu.
"Saya yang sebenarnya? sejujurnya saya juga tidak tahu. Mungkin lebih tepatnya, inilah saya yang dulu." jawab Arin mengenang masa lalunya yang selalu berwarna.
Sampai akhirnya Satria membawa semua warna dalam hidupnya pergi dan menggantinya dengan kegelapan tak berkesudahan, pikirnya.
"Arin, bisakah kamu mencobanya sekali saja?" tanya Raka berucap dengan serius.
"Apa?" tanya Arinda tak mengerti.
"Konseling, kamu mau ya? Aku akan atur jadwal konseling buat kamu. Siapa tahu itu bisa membuat kamu merasa lebih baik lagi." ujar Raka serius menatap lekat ke dalam mata Arinda.
"Bukankah kita sedang melakukannya?" tanya Arin sembari tertawa kecil.
"Ya sedikit. Tapi akan lebih baik kalau kamu buat janji konseling di rumah sakit. Sepertinya itu akan lebih baik, saya akan merekomendasikan dokter terbaik untuk kamu." jujur Raka begitu berharap.
Arin pun tersenyum kecut sembari menatap ke langit. Ia menyusun beberapa kata untuk ia ucapkan pada Raka.
"Raka, saya bukan orang yang mudah percaya dan terbuka dengan orang lain." ucap Arin memulai kalimatnya.
"Saya gak perlu dokter untuk sembuh. Saya cuma butuh seorang teman seperti kamu. Rasanya, sudah begitu lama saya tidak mengeluh pada orang lain." sambungnya lagi yang masih Raka dengar dengan baik.
"Saya pernah sangat bahagia, sampai akhirnya sangat kecewa. Dan kekecewaan itu yang terus menghantui saya selama beberapa tahun ini dan membuat saya menjadi seseorang yang sangat pengecut." ucap Arin kembali sambil menata hatinya.
"saya cuma perempuan yang pernah begitu mencintai hingga akhirnya di buat sangat patah hati. Karena terus mengingatnya, saya jadi semakin membenci diri saya sendiri. Saya terlalu pengecut untuk menerima kenyataan pahit yang begitu menyakitkan, karena saya pernah terlalu dalam mencintai seseorang." jelas Arin mengeluarkan isi hatinya yang selama ini ia tutup rapat-rapat.
"Apa itu laki-laki yang tadi bertemu kita di cafe?" tanya Raka membuat Arin benar-benar terkejut.
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Arin sedikit terkejut.
"Dia tidak berhenti memandang kamu dengan tatapan yang berbeda. Tidak ada kekesalan atau kebencian di matanya untuk kamu, aku hanya melihat banyak penyesalan dan kesedihan dalam pandangannya." ujar Raka sembari tersenyum kecil.
"Dia memang harus sangat menyesal, apa karena itu kamu memperkenalkan diri kamu sebagai pacar saya?" tanya Arin yang akhirnya tersadar.
"Ya, seperti itulah." jawab Raka mengulum senyuman.
"Mau ku beri saran?" tanya Raka .
"Apa?" jawab Arin.
"Maafkan dia." ujar Raka membuat kedua bola mata Arin membulat sempurna.
"Gak akan, gak akan pernah." jawab Arin ketus.
"Baiklah, maka nikmatilah terus menerus rasa sakit yang kamu rasakan selama ini." ujar Raka membuat Arin terdiam.
"Kamu tidak mau memaafkan dia seolah kamu masih sangat mencintai dia." ujar Raka membuat Arin tidak terima.
"Saya udah gak ada perasaan apapun lagi sama dia." ujar Arin sedikit emosional.
"Kalau kamu sudah gak mencintai dia, harusnya kamu gak perlu merasakan sakit hati lagi. Karena dia sudah tidak menyakiti kamu sekarang. Dia hanya menyakiti kamu di masa lalu, ketika kamu sangat mencintai dia."ujar Raka begitu menohok hatinya.
"Kamu tidak perlu terluka lagi jika kamu bisa melepaskan kebencian di hati kamu. Karena satu-satunya alasan yang membuat kamu begitu tersakiti adalah karena kamu terlalu mencintai seseorang."ujar Raka kembali membuat air mata Arin tiba-tiba berjatuhan tanpa bisa di hentikan.
Arin terisak dengan suara tangisan yang terdengar memilukan. Raka pun langsung menarik Arin ke dalam pelukannya agar Arin bisa menumpahkan semua perasaannya.
"Kamu begitu terluka karena masih menyimpan rasa cinta yang sama dan begitu besarnya." batin Raka sembari memberikan tepukan lembut di punggung Arin untuk menenangkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments