💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
"Gimana Pa?" Putra memandangi Papanya serius, saat ini Gio sedang memeriksa keadaan Clarissa. "Apa terjadi sesuatu? perlu kita bawa ke Rumah sakit? kalau Rumah sakit kita tidak bisa, biar Putra bawa ke Luar negri?"
Gio menahan diri agar tidak tersenyum, anaknya sungguh berlebihan seperti Anita. "Pa? Putra tau Papa lagi nahan buat gak ketawa, tapi Putra lagi serius."
"Maaf, Clarissa gak apa-apa kok. Dia cuma terkejut saja, yang dilakukan Marisa sangat bagus. Sayang sekali dia batal jadi menantu Papa." Ucapan terakhir Gio terdengar kecewa.
"Paaa....." Menegur Papanya agar tidak membahas cerita itu lagi.
Gio tertawa kecil, dulu ia kira Marisa akan menjadi menantunya. Mengingat bagaimana sewaktu kecil Marisa sangat ingin sekali berpacaran dengan Putra, membuat kedua keluarga itu memutuskan untuk menjodohkan dan melangsungkan pertunangan antara Marisa dan Putra ketika mereka duduk dikelas satu SMP. Dan kini, dengan mudahnya Marisa memutuskan Putra lalu berpacaran dengan Daze.
Yang membuat Gio sangat bangga kepada Putra, anaknya hanya menyetujui dan biasa saja pada saat Marisa dan Daze menjalin hubungan. Gio sangat penasaran seperti apa perasaan Putra.
"Pa, perbannya dikecilkan sedikit, kalau Putra lagi bicara sama ica gak kelihatan penuh wajahnya."
Gio menggeleng kecil mendengar protesan anaknya itu. "Kamunya ketinggian, kalau ngajak ngobrol ya duduk jangan berdiri."
"Papa gak tahu posisi Putra sama ica itu gimana? emang cuma Mama yang ngertiin Putra." Ucapnya sarkasme.
Terdengar hembusan nafas berat dari Gio. "Iya, Papa coba mengerti." Gio menatap Clarissa dengan perasaan iba. "Papa gak nyangka Dokter Doni akan berani melakukan semua ini. Apalagi sampai melukai hati anak semanis ini." Mengelus pelan kepala Clarissa.
"Mutasi saja, atau pecat bila perlu," Gio mendelik menatap Putra, bagaimana bisa anaknya itu memiliki pemikiran semacam itu. "Kita gantikan Dokter Dinda sebagai Wakil Direktur umum."
"Tidak segampang itu nak, Papa perlu memikirkannya dengan matang-matang." Menegaskan kepada Putra agar tidak berpikir terlalu buru-buru.
"Putra akan beritahu Mama."
"Ayolah sayang, Mamamu itu sedikit gila, dia sangat terobsesi kepada Clarissa ini, jangan racuni apapun kepada Mamamu." Rasanya kesal bukan main melihat tingkah Putra yang sama gilanya seperti istrinya. Mereka berdua akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang mereka mau. "Papa akan berdiskusi dengan Dokter Doni terlebih dahulu."
"Untuk apa? dia juga sudah mencoreng nama baik Rumah sakit, memangnya Putra tidak tau apa yang Dokter Doni lakukan sama model itu diruangannya." Menghela nafas kesal, mengingat saat tidak sengaja dia masuk tanpa izin keruangan Doni Andrian, untungnya pria dan kekasihnya itu tidak mengetahui bahwa Putra tengah menyaksikan kemaksiatan keduanya.
"Sudah, jangan lanjutkan pembicaraan ini, ini kan malam minggu. Bukannya sudah jadwalmu untuk nongkrong, Papa dengar kamu membawa anggota medis kejalanan lagi?" Gio mendengar dari Inggrid yang mengatakan bahwa Putra akan membawa anggota medis Rumah sakitnya untuk menjaga keselamatan teman-temannya yang akan melangsungkan balapan. "Apa Noel membawa polisi yang akan berjaga juga?"
Putra menggeleng. "Tidak tau kalau itu, selain bawa tenaga medis, Putra bawa mobil ambulance nya juga ya? soalnya mau bawa ica, takut kenapa-kenapa disana?"
Gio berdiri. "Sudah gila ya? Clarissa saja sampai sekarang belum sadar, dia masih butuh istirahat."
"Putra cuma mau ica ada didekat Putra aja, disana juga ica akan santai." Menatap Papanya yang sedang merapikan selimut Clarissa yang tersibak.
"Terserah, awas kalau sampai dia sakit lagi." Ucapnya sembari berlalu melewati Putra.
...🌼🌼🌼...
Suara riuh jalanan semakin ramai, seluruh komunitas mulai dari mobil mewah, motor besar, motor bebek hingga motor tua sudah berjejer rapi disepanjang jalan.
Para pemilik kendaraan beserta ladiesnya sedang berkumpul disebuah gedung kafe bertingkat dua, setiap malam minggu mereka selalu menyewa kafe ini untuk berkumpul sebelum melakukan kegiatan balapan mereka tanpa mengganggu pengunjung lain. Ya mau bagaimana lagi? Rinda adalah pemiliknya, bahkan usaha ini dia dirikan sendiri tanpa campur tangan orang tuanya selain modal usaha, Haha.
Mereka asik bersenda gurau tanpa memandang mereka dari komunitas mana, mereka bergabung sesukanya, melempar candaan dan lelucon garing yang tetap saja akan membuat semuanya tertawa lepas atau mereka memilih berkumpul diujung untuk berkaraoke.
Beberapa anak kalangan atas yang merasa mampu tidak takut untuk mendonasi, satu mobil ambulance beserta tenaga medis sudah terparkir rapi didekat garis finish, dibawah tangan anak sematawayang Adietama. Dua mobil polisi sudah berjejer rapi dikedua sisi mobil ambulance, dibawah tangan anak kedua dari kelurga Sanjaya.
"Wahh, gue gak tau kalau bakal serame ini, tau gitu gue kesini aja tiap malem minggu." Ucap Kanya kepada kedua temannya, mereka bertiga bertopang dagu sembari menatap kebawah, memperhatikan para gerombolan laki-laki yang tengah berkumpul dipinggir lapangan.
Tampak Daze sedang berjalan menenteng dua kantong plastik berukuran jumbo dan diikuti Erlangga juga membawa plastik berukuran sama. Mereka berdua membagikan jajanan ringan untuk komunitas yang sedang berkumpul, tidak lupa membagikan untuk tiga orang tenaga medis dan empat orang polisi.
Terlihat mobil mewah Putra sudah berjalan masuk dan terparkir disamping mobil mewah Noel. "Tuh tuh si Putra," Delisa memonyongkan bibirnya menunjuk Putra yang keluar mobil dengan gagahnya. "Dia bawa siapa?"
"CLARISSAAAA!!!????" Teriak mereka bertiga ketika melihat Putra tengah menuntun Clarissa keluar dari bangku penumpang, untung orang yang berada disekitar mereka hanya menatap kaget lalu kembali pada kesibukan masing-masing.
"Itu beneran Clarissa sahabat dari kecil gue kan?" Kanya bertanya pada kedua temannya, seakan tidak percaya pada apa yang dia lihat. "Pantes gue telepon gak diangkat, padahal mau gue ajak kesini."
"Ternyata dia sudah bahagia tanpa mengajak kita." Sambung Delisa dengan ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Lihat deh Clarissa,"
Perempuan mungil itu mengenakan ipods seperti biasanya sembari berjalan mengikuti Putra yang sedang menyapa beberapa komunitas hingga tidak terlihat oleh mata ketiga temannya sampai dimana mereka naik kelantai dua dan pandangan Clarissa masih tertuju pada layar ponsel.
Perban putih kecil yang berada diatas matanya tidak mengurangi tingkat keimutan perempuan itu. Dia mengenakan rok kotak-kotak setengah paha dan memakai sweater hoodie kebesaran berwarna abu-abu, dengan sentuhan rambut bagian poni yang terjalin. Kemungkinan takut mengenai keningnya yang terdapat luka.
Mereka bertiga menahan tawa, ketika Putra menarik sebuah kursi untuk Clarissa duduki namun perempuan menggemaskan itu malah menarik kursi lain, hal itu membuat Putra hanya tersenyum tipis sembari menarik kursi agar duduk didekat Clarissa.
"Tuh Clarissa emang jutek banget ya sama cowok, ini Putra perhatian malah dicuekin gitu. kalau itu gue, kemungkinan gue bakal langsung agresif." Terdengar protesan Vina setelah mereka merubah posisi agar menghadap Clarissa.
Delisa dan Kanya mengangguk, mereka kembali bertopang dagu menatap kedua orang yang menjadi pusat perhatian mereka itu. "Lihat ica dari sini, gue berasa bukan apa-apa. Very far to reach."
"Betul sekali kamu Kanya. Kalau boleh jujur nih ya, Clarissa sama Putra cocok juga?" Kanya dan Vina mengangguk, mereka bertiga terbawa perasaan saat tangan kekar Putra mengelus pipi Clarissa lembut. "Itu Clarissa beneran gak baper ya? kok malah gue gini yang gemeteran ngelihatnya."
"Kalo dilihat dari sisi kacamata gue sih enggak kayaknya." Jawab Vina. "Gue pengen banget banting hpnya si Clarissa,"
"Satu hati kita."
Kanya hanya diam, dia tidak perlu memberitahukan kenyataannya kepada kedua temannya, bahwa hati Clarissa saat ini pasti tengah tertawa bahagia.
"Sayang....."
"IYA SAYAAANG." Mereka bertiga menjawab serentak.
Noel yang berada didekat mereka sontak tertawa. "Duh, maaf, gue panggil sayang gue."
"Ya lo sih, jangan panggil hal sensitif gitu dideket telinga kita berdua yang gak pernah dipanggil gitu." Protes Kanya, karena terlalu fokus pada cintanya yang tidak kunjung berlabuh, dia memilih untuk sendiri. Sedangkan Vina, anak dari seorang guru kiler di SMP memilih untuk tidak menaruh perasaan kepada siapapun karena takut Papanya tidak akan suka.
"Ya gimana, refleks." Seakan tidak memperdulikan protesan sahabat dari kekasihnya itu. "Sayang, ikut aku yuk."
"Kemana? gak mau ah."
"Dih, belum juga tau kemana sudah bilang gak mau aja." Noel mengelus kepala Delisa lembut. "Temen-temen bilang bakal bawa partner mereka untuk balapan, aku mau bawa kamu."
Delisa menggeleng cepat. "Gak mau, nanti kalau aku kenapa-kenapa gimana?"
"Kamu gak lihat dibawah sana ada ambulance yang udah disiapin sama keluarga Adietama?" meyakinkan kepada kekasihnya agar menuruti permintaannya. "Aku juga sudah izin sama Ayah kamu kok, nih," menunjukkan pesan singkat antara Noel dan Ayahnya.
Kanya menyenggol Delisa. "Gak apa-apa Del, Noel pasti hati-hati bawa lo, gak bakal ngebut-ngebut."
"Ya ngebut dong Kanya, kan balapan. Kalau pelan namanya jalan-jalan." Ucapannya terdengar kesal. "Ayo dong sayang, setelah satu bulan penuh Putra uring-uringan, ini first time dia datang dengan wajah bahagia."
"Terus apa hubungannya?"
"Ini bentuk meriahkan kembalinya seorang Putra, ketua komunitas motor tua tadi yang nantang gitu, kami sebagai yang ditantang oke oke aja."
Delisa menelan salivanya pelan, dia tidak ingin berada satu mobil dengan Noel dalam kecepatan kencang. "Gak ada untungnya buat aku."
"Ada dong, kalau menang Putra bakal kasih salah satu apartemennya." Kanya dan Delisa saling lirik, Putra menyeramkan sekali. "Lumayan sayang, bisa buat masa depan kita."
"Lo yakin bakal menang?"
Noel menatap Vina. "Coba dulu dong."
"Kalau kalah?"
Noel tersenyum tipis, "suruh jagain Clarissa selama Putra gak ada."
"HAHHHHH?!???" ketiganya ternganga kaget.
"Dia bilang, bayar bodyguard semahal apartemen punya dia." Sambungnya, "gak masalah sih buat gue, kan sekalian jagain Delisa, yakan sayang?"
"Yaudah aku ikut." Ucap Delisa.
"Gitu dong," Noel mengecup pipi Delisa. "Anak pinter."
Kanya dan Vina menggebrak meja. "Please ya Noe, kalau mau uwu-uwuan jangan didepan kami yang jomblo ini."
"Liat Clarissa yang jauh disana dielus sama Putra aja gue udah baper setengah meninggal, malah lo tambahin disini." Timpal Vina merasa tidak terima melihat temannya bermesraan.
"Haduh, ya kalian itu kan gue ajak kesini biar sekalian kenalan sama teman-teman yang ada disini, kali aja ada yang nyantol. Bukannya malah duduk lihat ke uwuan orang lain." Menarik lembut tangan Delisa dan dia bawa untuk berdiri. "Sini ikut gabung sama Clarissa juga, kalian kan temannya, gue mau kenalin pacar gue sama yang lain dulu."
Karena Delisa sudah dibawa oleh Noel untuk dikenalkan kepada para komunitas yang dikenalnya, Kanya dan Vina memutuskan untuk menghampiri Clarissa.
Putra menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya. "Ngapain sih pake gabung?"
"Sibuk aja lo."
"Cuma berdua aja ica gak nanggepin gue, apalagi ada kalian." Adunya, "coba deh kasih kesempatan gue sama ica ngobrol yang anteng gitu."
"Bukan urusan gue." Kanya menatap Clarissa. "Lo kenapa gak jawab telepon dari gue, Kak Rehan itu nyariin lo mau ngajak nonton tau gak?"
Clarissa melepas ipods nya. "Ponsel gue gak tau dimana?"
Kanya mengerutkan kening. "Kok bisa lo gak tau? itu ponsel siapa?"
"Punya Putra," Kanya menatap sinis ketika Putra tersenyum dengan sombong. "Nyak gue kecelakaan, tapi gak apa-apa?"
"APAA!!??!??!! siapa yang nabrak? apa yang sakit Ca, bilang sama gue siapa orangnya biar gue hajar." Clarissa menarik lengan Kanya untuk kembali duduk.
"Tenang, gue yang salah, gue yang lari kearah mobil mereka." Kanya menghela nafas lega walaupun dihati kecilnya merasa belum puas. "Om Gio udah periksa gue dan kata beliau gue cuma kelelahan aja. Nih udah diobatin." Menunjuk lututnya dan dahinya.
"Orang yang nabrak lo tanggung jawab gak?"
"Dia nelpon Putra, terus gue dibawa kerumahnya,"
Kanya mengangguk. "Pantes Kak Rehan bilang kalau rumah lo sepi. Soalnya gue di rumah Delisa dari siang dan belum balik kerumah buat cek lo."
"Nyak...."
"Kenapa-kenapa ada yang sakit?"
Putra berdiri, "gue kesana dulu."
"Dari tadi kek." Matanya masih menyala sinis kepada Putra. "Lo kenapa Ca?"
Kanya menunduk. "Bokap nyokap gue......"
"Iya gue tau," Kanya menegakkan dagu Clarissa. "Itu alasan kenapa gue salalu lindungin lo, karena nyokap gue bilang kalau lo butuh temen. Nyokap gue udah tau dari lama."
"Jadi,,,,"
"Udah jangan dibahas."
Clarissa melirik Vina yang senantiasa mendengarkan, jari kelingking perempuan itu terangkat. "Percaya sama gue, semua aman."
"Gue percaya, lo kan temen gue."
Vina menganga kaget. "Lo anggep gue temen?"
"Iyalah, temen Kanya itu temen gue juga." Ucap Clarissa menatap Vina yang terlihat sangat bahagia.
Tiba-tiba Vina berdiri dan memeluk Clarissa dari belakang. "Makasih, sekarang gue boleh panggil lo ica?" pelukan semakin kencang ketika Clarissa mengangguk. "Ahhh senengnya, ica, ica, icaa...." Mereka tertawa bersama.
...🌼🌼🌼...
Setelah jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, seluruh komunitas berkumpul dipinggir jalan, menatap kearah garis start sebagai awal dari seluruh penantang untuk adu kecepatan kendaraan kebanggaan mereka masing-masing.
"Kirain bakal mobil doang yang balapan sekarang." Celetuk Kanya ketika melihat komunitas motor besar berbaris digaris start.
"Giliran dong, kalau yang mobil taruhan beda." Kanya tersentak, ketika seorang pria yang tidak dikenalnya berdiri dibelakangnya. "Makanya kalau mobil lebih malam lagi."
"Emang ini pakai taruhan?" Vina ikut bertanya. "Kirain cuma buat seru-seruan aja."
"Kalau komunitas motor emang buat seru-seruan, tapi yang komunitas mobil mereka berinvest gitu sih, setahu aku ya?" tambahnya lagi.
Vina mendekat, seperti dia tertarik sekali. "Berinvest apa?"
"Kalau berinvest nya apa sih aku kurang tahu loh, pernah dengar gitu soalnya."
Vina manggut-manggut. "Kok kayak gak asing gini sih sama wajah Kakak?"
"Lo ngerasa gitu juga Vin?" Vina mengangguk.
Seorang wanita datang menghampiri sembari memberikan segelas minuman dingin kepada pria dihadapan mereka, "loh Kak Sarah?"
"Eih, Anya..."
"Ah pantes," Kanya tertawa kecil, "kayak kenal Kakak ganteng ini, ternyata kak Nando, tunangan kak Sarah, ini kakak kelas kita Vin." Menyikut Vina, yang ditanggapi dengan anggukan.
"Haha."
"Kalian lagi ngomongin apa sih? seru banget kelihatannya?" Sarah yang semula berdiri, ikut duduk diantara motor-motor yang berjejer, para pemiliknya sudah berpencar entah kemana.
"Ini loh kak, soal balapan mobil yang katanya berivestasi gitu."
"Oh, iya emang bener, yang kalah bakal membantu usaha yang menang gitu, ya ibarat menanam modal bagi yang kalah." Tutur Sarah. "Contohnya Putra, dua kali kalah sama Noel, sekarang usaha Noel sudah berkembang, bahkan kakak dengar modal yang diberikan papanya sudah dikembalikan berkat invest dari Putra."
Kanya dan Vina saling pandang, mereka merasa iri pada Delisa yang sudah menjadi bagian dari hidup Noel itu. Apalagi tentang kabar burung yang terdengar bahwa mereka berdua akan melangsungkan pertunangan setelah ujian akhir sekolah dilaksanakan.
"Sama halnya kayak Rinda yang menang dari Erlangga, Kafenya semakin bagusnya." Menunjuk Kafe yang berdiri gagah dibelakang mereka.
Vina menunjuk kearah Kafe. "Ini, Kafe Rinda? Rinda Agha Abian?"
"Iya. Kenapa?" Nando menatap Vina yang ternganga kagum.
Vina menggeleng kecil. "Gak apa-apa kak."
"Itu Clarissa Fatyah kan? sahabat dari kecil kamu?" Kanya dan Vina ikut menoleh pada Clarissa yang baru ditanyakan oleh Sarah. "Kamu harus benar-benar jagain dia dari Putra."
"Kenapa?"
"Putra itu sama kayak tante Anita, orang yang sangat ambisius. Apapun yang diinginkannya harus terlaksana." Jelas Sarah.
Kanya masih belum mengerti. "Apa hubungannya sama Clarissa?"
"Ya Clarissa itu adalah orang yang diinginkan oleh Putra." Ujar Nando membuat keduanya menoleh kearah pria dengan jaket kulit itu. "Ngerti kan?"
"Enggak?!?????" Nando menghela nafas ketika keduanya tidak paham.
"Maksud kakak ini, yang diinginkan Putra yang bagaimana?" Vina menjadi geram sendiri ketika otaknya tidak mampu mencerna.
"Begini loh, sudah terlihat sangat jelas kalau Putra ada ketertarikan sama Clarissa, dan yang dimaksud sama Sarah itu, Putra akan melakukan apapun untuk mendapatkan Clarissa."
Kanya terdiam, dia menatap Putra sekilas. "Ya, aku, sempat berpikir seperti itu sih."
"Tapi kamu ragu?" Kanya mengangguk. "Wajar kok, Putra itu gak pernah sekalipun naruh perhatian segitunya sama perempuan selain sama Marisa, yakan sayang?"
Sarah mengangguk. "Betul banget, dan yang kakak lihat sekarang itu, bentuk posesifnya Putra sama Clarissa."
"Apa yang bakal terjadi kalau aku gak jauhin mereka."
"Ya tergantung Clarissanya, kalau dia mau mungkin akan berjalan mulus. Kalau gak mau, ya kita tidak bisa membayangkan hal lain. Putra would be a strange and terrible person if something he wanted he couldn't have." Ujar Sarah dengan penuh penekanan. "Yang kami denger Putra ngelakuin sesuatu yang bersifat mengancam sama semua perempuan yang sudah ganggu Clarissa?"
"Termasuk Meysa dong?" sorot mata Vina menatap ngeri saat pertanyaannya dijawab anggukan oleh Kanya.
"Pada intinya, semua keraguan dan ketakutan yang belum tentu terjadi itu akan baik-baik saja tergantung bagaimana Clarissa menyikapinya." Ujar Nando menasehati. "Yuk sayang pamit sama yang lain, malam ini kita gak bisa lama-lama disini,"
"Oh iya, yasudah Vina, Anya, kakak permisi duluan ya? papay..." Melambaikan tangan.
"Papay kakak." Teriak mereka berdua ketika melihat Nando sudah merangkul Sarah untuk berpamitan kepada teman satu komunitasnya.
"Nyak, gue jadi serem gitu sama cerita dari kak Sarah."
"Santai aja, ica bisa nanganin itu sendiri, lo sebagai temennya cukup membantu dan mendoakan sebisanya."
"Terus gunanya lo?"
"Gue yang bertindak."
Obrolan mereka berhenti ketika seseorang menyapa mereka. "Hai,"
"Haii..." Kanya dan Vina menggeleng takjub, untung mereka mau diajak oleh Noel tadi siang, karena hanya duduk sebentar saja mereka sudah dihampiri beberapa pria tampan, seperti sekarang, seorang Rinda Agha Abian menghampiri mereka. "Eh Rinda."
"Iya Nyak, em anu, boleh pinjem Vina bentar gak?" Rindah berucap sembari menggaruk kepalanya untuk menutupi rasa gugup. "Sebentar lagi gue mau balapan dan anak-anak bilang harus bawa partner, mau minjem ladies ke komunitas yang lain gak enak, udah pegang satu-satu."
"Emang komunitas lo gak punya ladies?"
"Engga, kalau diantara kami gak ada yang bawa perempuan ya gak akan ada ladies. Boleh ya Nyak, tadinya mau minjem lo karena kita temen dari SD, tapi lo kan anti temen-temen Putra." Sudah tidak mengejutkan lagi soal Kanya yang tidak mau dekat-dekat dengan yang berbau Putra Rizki Aditema. "Mau pinjem Vina kalau boleh."
"Ya tanya Vina nya lah, gue mah terserah dia." Jawabnya acuh.
Rinda menatap Vina, perempuan dengan mata lentik itu hanya melirik Kanya lalu mengangguk kecil. "Thank you Vina, yuk gabung kesana, gue mau kenalin lo sama yang lain."
"Looo lagiiiiiiii......." Ucap Putra kesal. "Please dong Kanya, gue mau ngomong sama Clarissa gak bisa-bisa dari tadi."
"Ya tinggal ngomong aja kali." Menarik kursi disebelah Daze. "Apa lo liat-liat gue?"
Daze melebarkan matanya. "Terserah gue elah."
"Hey, hey, sudah. Kenapa harus berantem sih kalau ketemu." Noel dan Delisa datang menghampiri, bahkan satu sekolah sudah biasa mendengar keributan yang diperbuat oleh Daze dan Kanya. "Lo jadi Put bawa Kanya? berani lo?"
"Berani lah."
"Ehhh, apaan nih bawa-bawa gue."
Daze tersenyum sinis. "Putra mau jadiin lo partner balapan dia malam ini, jangan bikin mood dia buruk ya Nyak."
💜💜💜💜💜 BERSAMBUNG 💜💜💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Intanksm98
Translate : "Putra akan menjadi orang yang aneh dan mengerikan jika sesuatu yang dia inginkan tidak bisa dia miliki."
2022-07-26
0
Mihayada
hanya ada di novel teman kayak Kanya 😄
2022-04-26
0
Fitriaaa
Semangat thor,, ditunggu next up 🤗
2020-11-29
1