Doni memejamkan matanya, dia bersandar pada kursi kerjanya. Memikirkan bagaimana caranya agar kedua anaknya bisa ikut dengannya. Dia tahu kalau dia bersalah, namun dia tidak bisa melepaskan anaknya begitu saja.
"Kamu sedang memikirkan apa sayang?" Doni membuka matanya, menatap Clara yang berjalan mendekat, lalu duduk dipangkuannya. "Masih memikirkan tentang hak asuk anakmu?"
"Hmm.. Aku bingung, aku ingin membawa keduanya, tapi aku tau mereka tidak akan bisa." Doni menghela nafas berat. "Bagaimana caranya??"
"Bayar saja, tidak akan ada yang menolak uang sayang,"
"Tidak bisa Clara, Pengadilan disana terkenal sangat baik, para hakimnya juga sangat disiplin dan selalu menolak apapun yang diberikan oleh orang yang bersalah. Sepertiku."
Clara menangkup wajah Doni, "bukan Hakim, tapi mantan isterimu."
"Clara, kamu tidak tau, tanpa dia aku tidak akan bisa menjadi seperti sekarang, rumah ini juga miliknya." Doni mendesah, "aku baru bisa memberikan segalanya semenjak aku menjabat direktur umum di rumah sakit."
"Anak-anak menyayangimu bukan, bagaimana bisa mereka menolak untuk tinggal denganmu." Clara benar, dia sangat disayangi oleh keluarganya.
Baru dia membanggakan dirinya sedikit, seketika hatinya runtuh ketika mengingat pengkhianatan yang telah diperbuatnya sendiri. "Mungkin itu bisa aku lakukan, kalau saja bukan aku yang berkhianat."
"Kamu menyesalinya?"
"Tidak sayang," Clara bersandar dibahu Doni. "Gio sudah mengunci Clarissa, dia akan memindah tugasan aku ke kota terpencil jika aku tetap nekat meminta hak asuh atas Clarissa, dan Bintang, dia sudah besar, dia tidak akan mau ikut denganku."
"Kalau kamu tidak bisa merebut Clarissa secara halus, lepaskan saja mereka," menarik tangan Gio dan menaruhnya diatas perutnya yang semakin membesar, "kamu sudah memiliki kami, sayang."
...🌼🌼🌼...
Melihat kolom komentar instagramnya yang ramai Putra tersenyum geli, dia sengaja memposting foto Clarissa tanpa memperlihatkan wajah dan juga tanpa sebuah caption. Misterius.
Mereka berdua tengah duduk disebuah Kafe didepan gedung bioskop, sesuai ucapan Putra jika Clarissa tidak bisa menjawab teka-tekinya, maka mereka akan pergi menonton berdua. Karena memikirkan kisah rumit keluarganya saja sudah membuat Clarissa pusing tujuh turunan, lebih baik dia mengatakan tidak tahu.
Toh, jalan berdua dengannya juga tidak masalah bagi Clarissa.
Selagi menunggu antrian memesan cemilan untuk teman menonton, Clarissa dan Putra duduk disebuah Kafe sembari minum dan mengobrol, sebenarnya hanya Putra yang berbicara, Clarissa sibuk bermain game.
Clarissa melihat sebuah notifkasi pesan masuk dari grupnya, dia pun segera membukanya, grup yang beranggotakan Clarissa, Kanya, Delisa dan Vina.
Kanya Dealova
Guys, coba lihat postingan
terakhir Putra.
Delisa Andira
Gue udah liat Njim..
Parahh,, (╥﹏╥)
^^^Clarissa Fatiyah A^^^
^^^Apaan??^^^
Alvina Anggraeni
Liat Ca, saat ini Putra lagi
jalan sama cewek, anjim.
Gue ditikung. (ㄒoㄒ)
Kanya Dealova
Buka chat gue, udah
gue share linknya.
Clarissa menautkan alis heran, melirik Putra yang tengah senyum-senyum sendiri menatap layar ponselnya. Putra punya pacar? Dia membuka pesan singkat yang Kanya kirimkan secara pribadi.
Kanya Dealova
Ca, lo harus kuatin hati lo.
Gue emang gak suka
lo suka sama Putra, tapi
gue ikut sakit hati juga
liat ini. (╯°□°)╯
Mengklik link yang Kanya berikan dipesan terakhirnya, Layar ponselnya langsung masuk pada sebuah laman instagram milik Putra, dia menekan kolom gambar postingan terakhir dengan puluhan ribu like dan ribuan komentar. "Mengambil gambar orang tanpa izin bisa dipidana kan?"
Putra mendongak, meletakkan ponselnya diatas meja. "Siapa???"
"Kenapa post foto gue?" Menunjuk instagram Putra berisi foto dirinya. "Gue tau itu gue, hapus."
"Biar rame Ca,"
"Ha-pus."
"Kan gak ada yang tau juga sih Ca, biar berasa punya pacar gitu." Dia tidak memahami ekspresi Clarissa yang sudah benar-benar kesal menatapnya.
Clarissa mendengus. "Selain bisa manfaatin gue buat jauh dari cewek-cewek fanatik, lo juga bisa manfaatin gue buat jadi bahan pacar pura-pura."
Jadi beneran aja mau padahal.
"Bukan gitu Ca," Putra menghela nafas, "yaudah gue hapus."
Tadinya Clarissa ingin mencari cara agar Putra tidak jadu menghapus fotonya, tapi mulutnya tertutup kembali ketika nomer antrian mereka terpanggil.
Clarissa berlari masuk kedalam gedung, meraih pesanan mereka dan berjalan masuk menuju sofa tunggu, "Maaf."
Putra berlutut didepannya, mengelus lututnya. "Sumpah, gue bakal posting foto lo setelah dapat izin dari lo." Mengetuk lututnya pelan, "ya ya ya, jangan marah...."
Clarissa berdiri, "terserah," menyerahkan tiket mereka dan berjalan masuk menuju tempat sesuai pesanan.
"Ca..." Clarissa menahan tawanya, Putra bertingkah seperti anak kecil menempel padanya dengan terus mengucapkan kata maaf berulang-ulang. "Gue gak bakal berhenti kalau bukan lo yang minta."
"Berhenti...." Putra mendengus, "kalau boleh kasih tau, semenjak sama lo, orang-orang jadi tau gue, dan pastinya bakal ada yang nyadarin kalau foto yang lo posting itu gue."
"Engga...."
"Hampir semua udah tau kalau gue lagi tinggal dirumah lo, berangkat bareng lo, apalagi beberapa hari lo pergi gue selalu dianter jemput sama bokap lo," Lampu mulai dimatikan satu persatu, menandakan film akan dimulai. "Jadi tolong, jangan mempersulit kehidupan SMA gue yang tadinya berjalan lurus.."
Putra menggenggam tangan Clarissa. "Lo gak akan pernah ngerasa sulit kalau sama gue Ca, gue bakal jagain lo."
"Gue gak butuh penjagaan dari siapapun, berhenti nyuruh temen-temen lo buat terus ada disekitar gue, risih tau gak!!!" Menarik tangannya. "Dan lo harus sadar, hidup gue semakin rumit semenjak kita satu kelas."
"Dan lo menyesali itu?"
"Sedikit.." Jawabnya lirih.
...🌼🌼🌼...
Semenjak saat itu Putra mencoba memberi jarak kepada Clarissa, dia tahan semua perasaannya kepada perempuan mungil itu, Clarissa tetap pergi dan pulang sekolah bersama Gio. Posisi Putra hanya mengikuti dari belakang saja, dia sedikit merasakan bahwa memang Clarissa tidak begitu menyukainya. Jadi, apa dia sudah ditolak sebelum menyatakan??
Tidak apa-apa. Selama ini dia selalu menjaga agar tidak menembus dinding pertahanan Clarissa, namun karena perempuan itu membiarkannya membuatnya lalai dan tidak pernah terkontrol untuk terus berada didekatnya.
Putra membuka matanya ketika sebuah tangan hangat menyentuh keningnya, "kamu sakit nak?"
Pelajaran matematika telah selesai, Bu Siska masih berada dikelasnya. "Mau ke UKS?"
"Saya tidak apa-apa bu."
Wanita berlesung pipi itu tersenyum menatapnya, "kamu pucat, perlu ibu teleponkan mama mu?"
"Tantee.... Putra gak apa-apa." Bu Siska tersenyum lagi, mengeringkan keringat didahi Putra dengan tissu didompetnya, "apa semua sudah keluar?"
"Em,, jam selanjutnya olahraga bukan? mereka sudah berkumpul dilapangan sebelum melakukan pemanasan." Dia duduk dibangku depan Putra. "Mau tante buatkan teh hangat?"
"Gak usah, Putra mau ganti baju dulu." Putra menunduk kecil dan berlari keluar kelas dengan menenteng tas berisi seragam olahraganya, bu Siska yang melihat itu hanya diam sembari berjalan keluar kelas.
"Put, lo kok ikut olahraga? tadi lo kelihatan kurang enak badan." Daze mendekat, memeriksa suhu tubuh Putra. "Aman sih, sakit lo?"
"Clarissa mana?" matanya belum menemukan perempuan mungil itu, "gue gak liat dia."
"Ada, tadi lagi ke toilet sama Vina kayaknya." Menatap seluruh teman sekelasnya. "Lo beneran gak apa-apa? gak kayak biasanya."
Terlihat Bu Aini memasuki lapangan dan berdiri disebuah podium mini yang sering digunakan sebagai tempat pembina upacara, "kalian main basket, volly atau terserah setelah saya absen ya? hanya kamu Clarissa," menatap Clarissa setelah melihat muridnya itu masuk kedalam barisan bersama Vina. "Sesuai perjanjian, hari ini kamu ambil nilai basket kan?"
"Iya bu."
"Saya kasih 15 menit untuk latihan, lalu langsung ambil nilai."
Clarissa mengangguk, "baik bu," berlari meraih bola basket dan mulai latihan mendribble. menatap sekilas kearah tiga temannya yang menyemangati dirinya dari kejauhan.
"Semangat icaa..."
"Heh," kepala Kanya mendapat tepukan ringan dari bu Aini, "kumpul disana buat absen."
"Sakit bu..."
"Jangan ngintilin Clarissa terus, capek saya lihatnya." Kanya hanya menatap sinis dan berlari kearah teman sekelasnya.
Clarissa sudah hampir 10 menit menghabiskan waktu untuk mendribble dan melempar bola pada ring basket, namun hanya dua yang mampu dia lempar, keringatnya sudah bercucuran.
Saat bola menggelinding jauh, Putra meraihnya dan mendekati Clarissa, dia masih belum mampu menjauhi Clarissa rupanya. "Sini. gue ajarin."
"Gak perlu," menarik bola basket ditangan Putra. "Gue udah latihan sama Edo."
Jawabannya membuat Putra mengangkat satu alisnya. "Edo?"
"Senin-Selasa-Rabu-Kamis, jumat lihat sidang mama." Clarissa mendribble bola didepan Putra. "Empat hari cukup kok buat gue,"
"Ca...."
"Lo, ganggu konsentrasi gue."
...🌼🌼🌼...
Mendapat pesan singkat dari papanya, Putra tersenyum kecil, dia mendapat alasan untuk bisa pulang bersama Clarissa hari ini. Setelah bel pulang berbunyi dia mencari keberadaan Clarissa yang tidak terlihat dijam pelajaran terakhir mereka. "ica mana?"
"Perpus." Merapikan buku-buku Clarissa yang berserakan. "Lo gak lagi manfaatin ica sesuatu kan?"
"Maksdunya..."
"Aneh aja, tiba-tiba ica izin sama gue kalau mau pulang bareng kak Rehan. Ya emang biasanya selalu izin sih, tapi kan bukannya harusnya sama lo ya?" Sifat Kanya memang selalu berubah-ubah, terkadang terlihat sangat menginginkan Clarissa hanya boleh didekati Putra saja, namun terkadang siapapun tidak boleh ada yang mendekati sahabatnya itu. "Jangan buat dia risih."
"Dia masih diperpus?"
"Um, ya, ini gue lagi beresin buku-buku dia, soalnya dia habis ikut ulangan susulan fisika." Kanya tersentak, tas ditangannya telah dirampas oleh Putra.
"Gue yang kasih ke dia."
Putra melangkah lebar, memasuki ruang perpustakaan dengan suara berisik, tidak memperdulikan tatapan orang yang sedikit merasa terganggu, toh dia hanya sebentar.
Saat melihat sosok yang dicarinya Putra mendekat, melihat perempuan itu sibuk dengan ponselnya. Kali ini bukan pada laman game namun menampilkan sebuah layar berisi percakapan singkat. Kemungkinan itu Rehan, perasaannya jadi sedikit kesal.
"Thank you Anya gue...." Senyum manisnya menghilang saat menatap seseorang yang mengantarkan tasnya bukanlah Kanya. "Em,."
"Hari ini sidang putusan kan? mau gue temenin, papa bilang ada operasi sekarang jadi gak bisa nemenin lo."
Clarissa menggeleng. "Gak perlu, gue udah bilang sama om Gio kalau bakal pergi sama kak Rehan dan juga, kami akan makan malam bersama, lo pulang duluan aja, kemungkinan gue gak pulang kerumah lo."
"Ca..."
Melepaskan genggaman tangan Putra pada lengannya. "Hati-hati...."
Tidak, Putra tidak bisa membiarkan ini. Dia mengikuti langkah Clarissa menuju gerbang sekolah, dia mengurungkan niatnya ketika melihat Rehan tengah melambaikan tangannya kearah Clarissa, kekesalannya semakin bertambah ketika dia melihat Clarissa membalas lambaian tangan itu.
Sepertinya Clarissa benar-benar nyaman dengan pria itu?
Dia sangat cemburu sekarang, rasa cemburunya sepeti ingin berlari mengejar Clarissa, menariknya dan menggendongnya paksa memasukkan kedalam mobilnya.
Tidak sengaja matanya menatap Kanya, anehnya perempuan itu hanya menatap lurus dan tajam kearah yang sama seperti Putra lihat.
Entah apa yang dipikirkannya, Putra hanya mampu melihat tatapan aneh itu.
...🌼🌼🌼...
Terlihat Bintang duduk ditengah-tengah antara Doni dan Dinda, hakim memutuskan agar hak asuh kedua anaknya jatuh kepada Dinda sepenuhnya, meminta dengan hormat agar Doni bersedia meninggalkan rumah warisan dati mendiang Adams jaya selaku papa dari Dinda.
Clarissa meneteskan air matanya, tangannya digenggam kuat oleh Rehan. Laki-laki itu begitu setia menggenggam tangannya, meminta Clarissa untuk tetap tegar menerima perpisahan kedua orang tuanya.
Helaan nafas kecewa keluar dari mulut Doni, Bintang melirik sedikit dan membuatnya tergerak untuk memeluk sang papa. "Tenang pa, bintang sama ica akan tetap mengunjungi papa, bahagialah bersamanya pa. Maaf, karena Bintang, papa tidak bisa menjaga perasaan wanita itu."
"Kenapa kamu menyalahkan diri kamu,"
"Ini memang salah Bintang pa, seharusnya Bintang tidak tumbuh dirahim mama disaat papa masih menginginkan wanita lain." Dinda yang mendengar itu hanya mengeratkan genggamannya pada Bintang, dia sadar, kehamilannya dulu membuatnya berakhir seperti ini.
Mungkin Dinda kini menyesal, kenapa dulu dia meminta perawat rumah sakit itu untuk bertanggung jawab atas kehamilannya, padahal dia tahu. Bahwa pria itu menidurinya karena merindukan sosok kekasihnya yang menghilang entah kemana, Dinda kira rumah tangganya akan baik-baik saja saat dia melahirkan Clarissa, nyatanya, hubungan suami dengan kekasihnya yang telah lama menghilang kembali terjalin.
Awalnya Dinda memutuskan untuk pura-pura tidak tahu tentang masalah ini, namun Doni melewati batasannya, dia berani membawa kekasihnya bermain didalam rumahnya saat semua orang tidak ada dirumah kecuali satu pembantu yang merekam semuanya dengan jelas dan dia kirimkan kepada dirinya.
"Pa, kami tidak akan lagi megganggu hubungan papa dengan dia. Berbahagialah, nikahi dia dengan cinta, bukan terpaksa." Bintang menarik sang mama untuk berdiri, mengajaknya untuk berterima kasih kepada para hakim dan pengacara yang telah membantunya.
Membawa sang mama yang masih diam memikirkan kejadian lalunya kepada Clarisaa, adiknya sudah menunggu didepan dengan Rehan.
"Mana Putra?" pertanyaan itu membuat Rehan tersenyum kecut, keluarga perempuan yang dia sukai masih belum menyadarinya. "Apa kabar Rehan?"
Rehan meraih jabatan tangan Bintang dengan senyum yang mengembang, menutupi kekesalan pada kakak tersayang perempuan yang tengah dia kejar ini. "Kabar baik kak, kakak bagaimana?"
"Aku baik, sangat baik."
"Selamat tante atas kemenangannya."
"Terima kasih Rehan, sudah datang dan menemani Clarissa." Mereka berjabat tangan cukup lama. "Bagimana kalau Rehan ikut pulang kerumah kita."
💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Dian Anggraeni
Hadir kembali tor 👏👏👍👍👍
2021-01-17
1