Malam hari Satria baru sampai di rumah. Seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun langsung berlari menghampiri Satria yang baru saja masuk ke rumahnya.
Namanya Arslan, dia adalah anak yang sangat ceria dan bersemangat. Wajahnya sangat tampan, membuat gemas siapa saja yang melihatnya.
"Mas Satriaa." panggilnya sambil berlari hendak melompat ke pelukan Satria.
Satria pun merentangkan kedua tangannya dengan lebar untuk menyambut tubuh kecil Arslan. Satria pun langsung menangkapnya ke dalam pelukannya kalau menggendongnya.
"Assalamu'alaikum." Satria berjalan ke dalam rumah sembari mengucapkan salam.
"Waalaikum salam, nak. Kamu sudah pulang?" tanya mama Dewi menghampiri Satria.
Satria pun langsung mencium punggung tangan sang ibu yang mengusap lembut kepala Satria.
Putra sulungnya tersebut sangat jarang pulang ke rumah. Satria memilih untuk tinggal sendiri di apartemen.
"Kamu jarang sekali pulang, bagaimana keadaan kamu nak? sehat?" tanya mama Satria begitu khawatir melihat putranya lebih kurus dari terakhir kali mereka bertemu.
"Aku baik kok ma." jawab Satria dengan wajah yang terlihat begitu lusuh.
"Ars, mas mau mandi dulu ya. Mas capek, mau istirahat dulu sebentar ya nanti kita main lagi." jelas Satria pada Arslan yang langsung mengangguk setuju.
"Good boy." puji Satria sembari mengusap lembut rambut Arslan, mencium pipi bulatnya lalu membiarkannya turun dari pangkuannya.
Mama yang melihat Satria tak begitu bersemangat dan terlihat sendu menjadi sedih mengingat nasib putra sulungnya tersebut.
Di usianya yang sekarang, harusnya ia sudah bisa membangun rumah tangga. Namun jangankan menikah, bahkan setelah insiden 8 tahun lalu Satria tidak pernah berhubungan dengan gadis lain.
Satria seperti menutup rapat pintu hatinya untuk gadis lain. Mama Satria sudah pernah bertemu dengan Arin, dan itu terakhir kalinya mama Satria melihat putranya menjalin hubungan dengan seorang gadis.
Namun tiba-tiba saja hubungan mereka berakhir dan Satria memilih untuk pindah ke Jogja dan melanjutkan kuliah di sana satu tahun kemudian.
Sampai akhirnya papa dan mamanya memutuskan untuk pindah ke Jakarta, Satria hampir tidak pernah pulang ke rumah lama mereka yang ada di Bogor.
Yang sampai saat ini hanya di kosongkan. Mama Satria tidak mau menjual rumah tersebut karena rumah itu merupakan rumah bersejarah untuk keluarga mereka.
Tak lama setelah Satria masuk ke kamarnya, datang seorang gadis cantik yang tak lain adalah adik dari Satria yang bernama Citra.
"Mas Satria udah pulang ma?" tanya Citra menghampiri mama Satria yang sedang menyiapkan meja untuk makan malam.
"Mas mu baru pulang, dia kelihatannya capek banget. Biarin dia istirahat dulu ya, jangan di ganggu." pesan mamanya dengan wajah yang terlihat begitu sedih.
Citra pun mengangguk menyetujui perintah sang mama, setelah itu ia mendekati Arslan yang sedang bermain dengan robot-robot mainannya.
"Ars, main sama mbak Citra yuk di atas." ajak Citra dan tentu saja Arslan sangat senang dan menyetujuinya.
Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian Satria merebahkan dirinya di ranjang, sambil memandang sebuah pigura berisi foto dimana ia sedang memeluk arinda dari belakang.
Di foto tersebut mereka terlihat begitu bahagia dengan Arinda yang memeluk sebuah buket bunga mawar merah yang cukup besar.
Foto itu di ambil ketika mereka berdua
sedang merayakan ulang tahun Arinda ke 17 .
Hari itu Arin dan Satria pergi ke sebuah taman yang di depannya terbentang danau yang begitu indah dan sejuk di pandang mata.
Flashback,
"Sayang, happy birthday." ucap Satria sambil menunjukkan sebuah tart cantik yang berhiaskan angka 17 di atasnya.
"Ahh, makasih sayang." Arinda begitu bahagia mendapatkan kejutan manis dari Satria.
"Make a wish sweetheart." ujar satria.
Arinda pun memejamkan matanya sambil menautkan kedua telapak tangan tangannya. Ia berdoa dalam hati, agar Satria bisa menjadi yang pertama dan terakhir untuknya.
Setelah itu, Arinda meniup lilinnya dan mereka menikmati momen tersebut berdua. Tidak lupa Arinda pun menyuapi Satria kue tart tersebut.
Mereka memutuskan untuk merayakan ulang tahun Arinda dengan piknik ke tempat tersebut.
Setelah itu Satria memberikan buket bunga mawar merah yang cukup besar dan mereka pun mengabadikannya momen tersebut dengan berfoto dengan meminta bantuan pengunjung lain.
Hari itu adalah hari paling membahagiakan bagi mereka. Seharian penuh Satria terus menemani Arinda kemanapun Arinda ingin pergi.
Mereka melakukan kencan yang menyenangkan setelah perayaan. Mereka begitu saling jatuh cinta dan di mabuk asmara.
Tanpa tahu apa yang akan datang di esok hari nanti yang mungkin akan menghancurkan kebahagiaan mereka hari itu.
Suara ketukan dan panggilan dari mamanya membuyarkan lamunan Satria tentang masa lalunya yang indah bersama Arinda.
Tok, tok, tok .
"Sat, makan dulu nak. Semua sudah menunggu di meja makan." ucap mama yang langsung di sahuti oleh Satria.
"Iya, ma. Sebentar lagi aku turun." jawabnya sembari menaruh kembali pigura foto yang sejak tadi ia lihat ke sebuah kotak berwarna hitam.
Di dalam kotak tersebut berisi banyak barang-barang kenangannya bersama Arinda dulu yang pernah ia berikan ketika mereka masih berpacaran.
Setelah merapikan kembali barang-barangnya Satria pun bergegas turun menemui keluarganya yang sudah menunggunya sejak tadi di meja makan.
"Maaf ya semuanya jadi nunggu." ujar Satria menghampiri papanya terlebih dahulu mencium punggung tangannya.
"Sehat kamu nak?" tanya papa Satria dengan lembut.
"Alhamdulillah pa." jawab Satria mengambil kursi kosong di sebelah Citra untuk duduk.
Citra pun mencium punggung tangan sang kakak yang sangat sulit untuk di temui. Yang di balas oleh Satria dengan mengelus lembut wajah adik perempuan satu-satunya itu.
"Kamu lagi sibuk banget Sat?" tanya papa.
"Iya pa, aku lagi ada project baru soalnya." jelas Satria.
"Tapi papa minta tolong lah Sat, kamu usahakan untuk pulang kalau weekend. Kasihan Arslan, nak." jelas papa Satria.
"Iya pa, next time aku usahain buat sering pulang ke rumah." jawab Satria .
"Sudah dong pa, anak kita jangan di ajakin ngobrol terus. Kasihan Satria biar makan dulu." ujar mama Satria memotong ketika papa hendak berbicara kembali.
"Iya, ma papa ngerti." pasrah papa Satria tidak ingin berdebat dengan istrinya.
Mereka pun melanjutkan acara makan malam mereka dengan sangat hangat. Sudah lama sekali sejak ia menyempatkan diri dan waktunya untuk bersama keluarga seperti itu.
Setelah menikmati makan malam yang lezat semua orang memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing guna berisitirahat.
Kecuali Mama Satria yang tengah merapikan meja makan dan mencuci piring. Citra tidak membantu mamanya karena harus membawa Arslan untuk pergi tidur.
Ketika Mama Satria sudah selesai mencuci piring, ia melihat Satria tengah duduk di ruang keluarga dengan lampu yang sudah padam. Ia terlihat masih terjaga dan menikmati kegelapan di sana.
Mama pun segera menghampiri Satria dan duduk di sebelahnya. Satria pun menoleh tak terkejut melihat mamanya duduk di sampingnya.
"Kenapa nak kamu duduk disini sendirian? Kembalilah ke kamar kamu dan berisitirahat lah." saran mama .
Satria pun merubah posisi tubuhnya dengan berbaring menyandarkan kepalanya di pangkuan sang ibu.
"Lupakanlah masa lalu nak, ini sudah 8 tahun berlalu." ujar mamanya dengan lembut.
Satria pun menangis terisak di pangkuan mamanya menyesali banyak hal di masa lalu. Bukan karena tidak ingin melupakan Arinda, hanya saja sekeras apapun ia mencoba tetap saja ia tidak bisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments