Keesokan harinya Satria berangkat ke kantor seperti biasa, hanya saja sebelum ia pergi ke kantor ia mengantarkan Arslan terlebih dahulu ke sekolahnya.
Karena kebetulan sekolah Arslan satu arah dengan perusahaan tempatnya bekerja itu. Tentu saja bocah laki-laki berwajah manis dan tampan itu sangat senang.
Mereka tidak terlalu dekat karena jarang bertemu karena Satria masih tinggal di Jogja saat itu. Akan tetapi Arslan sangat menyukai Satria walaupun mereka jarang bertemu.
Ia sangat menyayangi Satria walaupun terkadang sikapnya sedikit acuh. Sepanjang perjalanan Arslan tak hentinya berceloteh dengan riang menceritakan semua hal tentang sekolahnya.
Dan Satria hanya menanggapinya dengan sedikit senyum dan jawaban singkat. Tapi meskipun begitu Arslan tetap senang.
Setelah mengantarkan Arslan ke sekolah, Satria langsung pergi bekerja. Siang nanti mama Satria yang akan menjemput Arslan di sekolah.
Sesampainya di kantor secara tak sengaja Satria memasuki lift yang sama dengan Arinda. Tidak ada orang lain di sana selain mereka berdua, membuat suasana mendadak canggung.
"Pagi." sapa Satria dengan ramah.
"Saya harap kita tidak perlu saling menyapa dan hanya perlu bekerja." ujar Arinda seiring dengan pintu lift yang terbuka.
Satria merasa benar-benar sakit menerima perlakuan Arinda yang seperti itu. Namun ia juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena Arinda seperti itu karena dosa yang ia lakukan di masa lalu.
Arinda tidak langsung ke ruangannya melainkan pergi ke toilet terlebih dahulu. Entah kenapa ia masih tidak bisa merasa baik-baik saja bahkan setelah bertahun tahun.
Luka yang telah Satria berikan di masa lalu masih berbekas, bahkan masih terasa begitu pedih bagi Arinda ketika mengingatnya.
Arinda masuk ke salah satu bilik toilet dan hanya bisa menangis di sana menumpahkan semua rasa sakit dan pedih yang selalu menyiksanya hari demi hari.
Rasanya ia benar-benar tidak akan sanggup jika harus berlama-lama lagi berhadapan dengan Satria. Walau pun semuanya sudah mereka selesaikan di masa lalu, entah kenapa luka itu terasa begitu sulit untuk sembuh.
Arin pun ingin melanjutkan hidupnya dan bisa mencintai seseorang tapi rasanya begitu sulit. Arin kesulitan untuk mempercayai laki-laki, hatinya selalu di penuhi ketakutan yang tak berdasar.
Setiap kali ia dekat dengan seseorang, maka ia hanya akan melihat kenangan masa lalunya.
Arinda mulai berpikir jika mungkin akhirnya ia akan berhenti bekerja di Perusahaan tersebut dan mencari pekerjaan di tempat lain.
Seberapa keras pun ia mencoba untuk menghadapi Satria, ia hanya akan menemukan rasa sakit.
Hampir 10 menit ia menumpahkan seluruh air matanya. Setelah itu ia pun membasuh wajahnya dengan air dingin. Arin menatap pantulan wajahnya di cermin dengan mata yang memerah.
Orang akan tahu hanya dengan melihat wajahnya jika ia habis menangis. Untuk itu ia pun kembali merias wajahnya dengan make up yang sedikit lebih tebal.
Walaupun tidak biasanya ia menggunakan make up seperti itu, namun tidak ada cara lain untuk menutupi matanya yang bengkak.
Setelah selesai merias wajahnya, Arinda berjalan menuju ruangannya. Ia pun menghela nafas berat sebelum akhirnya memasuki ruangannya.
"Pagi semua." sapa Arinda dengan tersenyum lebar menuju meja kerjanya.
"Pagi." balas semua orang yang sudah mulai bersiap untuk memulai pekerjaannya.
Arinda sedikit mengerutkan keningnya menatap heran sebuket bunga mawar merah yang sudah tergeletak di atas mejanya.
"Her, ini bunga siapa ya? kok ada di meja saya?" tanya Arinda.
"Saya kurang tahu juga Rin, pas tadi datang udah ada di meja kamu." jelas Herti.
"Oh begitu, oke makasih infonya." ujar Arinda.
Setelah Arinda duduk di meja kerjanya, ia pun menaruh kembali buket bunga di atas meja. Ia mulai mengaktifkan laptop kerjanya dan memulai pekerjaannya.
Dari ruangan Satria, Bayu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal melihat reaksi Arinda yang sama sekali tidak terlihat senang mendapat kiriman bunga darinya.
Sulit sekali Bayu pikir untuk mendapatkan hati gadis tersebut. Ia sudah mencoba berbagai banyak cara untuk mendekati Arinda tapi rasanya begitu sulit.
Arinda seperti tidak pernah menganggapnya ada. Bayu yang sudah mulai frustasi menjadi uring-uringan sendiri membuat Satria yang melihatnya pun jengah.
"Lo mending balik deh ke ruangan lo sekarang. Sumpah, keberadaan lo disini ganggu banget tahu gak? Gue gak bisa konsentrasi kerja kalau lo ada di ruangan gue mencak-mencak gak jelas kayak orang kesurupan." protes Satria sedikit menaikan intonasinya.
"Lo ke ganggu jadinya karena gue disini?" tanya Bayu tak percaya.
Bagaimana pun selain berteman, merek tentu nya adalah atasan dan bawahan. Dan sekarang Satria sedang membentaknya dengan gemas membuat Bayu kesal.
"Oke !" ujarnya kesal kemudian keluar dari ruangan Satria sambil membanting pintunya dengan kesal.
Braaakk,
Sontak semua mata tertuju ke arah Bayu seketika mendengar kegaduhan yang tidak biasanya tersebut.
Bayu yang menjadi pusat perhatian secara tiba-tiba itu pun hanya bisa tertawa garing menunjukkan barisan gigi putihnya yang rapi seraya mengambil langkah cepat untuk kembali ke ruangannya.
Beberapa karyawan diam-diam menertawakan ekspresi salah tingkahnya sang atasan setelah ia pergi. Satria pun langsung keluar dari ruangannya memeriksa situasi di luar.
Bayu terlihat sudah pergi sambil menggerutu kesal meninggalkan ruangan tersebut.
Sementara Satria dan Arinda hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan sikap Bayu.
"Kekanak-kanakan." ujar Arinda dan Satria serempak.
Semua orang yang mendengar hal tersebut langsung menoleh ke arah Satria dan Arinda yang terlihat kompak.
"Ciiee kompak banget nih pak Satria sama Arin." ujar Andi menggoda keduanya.
"Iyah nih, jangan-jangan jodoh lagi?" timpal Herti yang langsung di hadiahi tatapan tajam Arinda.
"Susah sih ya kalau punya bakat jadi tukang caper." cetus Ike menatap benci pada Arinda.
"Duh, emang dasar nenek sihir. Bilang aja kamu envy ya sama Arin?" sindir Ike membuat kedua bola mata Herti membulat sempurna.
"Maksud kamu!"
"Sudah, sudah! Kenapa jadi pada berantem gini sih?" lerai Arin menengahi perdebatan Ike dan Herti.
"Maaf semuanya saya permisi, tolong kalian lanjutkan pekerjaan kalian." ucap Satria memilih kembali masuk ke ruangannya.
Semua orang tampak kembali bersibuk dengan pekerjaan masing-masing. Hanya Ike yang tampak kesal karena ia belum puas mencibir Arinda.
Sejak mereka sama-sama bekerja di perusahaan tersebut, semua orang termasuk atasannya selalu lebih menyukai Arinda dari pada dirinya.
Arinda selalu di puji untuk semua pekerjaannya. Sedangkan ia harus berusaha sekuat tenaga agar ia bisa mendapatkan pujian atas hasil pekerjaannya.
Arinda selalu mendapatkan semua hal yang ia inginkan. Arinda bukan hanya gadis yang cantik dan pintar, lebih dari itu ia selalu terlihat istimewa dan itu membuat ike sangat benci pada Arin.
"Lihat saja nanti, aku akan menghancurkan kamu sehancur-hancurnya. Layaknya butiran debu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments