Arin begitu terpukau melihat kelucuan keponakan pertamanya tersebut. Wajahnya sangat imut dan menggemaskan seperti Meisya, pikir Arin.
Sesekali ia mencoba untuk menimang dan menggendong bayi tersebut walaupun ia sangat gugup. Rasanya benar-benar menyenangkan untuk bisa melihat dan bermain bersama bayi menggemaskan seperti itu.
Arin menikmati akhir pekan yang menyenangkan bersama keluarganya. Ia tidak menyangka jika menimang seorang bayi akan seluar biasa itu rasanya. Hatinya benar-benar terpesona dengan bayi perempuan yang di beri nama Nasya tersebut.
"Seneng banget gendong anak gue Rin?" ujar Meisya sembari duduk di ranjang King Size miliknya itu dengan begitu hati-hati.
Hanya ada mereka saja di kamar Adrian sementara yang lain tengah berkumpul dan berbincang-bincang di ruang keluarga.
"Abis lucu banget si Mei, keponakan gue ini." ujar Arin sembari menciumi kulit wajah sang bayi yang begitu lembut bagaikan sutra.
"Makanya lu cepetan nikah, terus bikin anak yang cantik kaya Nasya." celetuk Meisya sembari menyiapkan potongan buah ke dalam mulutnya.
"Mei." peringat Arin dengan memutar kedua bola matanya malas.
"Iya, iyaa gue gak bakal risihin lu lagi dengan hal-hal kayak gitu kok." ujar Meisya menyadari jika ia bisa menyinggung perasaan sahabatnya itu.
"Sorry." sambungnya lagi sungguh-sungguh.
Setelah puas menikmati kelucuan keponakannya, sore harinya Arin pamit untuk kembali ke Jakarta karena besok ia harus pergi bekerja.
Arin memilih pulang dengan menaiki kereta, dan Dean akhirnya yang mengantarkannya sampai di stasiun. Kebetulan jarak rumah mereka tidak terlalu jauh, hanya 15 menit menggunakan sepeda motor.
Tepat pukul 7 malam Arin sampai di halaman kosannya. Tepat setelah ojek online yang mengantarkannya pergi, datang sebuah mobil berwarna hitam membunyikan klakson sebelum akhirnya berhenti.
Arin pun menghentikan niatnya untuk masuk karena melihat Raka yang memanggilnya baru saja turun dari mobilnya.
"Hai." sapa Raka.
"Oh, hai." balas Arin terlihat santai.
"Kamu habis pergi Rin?" tanya Raka .
"Iya, saya baru pulang dari Bogor." jawab Arin.
"Oh habis jalan-jalan?" tanya Raka.
"Enggak, saya tadi pulang ke rumah orangtua. Kebetulan saya asli dari Bogor." jelas Arin.
"Oh ya, wow menarik." ujar Raka
"Maksudnya?" tanya Arin heran.
"Maksud saya Bogor itu kota yang menarik. Saya pernah 1 kali pergi ke sana, dan saya sangat menyukai suasana di sana terutama wisata alam. Banyak tempat yang menarik di Bogor." jelas Raka sedikit salah tingkah yang hanya di tanggapi Arin dengan ber oh ria.
"Ya sudah, kalau begitu saya permisi ya Raka." pamit Arin setelah merasa tidak ada lagi yang akan di bicarakan.
"Eh Rin tunggu." tahan Raka membuat langkah Arin kembali mengurungkan niatnya untuk melangkah.
"Ya, ada apa?" tanya Arin mencoba sesantai mungkin.
"Saya mau pergi, ngopi deket-deket sini. Kamu mau gak temenin saya?" tanya Raka mencoba memberanikan diri.
Arin nampak terdiam sesaat memikirkan apakah ia harus menerima ajakan Raka atau tidak. Sebenarnya ia juga sedang suntuk, mungkin tidak ada salahnya menerima ajakan Raka. Toh, Raka cukup bisa membuatnya nyaman pikir Arin.
"Baiklah, kita mau kemana?" tanya Arin membuat Raka hampir melompat kegirangan.
Raka pun segera mempersilahkan Arin untuk masuk ke dalam mobilnya dan bergegas pergi. Arin tidak merasa canggung ketika berbicara dengan Raka karena Raka adalah orang yang menyenangkan.
Bahkan tidak jarang Raka bisa membuatnya tersenyum bahkan tertawa geli dengan setiap candaan yang ia lontarkan.
Mereka menjadi cepat akrab dan Arin tidak merasa sulit untuk bisa berteman dengan Raka. Ketika sedang asik mengobrol di sebuah Coffee shop tiba-tiba saja seseorang datang dan menginterupsi obrolan mereka.
"Arin." sapa Bayu yang di ikuti oleh Satria di belakangnya.
"Pak Bayu, pak Satria." balas Arin dengan sopan.
"Ya ampun Rin ini kan bukan di kantor, gak perlu formal gitu dong." ujar Bayu sambil tersenyum menahan kesal ke arah Raka.
"Kalau kita gabung, boleh kan?" tanya Bayu sembari menarik kursi kosong di samping Arin bersiap untuk duduk.
Belum sempat Arin menolak permintaan bos nya tersebut, ia telah lebih dulu duduk di samping Arinda. Sementara Satria masih berdiri mematung menatap Arin dengan tatapan penuh cemburu.
"Duh, apa-apaan sih ni orang maen duduk aja belum gue izinin juga. Suasananya jadi kaku gini, gue jadi gak enak ini sama Raka." batin Arin sembari menatap ketiga pria di sekelilingnya dengan bergantian.
Raka masih terlihat tenang seperti tidak merasa terganggu sama sekali dengan kehadiran 2 pria asing di hadapannya itu. Namun Raka menyadari jika keduanya terlihat begitu kesal padanya.
Raka berpikir jika mungkin mereka adalah laki-laki yang menyukai Arin dan sedang mencoba untuk mendekatinya. Arin bingung harus bagaimana mencairkan suasana di sana.
"Rin, kita berdua gak ganggu kan? By the way, dia siapa?"
"Oh iya saya jadi lupa, Raka perkenalkan ini bos saya di kantor namanya pak Bayu dan yang satunya adalah manager pemasaran di perusahaan, 2'2 nya atasan saya di kantor." jelas Arin tetap bersikap formal membuat keduanya harus menahan kesal.
"Oh, jadi mereka atasan kamu di kantor? Perkenalkan pak saya Raka." ujar Raka memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangannya.
"Bayu." ujar Bayu sembari menjabat tangan Raka dengan menekannya kuat-kuat sambil tersenyum lebar.
"Satria." ujar Satria mencoba menampilkan wajah tenangnya walaupun sebenarnya hatinya sedang terasa panas karena terbakar api cemburu.
Mereka berempat pun kembali duduk di kursi masing-masing. Suasananya menjadi sangat canggung, dan itu membuat Arin hanya bisa mengumpat kesal di dalam hatinya .
"Maaf kalau boleh tahu pak Raka ini siapanya Arinda?" tanya Bayu yang sudah tidak tahan menahan rasa penasaran.
Raka pun tampak melihat ke arah Arinda. Belum sempat Arinda menjawab pertanyaan Bayu, Raka lebih dulu membuka suara dengan memperkenalkan dirinya sekali lagi.
"Saya pacarnya Arin." jawab Raka tanpa ragu yang membuat semua orang tampak terkejut termasuk Arinda sendiri.
Ia benar-benar tidak menyangka jika Raka akan mengucapkan kata-kata keramat itu di depan kedua pria yang belakangan ini sangat ia hindari.
Awalnya Arin akan mengoreksi ucapan Raka, namun ia pikir mungkin ini bisa jadi jalan agar kedua pria tersebut benar-benar menjauhinya terutama Satria.
"Rin, apa benar yang dia bilang barusan?" tanya Bayu tidak percaya.
Arin tampak menatap lurus ke arah Satria yang masih menampilkan wajah tenangnya sebelum akhirnya mengiyakan apa yang Raka ucapkan.
"Benar pak, Raka ini pacar saya." jawab Arinda tanpa ragu sembari melempar senyum ke Raka.
"Sejak kapan kamu punya pacar, kamu pasti bohong kan? Kamu sengaja kan bilang seperti itu karena ada saya?" tanya Bayu masih bersikeras.
"Maaf pak Bayu, saya tidak tahu bagaimana sebenarnya hubungan bapak dengan Arin di luar kantor sebelumnya. Tapi saya bisa pastikan jika Arin ini benar-benar pacar saya. Ya memang hubungan kami ini masih sangat baru." jelas Raka meyakinkan Bayu yang hanya di balas decihan penuh kesal.
"Yang Raka katakan memang benar pak, jadi saya mohon bapak tidak lagi mengganggu saya ataupun mengirimi saya bunga setiap hari." timpal Arin membuat Bayu benar-benar patah hati.
"Sayang, suasananya udah gak enak. Lebih baik kita pulang sekarang ya." ucap Raka sembari menggenggam tangan Arin di depan Bayu yang nampak begitu patah hati dan Satria yang hanya diam sedari tadi.
Mereka berdua meninggalkan Coffee shop tersebut sambil bergandengan tangan dan baru melepaskannya di parkiran.
"Maaf ya Rin sebelumnya karena saya lancang sudah mengakui kamu sebagai pacar saya." ujar Raka sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Sebenarnya Raka sangat takut jika Arin akan sangat marah dan tersinggung dengan sikap lancangnya tersebut. Namun diluar dugaannya, Arin malah tertawa terbahak-bahak sembari memegangi perutnya yang terasa sakit karena menahan tawa sejak tadi.
"Udah - udah kita cari tempat buat ngobrol aja yuk. Jangan disini takut mereka nanti keburu keluar." ajak Arin sembari menarik tangan Raka untuk segera masuk ke dalam mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments