💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Putra berjalan pelan menuju lorong kelasnya, tumben sekali pagi ini sekolah masih tampak sepi, padahal jam sudah menunjukkan pukul 07:30. Langkahnya berhenti ketika tepat diambang pintu, kelas masih kosong, hanya terlihat Kanya sedang memainkan ponsel diatas kursi yang seharusnya menjadi bangku belajarnya.
Putra menaruh tas diatas mejanya dan menatap Kanya datar. "Ada yang mau diomongin?"
Kanya mendongak, dia bangkit dari duduk dan membalas tatapan Putra yang tidak bersahabat. "Udah lo urus?"
"Gak usah khawatir." Menggeser Kanya dari tempat duduknya.
"Baguslah, entah kenapa gue begitu gak sukanya sama lo. Tapi denger lo bertanggung jawab gini, gue seneng."
Putra duduk setelah tersenyum sinis. "Gue gak butuh disenengin sama lo."
"Gue harap lo ngerti ucapan gue." Mengurungkan niatnya pergi, dia kembali menatap Putra. "By the way, kebaikan gue ini bukan berarti gua batal buat jauhin kalian berdua."
Ucapan Kanya membuat Putra menatap perempuan dengan mulut pedas itu. "Lo tau Nyak, apapun yang lo lakuin gak bakal buat gue jauhin ica."
"Gue curiga, sebenarnya apa maksud lo deketin ica? kalau lo lagi taruhan atau lagi pengen coba-coba deketin cewek model kayak ica, mendingan lo mundur," bersidekap menatap angkuh. "Karena bukan ica aja yang pengen jauh dari lo, tapi semua orang terdekatnya, gue dan termasuk keluarganya juga."
Putra mengepalkan tangannya sembari menatap pergerakan langkah Kanya keluar kelas. Tidak bisakah perempuan itu berhenti sejenak untuk mengeluarkan semburat pedasnya? Putra masih dalam keadaan mood yang baik, seharusnya.
...🌼🌼🌼...
Setelah pelajaran Kimia selesai dan bel istirahat pertama telah berbunyi, seluruh murid berhamburan keluar kelas untuk menuju kantin. Namun tidak untuk kelas Dua belas IPA satu, mereka semua mematung menatap empat orang perempuan dari kelas Dua belas IPA tiga.
Mereka seperti sedang mengibarkan bendera perang pada kelas Dua belas IPA satu. "Putra, lo beneran gak ngerasa bersalah kah?"
Putra yang tengah asik mengobrol bersama teman-teman satu kelasnya menatap kebingungan, kenapa empat perempuan itu bertanya padanya. Siapa mereka saja Putra tidak tahu.
"Gue kenapa?"
"Lo beneran gak ngerasa bersalah sama apa yang udah lo lakuin sama Meysa kemarin? dia nangis nemuin gue dan bilang kalau lo udah ngelukain dia." Delisa tersentak ketika perempuan yang terlihat lebih berkuasa berucap sembari menggebrakkan mejanya. "Lutut dia luka, dan sekarang dia gak masuk gara-gara lo. Disini lo malah asik ketawak sama temen lo tanpa rasa bersalah."
Putra yang baru berdiri menghentikan kalimatnya ketika sebuah meja bergeser cukup kencang hampir mengenai empat orang perempuan itu. Mereka tersentak kaget menatap Kanya. "Heh, hati-hati ya sama itu kaki."
"Kenapa?"
"Gue bisa...."
"Bully gue?" dia terdiam, "ratu lo gak masuk sekolah cuma gara-gara lututnya luka? gak sampai kedua pipinya lebam kan? gak sampai ujung bibirnya robek kan? gak sampai dahinya lecet kan? gak sampai masuk rumah sakit kan?"
"Huh, lo siapa?"
"Kenalin, gue Kanya Dealova."
Mereka tertawa mengejek, lalu perempuan dengan rambut ikal berucap. "Stop childish."
"I'm childish and you b*tch." Seluruh yang berada dikelas melebarkan matanya, berani sekali Kanya ini. "Kalian tanya sama Putra apa yang udah dia lakuin sama Ratu kalian itu, tapi kalian gak tanya sama pikiran kalian sendiri apa yang udah kalian lakuin sama Clarissa?"
Waw, ucapan Kanya membuat seluruh penghuni kelas enggan meninggalkan kelas. Ini akan menjadi berita besar? bahkan siswa dan siswi dari kelas lain juga ikut menguping dari balik pintu dan jendela. Melupakan waktu makan siang mereka.
"Apa maksud lo?"
"Oh tidak tahu saya?"
"Please gue gak ada urusan sama lo."
Kanya berkacak pinggang. "Kalau lo udah berurusan sama Clarissa, itu artinya lo juga berurusan sama gue."
"Sorry nih ya, kita disini cuma mau ngomong sama Putra doang." Ucap temannya dengan rambut setengah terikat. "Dan kita gak mau ngomong sama lo, Kanya Dealova."
"Palingan juga ratu kalian cuma acting cari perhatian semua orang termasuk Putra?" Putra yang menjadi pembicaraan hanya diam mendengarkan.
Mereka berempat tertawa. "Please deh, Meysa gak serendahan itu buat dapetin perhatian Putra."
"Sayangnya ratu lo itu emang rendahan." Mulut Kanya memang mengerikan. "Kalian gak sadar?" Kanya menatap seluruh teman satu kelasnya. "Coba kalian angkat tangan yang gak pernah ngerasa kalau Putra selalu bersikap mengerikan sama orang yang udah gangguin Clarissa."
Geng gak jelas itu melirik anggota kelas Dua belas IPA satu, tidak ada yang mengangkat tangan, Putra sedikit kaget mendengar lontaran kalimat mengerikan Kanya, apa dia sefrontal itu? bahkan seluruh teman satu kelasnya menyadari akan hal itu.
"See, teman-teman dikelas gue aja sadar dan ngerasa kalau yang diperhatiin sama Putra itu Clarissa bukan Meysa." Perempuan pada barisan paling depan mengepalkan tangannya. "Dan kalian seharusnya juga lebih peka, gak mungkin Putra ngelakuin sesuatu yang bersifat mengancam kalau bukan karena seseorang itu telah mengganggu miliknya." Lagi-lagi Kanya menyeringai mengerikan.
"Denger ya....."
"Sorry, gue gak mau denger..." Potong Kanya, kalau saja bisa diabadikan, mungkin Kanya akan terlihat seperti pemeran antagonis sekarang, tangannya sudah melipat kedada. "Gue gak tau apa maksud dari Putra ngelakuin itu, yang jelas kalian berempat salah kalau ganggu Clarissa."
"Kanya...." Putra sudah bangkit dari duduknya, tapi dengan cepat tangan Kanya terangkat untuk menghentikan laki-laki itu melanjutkan ucapanya.
Sang ketua menghempaskan rambutnya kebelakang lalu menyilangkan kedua tangannya kedada seperti yang Kanya lakukan, lalu menyeringai tak kalah mengerikan. "Gue bener-bener gak kenal lo siapa? dan gue bener-bener gak perduli sama apa yang lo ucapin barusan."
"Lo akan kenal sama gue nanti?" tanya Kanya santai.
Perempuan itu tersenyum sinis. "Sorry, lo gak sefamous itu buat gue kenal."
"Masa? mungkin sebentar lagi lo bakal kenal gue, setelah Video pembullyan kalian tersebar." Kanya menutup mulutnya pura-pura terkejut "Ups kelepasan, gak papa deh, mulut temen sekelas gue lebih parah kok kalau gibah, apa lagi Daze."
Daze sempat terkejut ketika namanya terseret juga, tapi dengan entengnya dia mengacungkan jari jempolnya.
Para anggota geng Meysa tampak pucat mendengar ucapan Kanya, perempuan itu berjalan melewati mereka. "Kalau mau ngomong cuma sama Putra ya jangan disini, gue juga denger soalnya. Sorry ya gue udah Spoiler ke temen-temen. Selamat bertemu dikantor polisi." Menepuk kedua teman dekatnya. "Yuk guys kekantin, ngeliat muka mereka gue jadi inget cacing diperut gue yang kelaperan."
Delisa dan Vina langsung tertawa dan mengejar langkah Kanya yang sudah menghilang dari kelas.
...🌼🌼🌼...
Kanya menyeruput es teh dan memakan sepiring siomay yang sudah dua kali dia pesan, ternyata mengucapkan unek-unek bisa menguras tenaga juga ya?
"Sumpah, gue gak tau Nyak, lo kalau ngomong bisa semengerikan itu." Ucap Delisa yang duduk didepannya.
"Emang Kanya ngomong apa?" tanya Noel sembari menyibakkan rambut Delisa kebelakang. "Kelihatannya lagi badmood gitu sih."
"Panjang, mending kamu tanya aja sama Putra."
Noel menatap kearah Delisa lagi. "Ada hubungannya sama Putra?" Delisa mengangguk. "Berantem lagi? sering banget, Kanya sensi terus kalau sama Putra sama Daze."
"Kali ini lebih kearah membela sih." Sambung Vina.
Kanya yang mendengar itu langsung mendelik tajam. "Gue robek yang ngomong kalau gue belain dia."
Delisa tertawa kecil. "Mungkin kalau kamu sekelas sama kami, kamu juga bakal disinisin sama Kanya karena kamu kan juga temen deket Putra."
"Kan ada kamu yang bakal belain aku." Mengelus pipi Delisa lembut.
Vina yang melihat itu dengan sengaja menggebrak meja. "Gak usah mesra-mesraan napa didepan jomblo."
Kanya menghela nafas, susah memang kalau duduk didekat orang kasmaran, dia menopang dagu dan menatap kearah lain. Hingga matanya menangkap sosok laki-laki yang menjadi pujaannya, tengah makan siang sendirian dipojok kantin. Kanya tidak berani menghampiri.
Lamunannya tersadar ketika sebuah botol Buav*ta berukuran besar berada didepannya. Kanya menatap sinis melihat seseorang didepannya. "Thanks udah belain gue tadi."
"Maap nih mas, saya gak ada niat buat belain siapa-siapa." Ucap Kanya sebelum kembali fokus pada siomay nya.
Putra tersenyum. "It's okay, gue ngerti kok, nih buat loh."
"Lo mau nyogok sampai pabrik Buav*ta jadi milik gue juga gak bakal gue restuin lo deketin ica." Menyantap siomay dengan kasar.
"Yaelah Nyak, terima aja kali niat baik Putra." Timpal Daze dan duduk disebelah Vina, "halal kok, anggep aja buat nambahin vitamin ditubuh lo yang terkuras tadi."
Kanya bangkit membawa minuman dan piring siomay yang belum habis. "Gue pindah ya, panas disini." Baru berjalan menjauh, tiba-tiba Kanya melangkah mundur membuat teman satu mejanya tadi menatap kebingungan. Dengan santainya dia menyomot Buav*ta pemberian Putra. "Gue terima."
Mereka langsung tertawa terbahak melihat tingkah Kanya yang absurd .
...🌼🌼🌼...
Seperti biasa sebelum menjalankan mobilnya, Kanya menghidupkan lagu terlebih dahulu, menata rambutnya yang tidak berantakan, memasang sabuk pengaman.
Brak...
Kanya menoleh, menatap Putra yang tengah duduk disebelahnya. "Ehh, siapa lo main masuk mobil gue, keluar gak lo anak dajal."
"Astagfirulloh Nyak, numpang doang." Mengelus dada mendengar panggilan menyakitkan dari Kanya. "Anterin ke Rumah Sakit, Bokap gue nungguin"
"Dih, emang gue taxi online, keluar ah cepetan." Mendorong lengan Putra agar keluar. "Bisa gatel mobil gue diduduki sama lo."
"Yaelah Nyak, pelit banget sih."
"Baru tau lo." Kakinya sudah menendang paha Putra agar keluar, untung sepatunya tidak kotor. "Keluar lo ahhh."
Putra menutup matanya. "Astagfirulloh Kanya, turunin kaki lo, kelihatan tuh daleman lo." Putra mengelus dadanya sok polos. "Mancing-mancing aja sih."
"Gue pake short beg*, keluar ANJIRRR!!!!" teriaknya, tapi Putra ya tetap Putra, bisa melakukan sesuatu sesuai keinginannya. "Mobil lo mana, ngapain numpang dimobil GUEEEE!!!" ucapnya teriak dikata terakhir.
"Ya dirumah, terlalu mewah kalau gue bawa kesekolah." Padahal dia pernah bawa kesekolah pada saat membawa Clarissa.
"Motor lo mana, ngapain numpang dimobil GUEEE!!!" teriaknya lagi dikata terakhir.
Putra melotot. "Urat leher lo bisa putus, kenapa musti teriak sih..."
"TERSERAHHHH GUEEE....." tangannya sudah bergerak memukul Putra kuat-kuat. "Keluaarrr... Keluaarrr... Keluaarrr..."
"Duhh ahhh, itu tuh motor gue." Kanya menghentikan pukulannya lalu menatap keluar. "Dipinjem Noel buat nganterin Delisa pulang, Erlangga pulang sama gebetannya gak mungkin gue ikut dia, Daze udah nebeng sama Marisa, Rinda dijemput Papanya. Terus gue sama siapa? kan lo temen SMP gue, masa gak ada baiknya dikit."
"Gak, kalau sama lo."
"Please Nyak, sekali doang, abis itu gue kasih uang buat cuci mobil deh biar mobil lo gak gatel abis gue dudukin, yang VVIP." Ucapnya dengan memelas.
"Yalah, yalah, yalah." Kanya malas berdebat.
Dalam perjalanan juga mereka tidak saling bicara, karena memang mereka tidak sedekat itu. Aneh memang, Kanya bisa sebenci itu kepada Putra, sedangkan Putra bisa sesantai itu menanggapi Kanya.
Putra terkejut ketika klakson dibunyikan cukup keras, dan terdengar Kanya memukul keras setir didepannya. Putra menoleh menatap Kanya, dengan tatapan heran. "Lama banget sih nih macetnya, sial bener gue bawa lo."
"Emang lagi macet kali Nyak, bukan karena gue juga." Telinga Putra terdengar sudah kebal mendengar ucapan-ucapan Kanya yang tidak lagi sedang bercanda. "Lo bener sebenci itu ya sama gue?"
"Iya." Jawabnya tanpa basa basi yang pasti akan basi. "Rasa benci gue sudah mendarah daging."
"Hemm, dipahami." Putra mengangguk sangat mengerti, "kalau gue deket sama ica karena memang gak ada niatan buruk, apa lo tetep bakal benci sama gue."
"Bukannya lo gak perduli sama penilaian gue?"
Tidak sopan, mereka mengobrol dengan pandangan sama-sama keluar jendela. "Ya, seenggaknya kan, semua orang terdekat ica juga harus nerima gue dengan baik."
Kanya berdecih sinis. "Lo mau nikahin ica?"
"Ya, siapa yang tau sih?"
"Hem..." Kanya menjalankan mobilnya ketika jalanan sudah tidak macet lagi.
Putra kebingungan lalu menatap Kanya lagi, saat mereka berhenti tepat didepan gerbang Rumah Sakit Adietama, "kok gak masuk Nyak?"
"Gue lagi ada urusan," menoleh menatap Putra jengah. "Cepetan keluar, selagi gue ngomong baik-baik."
"Tega amat lo nurunin gue disini."
"Gue gak mau ada yang lihat lo turun dari mobil gue, takut bakal ada yang bully. Yah walaupun yang berani bully gue bakal gue bully balik lebih parah." Kalimatnya terdengar seperti sedang menyindir. "Gue juga gak mau dibilang akrab sama lo."
Putra menghela nafas pelan. "Ya, ya, ya, gue turun, makasih Kanya baik."
Tanpa mengucapkan apapun, Kanya menginjak pedal gas setelah Putra menutup pintu mobil. "Dasar, gak bisa baik-baik kah sama gue?"
Setelah berjalan dan menyapa beberapa Dokter dan perawat yang mengenalnya, lalu masuk kedalam ruangan Papanya dan menyelesaikan tugasnya, Putra berjalan menuju ruangan Clarissa.
Hampir beberapa menit dia mengetuk, namun tidak ada jawaban atau respon dari dalam, tidak mungkin sudah pulang. Karena perawat mengatakan bahwa Clarissa baru pulang besok.
Tidak bisa menunggu lama, akhirnya Putra berinisiatif langsung membukanya, dia mematung ketika mendengar tawa nyaring Clarissa memenuhi sudut ruangan.
Apa yang membuat Clarissa bisa tertawa sebahagia itu?
Bahkan ini baru pertama kalinya Putra mendengar tawa Clarissa, cukup indah, dia tersenyum kecil, lalu berjalan masuk dan tiba-tiba tubuhnya membeku, Clarissa tengah bersenda gurau dengan seorang laki-laki yang Putra sepertinya sangat mengenali. Tangannya perlahan meremas bucket bunga yang dia bawa untuk Clarissa.
Haih, mood baik Putra seketika memburuk hanya dengan melihat pemandangan yang cukup mengerikan ini.
💜💜💜💜💜 BERSAMBUNG 💜💜💜💜💜
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Rancito
Sama lah kita
2022-12-09
0
Rancito
Good Kanya...thats what friends for
2022-12-09
0
Mihayada
cuman luka kayak gitu gak berangkat sekolah ...manja😒
2022-04-13
1